Jakarta, CNN Indonesia -- Dua tahun lalu, saat gejala Obsessive Compulsive Disorder (OCD) yang dideritanya dalam kondisi terburuk, David Bass merasa seolah diteror. Teror yang irasional, mengira dirinya akan dijebloskan ke penjara. Diintai rasa takut seolah dia akan mengetok seseorang dari dalam mobilnya.
Mengemudikan mobil siksaan berat baginya. Seolah dia hanya duduk di balik kemudi, tidak bisa menghindari kendaraan di jalan raya. Perlahan, David mulai kehilangan sentuhan realitas.
Sekali waktu, dia begitu yakin telah memperkosa. Kenyataannya, David hanya menatap seorang perempuan. Dari atas tempat tidurnya, dia menanti dengan ketakutan, polisi akan menjemputnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagian besar orang memahami OCD yakni ketika seseorang memiliki rumah yang ekstra rapi, mencuci tangan sangat sering, atau tak hentinya memeriksa telah mengunci pintu. Namun, bagi sebagian orang, realitas dari gangguan kecemasan adalah obsesi. Tekanan dan sejenis kekhawatiran, yang seringkali datang mendominasi kehidupan penderita OCD.
David, seorang presenter televisi, sudah akrab dengan pengaruh buruk dari jenis penyakit mental tersebut. “OCD telah mengambil alih hidup saya,” katanya. “Dia seperti pengganggu. Rasanya seperti menunggu Anda, sepertinya dia punya pikirannya sendiri, memengaruhi apa pun hal paling penting bagi Anda pada saat itu.
“Tak lama setelah itu, saya merekam program acara di ITV. Obsesi saya muncul kembali karena keringat muncul. Setiap kali berada di depan kamera, saya khawatir akan berkeringat, dan itu membuat saya lebih cemas.”
“Saya takut beranjak tidur, hal itu menjadi seperti lingkaran setan. Kadang, saya hanya bisa tidur dua atau tiga jam sebelum acara itu. Bukan situasi bagus ketika Anda hendak mewawancarai selebriti dengan kondisi tidak tidur dan terus-menerus khawatir apakah saya berkeringat.”
Perangkat penolongSekitar dua tahun lalu, gejala OCD David menjadi buruk, dia pun hidup bagai pertapa virtual. “Saya sudah putus asa untuk berbuat apa pun.” Saat itu lah seorang teman bercerita padanya tentang sebuah gadget. Pembuatnya mengklaim, gadget itu dapat membantu seseorang mengatasi OCD.
David skeptis pada awalnya. Namun, sebagai penderita OCD sejak kecil, dia bersedia mencoba cara apa pun. Alpha-Stim, adalah perangkat kecil dengan klip yang menempel di telinga.
Cara kerjanya, dengan cara memicu reaksi sinapsis listrik dan kimia dalam tubuh menggunakan arus listrik. Proses tersebut digambarkan sebagai 'stimulasi elektroterapi kranial'. Idenya adalah meningkatkan gelombang otak alfa.
David segera menggunakan perangkat yang harganya mulai dari £ 449 atau sekitar Rp 8,6 juta itu.
“Alat itu membantu dengan cepat, tetapi efeknya kumulatif. Dia menghentikan pikiran saya yang berpacu, membawa ke keadaan rileks. Dengan alat ini, saya tidak perlu alkohol atau obat-obatan mengobati diri."
Lesley Parkinson, profesor psikolog klinis yang mengkhususkan diri dalam neuropsycho-fisiologi juru bicara Alpha Stim menjelaskan, bagaimana perangkat itu membantu seseorang dengan gangguan kecemasan separah OCD.
“Perilaku kompulsif berulang-ulang dan kognisi OCD awalnya ditujukan untuk mengurangi kecemasan. Itu mencakup perilaku mencuci, membersihkan, atau ritual memeriksa yang berlebihan. Pikiran yang diakui sebagai irasional.
Alat tersebut dapat mengatur keseimbangan sistim saraf pusat. Dampaknya, penurunan tingkat kecemasan serta menenangkan aktivitas neuronal yang mengurangi perilaku kompulsif atas pikiran-pikiran yang mengganggu.
Meski perangkat tersebut telah membantu David, tapi masalah belum selesai. Dia masih menjalani pengobatan. Beberapa hari dia merasa hidupnya baik-baik saja, di hari lain dia merasa pikiran obsesif baru menyerang. Di lain waktu dia merasa ingin bunuh diri. “Ada stigma tidak menolong yang melekat pada OCD.”
“Ketika orang mengetahui saya memiliki kondisi tersebut, saya mendapat komentar seperti, 'oh bagus Anda bisa datang dan membersihkan rumah saya'. David berkata, dia hanya perlu mengelola kondisi OCD tersebut.
Fakta OCD1. Antara 2 sampai 3 persen dari populasi OCD berusia antara 18 sampai 54 tahun, sehingga penyakit ini lebih umum daripada gangguan mental lain seperti skizofrenia, gangguan bipolar atau gangguan panik.
2. OCD atau Obsessive Compulsive Disorder adalah gangguan otak yang menyebabkan perilaku kecemasan parah pada mereka yang terkena dampak, termasuk obsesi dan tekanan.
3. Badan kesehatan dunia (WHO) memeringkatkan OCD dalam daftar 10 penyakit melumpuhkan teratas, termasuk yang menyebabkan seseorang kehilangan pendapatan dan kualitas hidup berkurang.
4. Penderita sering mengalami pikiran obsesif mengganggu dan tidak diinginkan.
5. Sebanyak 60 persen penderita memiliki dorongan yang tidak jelas.
(win/mer)