Jakarta, CNN Indonesia -- Jauh sebelum memulai kariernya sebagai pesohor boga, Sisca Soewitomo kecil sering belajar memasak dari sang nenek tercinta. Sisca bercerita, semua keluarganya memang selalu memasak di rumah. Bagaimana tidak, restoran saja jarang. Mau makan di mana lagi kalau bukan di rumah.
"Nenek saya selalu membuat masakan sendiri. Keluarga juga masak sendiri. Dari situ saya melihat," ujarnya saat ditemui di kawasan Bekasi, Jawa Barat.
(Baca juga:
Sisca Soewitomo Belasan Tahun Jadi Bintang ‘Adegan Panas’)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Makanan pertama yang dibuat Sisca adalah kastengel. Di bawah pengawasan sang nenek, ia berusaha membuat kudapan itu dengan baik agar hasilnya pun memuaskan.
"Saya belajar membuat kastengel itu harus membuatnya dengan rapi. Itu dipoles dengan kuning telur. Olesnya pakai bulu ayam karena belum ada kuas. Jadi rapi semua mengikuti garisnya," kata Sisca menceritakan kisahnya.
Berkat kemauan belajar Sisca yang tinggi dan bantuan sang nenek, akhirnya ia pun berhasil membuat kastengel.
Kebiasaan memasak Sisca tak berhenti begitu saja. Bahkan saat duduk di bangku SMP, ia sudah pandai membuat kue sus dan menjualnya. "SMP sudah jualan sus, supaya saya punya duit."
Begitu lulus dari bangku SMA di Surabaya, Sisca memutuskan untuk melanjutkan kuliah ke Jakarta. Kala itu ia mengambil jurusan kedokteran.
"Dulu kuliah di kedokteran tapi saya kurang berkenan," ujar Sisca. Merasa tak berada pada jalan yang benar, akhirnya saat tingkat dua pun Sisca memutuskan untuk berhenti. Padahal dulu ia bercita-cita menjadi dokter. Tapi, apa boleh buat, panggilan jiwa berkata lain.
Berhenti kuliah, Sisca pun memutuskan untuk menikah. Namun, tak berapa lama ia kembali meneruskan studinya. "Tingkat dua saya keluar. Punya anak, kuliah lagi," katanya. "Tahun 1973 sudah menikah punya anak."
Saat itu, Sisca berada antara dua pilihan, kuliah di jurusan seni rupa atau perhotelan. Akhirnya pun ia memilih kuliah di jurusan Perhotelan Trisakti. "Saya pikir tidak akan banyak belajar. Saya pikir saya sudah tahu," ujarnya.
Mengenyam pendidikan di jurusan perhotelan, membuat Sisca menyadari kalau ini adalah jalan terbaiknya. Pintu-pintu kesuksesan mulai terbuka. Bahkan saat kuliah ia sudah bisa bekerja.
"Itu jalan yang paling oke buat saya. Saya bisa meniti karier lumayan. Pas kuliah dapat kerjaan bantu-bantu," katanya mengungkapkan. Saat itu ia berkesempatan untuk menjadi pekerja lapangan di Pasific Asia Travel Association (PATA) conference.
Tak hanya itu, ia pun mendapat kesempatan menjadi asisten dosen. Bahkan ia berhasil mendapatkan beasiswa melanjutkan studi di American Institute of Baking di Manhattan, Kansas, Amerika Serikat. Di sana, ia mendapatkan banyak pengetahuan tentang roti dan makanan lainnya.
Selesai mengenyam pendidikan, ia pun kembali meniti karier di Tanah Air. Tapi pada tahun 1991 ia sedikit membelot dari masak-memasak. Sisca bergabung di sebuah majalah ternama di Indonesia sebagai manajer non redaksi. Profesi itu pun ia geluti selama kurang lebih lima tahun.
Selesai di majalah, ia berpindah haluan lagi ke pabrik. Sejak tahun 1995-1999 Sisca menjajal pengalamannya di bidang pengolahan makanan beku.
"Saya kerja di pabrik makanan beku karena saya bisa membuat nugget," ujarnya. "Dulu orang belum jualan nugget, saya sudah jual nugget untuk ekspor."
Tak pernah ada kesulitanMenjalani profesi sebagai juru masak, guru masak, dan pesohor boga, bagi Sisca adalah hal yang paling menyenangkan baginya. Bahkan, ia menyatakan tak pernah ada duka yang dirasa.
"Tidak ada duka semua suka. Duka itu tidak terlihat buat saya," katanya. Kuncinya hanya satu, bersyukur dan pintar menyikapi keadaan. "Itu kan bagaimana menyikapi yang ada menjadi oke, bukan memperkeruh," ujar perempuan berusia 66 tahun itu.
Baginya, apapun yang dikerjakan harus sesuai dengan keinginan hati dan diri sendiri. Agar tak terasa berat dalam menjalani hari-hari.
"Apapun yang kau kerjakan, kerjakanlah dengan apa yang ada di hati. Supaya secapek apapun, senang hati mengerjakannya," kata Sisca.
Menurutnya, yang penting dalam menjalani sebuah profesi adalah niat dan kemauan. Dengan modal itulah ia menjalani hidup dan profesianya hingga bisa berada pada puncak karier sampai sekarang ini.
"Yang penting adalah niat dan kemauan. Yang dijalani dengan ikhlas dan cinta.
(mer/mer)