Jakarta, CNN Indonesia -- Chef dikenal sebagai orang yang menghidangkan aneka makanan enak di dapur. Perannya memang sangat krusial di dapur. Namun, sebenarnya, menjadi seorang chef bukanlah sekadar menjadi orang yang mengorganisir, memasak, atau mengasah kreativitas untuk mencipta menu baru saja.
Chef juga bukan hanya butuh pengetahuan soal rasa, bahan makanan dan teknik memasak. Menjadi chef juga harus punya banyak pengetahuan dan pengalaman soal rasa makanan secara nyata. Hal inilah yang dikatakan chef Arnold Poernomo sebagai perbedaan besar antara chef Indonesia dengan chef di luar negeri.
"Perbedaannya jauh. Dari bahan-bahan dan juga
mentality orang-orangnya beda. Di sana mereka bener-bener
passion dan belajar satu sama lain," kata Arnold saat ditemui CNN Indonesia di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau chef luar (negeri), mereka tahu makanan, mereka tahu cara melayani, mereka tahu masakannya," imbuhnya.
Kondisi ini jelas berbeda dengan di Indonesia. Pasalnya, chef-chef di Indonesia tidak banyak yang mengetahui rasa makanan otentik dari negara lain. Mereka kurang pengalaman mencicipi berbagai jenis makanan, apalagi chef-chef lokal.
"Kalau di Indonesia, oke, banyak chef-chef yang jago masak. Tapi berapa persen yang pernah makan di restoran lain? Belum tentu. Sekitar 80 persen mungkin chef lokal kita ini belum pernah," ujar Arnold. "Berapa banyak dari mereka pernah makan pizza sebenernya di Italia? Spagheti, pasta, masakan Prancis sebenernya, belum tentu (pernah)," tukasnya.
Apa pentingnya untuk mencicipi makanan di restoran lain? Dikatakan salah satu juri kompetisi memasak ini, mencicip makanan di restoran lain penting untuk menambah pengalaman rasa dan pelayanan mereka.
"Chef harus makan di restoran supaya mereka tahu caranya serve bagaimana, cara makanan keluar, temperatur makanannya bagaimana. Supaya mereka mengerti," katanya. Hal ini semuanya berhubungan dengan kenikmatan makanan yang akan disajikan kepada pelanggan.
Salah satu penyebab hal ini terjadi, menurut Arnold adalah karena gaji para chef yang kurang memadai. "Gaji sebulan UMR. Sekali makan di restoran berapa? Apa mereka pernah travel ke luar? Enggak pernah. Bukan saya merendahkan tapi ya itu memang realitasnya," pungkas Arnold.
Menurut Arnold hal inilah yang membuat kuliner Indonesia kurang berkembang dan maju. "Indonesia kalau kita ngomongin kuliner sangat terbelakang gitu. Bukan terbelakang banget. Tetapi kita mesti
catching up dengan kuliner internasional," tuturnya.
Untungnya, saat ini para chef dipermudah dengan bantuan teknologi dan media. Mereka bisa belajar dari internet tentang resep-resep makanan baru, atau makanan dari negara lain. Sehingga dapat membuka pikiran mereka. "Sangat membantu sekali media dengan
online, TV, yang membuat pikirannya terbuka. Sekarang kalau kita
searching,
browsing di internet bisa," ujarnya.
(chs/utw)