Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa orang memiliki kebiasaan untuk membersihkan lukanya dengan cairan antiseptik. Cairan antiseptik dianggap mampu mengurangi infeksi dan kuman yang ada di luka.
Di Indonesia, perawatan luka menggunakan cairan antiseptik amat populer. Namun menurut dokter spesialis luka, Adisaputra Ramadhinara langkah ini tak terlalu penting. Bahkan, penggunaan cairan antiseptik ini dikatakan hanya popular di Indonesia. Beberapa negara maju bahkan sudah jarang memakai cairan ini.
"Penggunaan antiseptik di luar negeri tidak lagi populer karena sebenarnya penggunaan antiseptik justru berefek negatif pada sel-sel yang membantu penyembuhan luka," kata Adi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (2/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penggunaan antiseptik efeknya ke fibroblast (sel pembentuk jaringan kulit baru) tidak bagus."
Cairan antiseptik akan menghambat pembentukan fibroblast yang membuat luka cepat kering dan sembuh. Oleh karenanya, fibroblast ini juga akan menghambat terbentuknya jaringan baru di atas luka.
"Lagipula kalau pakai antiseptik kadang-kadang luarnya kering tapi dalamnya masih bonyok," katanya menambahkan.
Dibanding menggunakan antiseptik, Adi menyarankan untuk membersihkan luka dengan air steril. Selain itu, Anda juga bisa membersihkan luka dengan menggunakan larutan NaCl 0.9 persen yang bisa dibeli di apotik.
Kedua cairan ini digunakan untuk mencuci luka hingga benar-benar bersih sebelum ditutup. Namun jika tidak ada air steril, dokter tersertifikasi America Board of Wound Management itu menyarankan penggunaan air biasa. "Jangan gunakan air panas, air biasa saja. Karena air panas justru menyebabkan trauma pada penderita luka," ujarnya.
Apakah antiseptik tak bisa digunakan sama sekali? Adi mengatakan, penggunaan antiseptik atau antibakteri sangat ditentukan oleh tingkat keparahan atau kronisnya luka. Semakin parah, maka cairan antiseptik bisa jadi diperlukan untuk merawat lukanya demi mencegah infeksi.
"Antiseptik yang digunakan juga tertentu," tandasnya.
(chs/utw)