Jakarta, CNN Indonesia -- Banyak orang yang menggunakan alat pengukur tekanan darah sendiri ataupun aplikasi di gawai yang dapat diunduh dengan mudah. Namun, apakah semua itu aman?
Para peneliti baru-baru ini mencoba meneliti 107 aplikasi untuk penderita hipertensi atau tekanan darah tinggi. Semua aplikasi tersebut tersedia di Google Play Store dan Apps Store.
Hasilnya, hanya 75 persen layak secara medis dengan data yang akurat. Sedangkan ditemukan tujuh aplikasi yang melakukan pengecekan hanya melalui sentuhan jari di layar, dinilai para peneliti adalah palsu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Teknologi sentuh tersebut baru pada tahap permulaan, belum pada tahap yang dapat dipercaya," ujar Nilay Kumar dari Cambrigde Health Alliance yang juga pengajar di Harvard Medical School.
Saat melakukan penelitian, Kumar terkejut bahwa aplikasi sejenis untuk hipertensi telah diunduh 900 ribu hingga dua juta kali. Menurutnya, jumlah kecil yang palsu tersebut dapat berarti telah diunduh beribu kali.
"Kami terkejut dengan populernya aplikasi tersebut," katanya.
Dirinya juga tidak mengetahui mekanisme kerja dari aplikasi tersebut, walaupun tidak menampik sebuah kamera ponsel dapat mendeteksi denyut nadi seseorang.
"Aplikasi tersebut masih dalam tahap riset dan pengembangan dan belum siap digunakan sungguhan secara medis, mulai saat ini berhati-hatilah, karena kesalahan data dapat menyebabkan hal yang serius," ujarnya menjelaskan.
Salah intepretasi data dan disusul dengan tindakan yang salah, dapat berujung hal yang lebih buruk.
Di Amerika Serikat, satu dari tiga orang dewasa menderita hipertensi. Penyakit ini disebut pembunuh senyap akibat tidak tampak gejala awal bagi penderita. Namun menyebabkan penyakit jantung dan stroke, dua penyakit paling mematikan.
Tren penggunaan aplikasi pengukur tensi darah memang tengah naik daun. Dari studi yang dilakukan tahun ini, sekitar 72 persen aplikasi tersebut digunakan untuk mengontrol tensi darah. Kemudian seperempatnya langsung mengirim kepada pihak medis. Dan seperempat lainnya dilengkapi peralatan medis.
Namun, kenyataannya hanya 2,8 persen dari aplikasi tersebut yang benar-benar dibuat oleh lembaga kredibel seperti universitas ataupun lembaga kesehatan.
Di Negeri Paman Sam sendiri, untuk aplikasi seperti ini belum memiliki regulasi yang jelas. Atas temuannya, para peneliti menekankan pentingnya penegakan peraturan demi keselamatan pengguna.
Namun, dari pihak yang berwenang dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa bagian tersulit adalah membuat regulasi yang melindungi konsumen sekaligus mengakomodir tingginya inovasi pada teknologi yang semakin tinggi.
(mer/mer)