'Jangan Tunggu Sampai Korban Bullying Bunuh Diri'

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Senin, 02 Mar 2015 15:31 WIB
Kasus bullying sering terjadi di kalangan remaja dan anak-anak. Dampaknya tidak main-main, dari hilangnya kepercayaan diri hingga yang paling fatal bunuh diri.
Psikolog Livia Iskandar ketika ditemui CNN Indonesia di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan (2/3). (CNN Indonesia/Endro Priherdityo)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kasus bullying sering terjadi di kalangan remaja dan anak-anak. Dampaknya tidak main-main, dari hilangnya kepercayaan diri hingga yang paling fatal mengakhiri nyawa sendiri. Karena itu, bullying tidak boleh dibiarkan dan harus dilawan.

Salah satu kasus bullying juga menimpa artis cantik Chelsea Islan. Akhir pekan lalu, beredar video dirinya sedang berada di kamar mandi. Video tersebut memperlihatkan ia tengah membuka busana sehingga bagian dadanya terlihat.

Menanggapi hal tersebut, psikolog Livia Iskandar menyampaikan pentingnya untuk melawan aksi penindasan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Harus lebih banyak yang mendorong untuk bersuara, jangan tunggu korban hingga ada yang bunuh diri, terutama dalam hal melindungi anak-anak," ujar Livia saat ditemui CNN Indonesia di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan, Senin (2/3).

Livia beranggapan bahwa kasus bully yang terjadi di Indonesia belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Meskipun ada peraturan yang menindak pelaku, nyatanya belum membuat masyarakat dan pemerintah sadar akan bahayanya bully, seperti di Amerika Serikat.

Keberanian akan bersuara melawan bully di Indonesia dianggap Livia masih sedikit dimiliki oleh para orang tua. Menurutnya, peran kerja sama antara ayah dan ibu dalam mengawasi perkembangan sosial anak sangat memengaruhi keberanian melawan bully.

Livia menceritakan banyak pasien yang datang padanya merupakan korban bully, namun sedikit yang berani berbicara karena dianggap akan mendatangkan respons negatif yang lebih banyak dari lingkungan sosial.

Selain keberanian melawan bully yang masih minim, pola pikir masyarakat Indonesia juga menentukan bertahannya eksistensi kegiatan bully di Tanah Air.

"Masyarakat kita punya kecenderungan mengira semua orang homogen, padahal kenyataannya Indonesia sangat beragam," ujar Livia.

Livia menganggap kesadaran menjadi minoritas perlu ada dalam benak masyarakat Indonesia. Menurut psikolog yang membuka praktik di kawasan Brawijaya ini, menjadi minoritas akan membuat orang lebih dapat menghargai orang lain.

"Menghargai hak orang lain, itu yang sangat penting." ujar Livia.


(mer)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER