Jakarta, CNN Indonesia -- Pernahkah Anda mengalami kecelakaan, seperti jatuh tersandung atau bahkan kecelakaan lalu lintas, tapi tak ada satu pun orang yang menolong sampai Anda mencoba bangun sendiri? Jangan khawatir, Anda tidak sendirian.
Fenomena ini dinamakan
bystander effect. Ketika seseorang membutuhkan bantuan, orang-orang di sekitarnya yang melihat akan berpendapat pasti ada yang membantu. Celakanya, semua orang berpikiran seperti itu dan akhirnya tak seorang pun datang membantu.
Ada dua hal yang menyebabkan
bystander effect terjadi. Pertama, kehadiran banyak orang di sekitar lokasi kejadian membuat difusi tanggung jawab. Hal ini disebabkan ada kehadiran pengamat-pengamat lainnya, atau orang lain di sekitar, membuat seseorang tidak merasa ada keharusan untuk melakukan tindakan. Karena tidak ada pembagian tanggung jawab di antara orang-orang yang melihat kecelakaan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasan kedua adalah kebutuhan untuk berperilaku dengan cara yang benar dan dapat diterima secara sosial. Ketika menyaksikan sebuah kecelakaan dan orang lain tidak ada yang bereaksi dan menolong, orang lain sering menafsirkan hal ini sebagai tanda bahwa tidak ada respon yang harus dilakukan.
Peneliti lain telah menemukan bahwa para saksi kecelakaan cenderung melakukan intervensi jika situasi ambigu. Dalam kasus Kitty Genovese, seorang perempuan yang ditemukan ditusuk pisau.
Pada saat itu banyak dari 38 saksi melaporkan bahwa mereka percaya mereka menyaksikan "pertengkaran antara dua orang kekasih." Ketika Genovese ingin memasuki apartemennya ia bertengkar dengan kekasihnya kemudian secara tiba-tiba ia ditusuk.
Meskipun Genovese telah meminta bantuan berulang-ulang, tidak ada seorang pun di gedung apartemen di dekatnya yang mendengar tangisannya, menelepon polisi untuk melaporkan kejadian tersebut.
Tenyata, kondisi situasi tertentu dapat memainkan peran. Selama terjadi krisis, kekacauan sering terjadi dan situasinya tidak selalu jelas. Orang-orang di sekitarnya yang menyaksikan kejadian pun mungkin bertanya-tanya apa yang terjadi.
Selama masa kacau seperti itu, orang melihat pada orang lainnya yang juga menyaksikan kejadian yang sama untuk menentukan apa yang tepat. Ketika seseorang melihat tidak ada orang lain bereaksi, ia mengirimkan sinyal bahwa mungkin tidak ada tindakan yang diperlukan.
Yang mengejutkan, ternyata fenomena ini tak hanya terjadi pada orang dewasa. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Psycological Science baru-baru ini menemukan bahwa bystander effect juga terjadi pada anak-anak. Padahal pada studi sebelumnya anak-anak sering membantu.
Penelitian tersebut dilakukan pada 60 orang anak umur lima tahun. Mereka ditempatkan pada situasi di mana mereka dihadapkan pada sebuah kecelakaan kecil.
Peneliti menempatkan anak pada sebuah ruangan dan anak itu diminta mewarnai dengan cat air. Di bawah pengawasan peneliti anak tersebut pun mewarnai. Selain itu peneliti juga menempatkan dua anak lainnya yang diperintahkan dengan skenario tertentu untuk membantunya nanti.
Sebelum anak-anak mulai mewarnai, peneliti melihat genangan air dan menyekanya dengan tisu. Ia pun meninggalkan tisu yang tersisa di lantai.
Beberapa saat kemudian, peneliti "sengaja" menumpahkan cat air dibatas meja. Ia mencoba menahan air dengan tangan dan, setelah sekitar 15 detik, ia menyerah dan berkata "Ups," lalu mengerang.
Dia semakin memperlihatkan penderitaannya lebih jelas. Jika tak ada yang membantunya, dia meminta anak-anak untuk memberinya tisu. Dan jika tidak ada yang membantu setelah 90 detik, peneliti mengambil tisu sendiri.
Menurut temuan, ketika anak-anak lain yang hadir dan bersedia untuk membantu, peserta penelitian tidak bereaksi untuk mengambil tisu untuk peneliti. Jika anak-anak lain tidak membantu barulah para peserta mengambil tisu untuk membantu.
Peserta yang sendirian dengan peneliti di ruangan ternyata yang lebih cepat membantu daripada ketika mereka berada di dalam ruangan bersama dengan anak-anak lain.
Menariknya, anak-anak mengatakan bahwa itu bukan tanggung jawab mereka untuk membantu peneliti jika ada anak-anak lain di ruangan untuk membantu.
"Studi ini menunjukkan bahwa meskipun anak-anak biasanya sangat membantu, kecenderungan untuk membantu dapat berbeda dalam keadaan tertentu," kata psikolog dan peneliti, Maria Plötner.
(utw/utw)