
Kuliner Lokal, Cara Terampuh Hentikan Penyalahgunaan Formalin
Windratie, CNN Indonesia | Jumat, 24/04/2015 17:21 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Penyalahgunaan formalin pada bahan pangan sudah lama kita hadapi. Namun, sampai sekarang permasalahan tak kunjung dapat diselesaikan. Pedagang kerap memakai bahan pengawet kimia seperti boraks dan formalin untuk memperpanjang usia makanan, karena persaingan industri.
Dari mi basah, bakso, ikan asin, dan makanan lainnya, setiap hari kita dirundung perasaan khawatir, takut terpapar zat berbahaya itu. Namun, sebetulnya ada cara sederhana menghapus peredaran formalin, yakni dengan prinsip kuliner lokal.
Pemerhati warisan kuliner Indonesia Bondan Winarno berpendapat, makanan berformalin atau bahan-bahan berpengawet lainnya dengan sendirinya hilang, seandainya prinsip kuliner lokal benar-benar dipahami seluruh masyarakat.
Eat local pada prinsipnya adalah, hanya membeli makanan atau bahan makanan yang ada di daerah kita saja. “Bahkan ada batasannya, lebih dari radius 50 kilometer enggak boleh dimakan,” kata Bondan saat ditemui di peresmian sebuah pusat kuliner di Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Kamis (23/4).
Tujuannya menurut Bondan, agar ongkos transportasi rendah. “Supaya kita enggak terlalu banyak bakar-bakar bensin untuk membawa makanan ke tempat kita.”
Prinsip eat local ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari Bondan. “Saya pencinta makanan, tapi kalau teman-teman saya bilang, ayo makan kepiting Papua, saya enggak ikutan karena saya anti itu.”
Menurutnya, kepiting di daerah Muara Baru, Jakarta Utara tak kalah nikmat.
“Enggak usah cari kepiting Papua yang sudah pasti harganya mahal. Kalau saya sedang ke Papua cari kepiting Papua boleh saja, karena di situ menjadi lokal,” katanya mengungkapkan.
Bondan mencontohkan, konsep makanan lokal adalah ketika seseorang membeli makanan dari lingkungan di sekitarnya. “Katakanlah kalau kita beli tempe dari tempe tetangga kita.”
Dengan cara ini, terjadi pengawasan melekat. “Kita bisa lihat, 'kamu jangan jorok dong aku kan makan tempe kamu', dia pun enggak berani macam-macam, karena dia tahu konsumen dia ada di sekitar dia,” kata Bondan menjelaskan.
Di lain pihak, masih ada salah kaprah tentang kesegaran makanan. “Kita itu kurang pintar. Kita selalu mau makanan itu segar, fresh, itu salah karena ikan beku itu sama bagusnya dengan ikan segar,” kata Bondan.
Bondan bertanya, “Kamu pilih makan ikan segar yang sudah sepuluh jam lalu di pasar, atau pilih ikan beku yang begitu keluar dari kapal langsung dibekukan?” Dirinya sendiri mengaku akan memilih ikan beku.
“Karena sudah pasti kualitasnya lebih bagus dari yang sudah sepuluh jam dikerubungi lalat.” Membekukan adalah cara terbaik untuk menjaga kesegaran, ucapnya.
(win/mer)
Dari mi basah, bakso, ikan asin, dan makanan lainnya, setiap hari kita dirundung perasaan khawatir, takut terpapar zat berbahaya itu. Namun, sebetulnya ada cara sederhana menghapus peredaran formalin, yakni dengan prinsip kuliner lokal.
Eat local pada prinsipnya adalah, hanya membeli makanan atau bahan makanan yang ada di daerah kita saja. “Bahkan ada batasannya, lebih dari radius 50 kilometer enggak boleh dimakan,” kata Bondan saat ditemui di peresmian sebuah pusat kuliner di Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Kamis (23/4).
Tujuannya menurut Bondan, agar ongkos transportasi rendah. “Supaya kita enggak terlalu banyak bakar-bakar bensin untuk membawa makanan ke tempat kita.”
Prinsip eat local ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari Bondan. “Saya pencinta makanan, tapi kalau teman-teman saya bilang, ayo makan kepiting Papua, saya enggak ikutan karena saya anti itu.”
Menurutnya, kepiting di daerah Muara Baru, Jakarta Utara tak kalah nikmat.
“Enggak usah cari kepiting Papua yang sudah pasti harganya mahal. Kalau saya sedang ke Papua cari kepiting Papua boleh saja, karena di situ menjadi lokal,” katanya mengungkapkan.
Bondan mencontohkan, konsep makanan lokal adalah ketika seseorang membeli makanan dari lingkungan di sekitarnya. “Katakanlah kalau kita beli tempe dari tempe tetangga kita.”
Dengan cara ini, terjadi pengawasan melekat. “Kita bisa lihat, 'kamu jangan jorok dong aku kan makan tempe kamu', dia pun enggak berani macam-macam, karena dia tahu konsumen dia ada di sekitar dia,” kata Bondan menjelaskan.
Di lain pihak, masih ada salah kaprah tentang kesegaran makanan. “Kita itu kurang pintar. Kita selalu mau makanan itu segar, fresh, itu salah karena ikan beku itu sama bagusnya dengan ikan segar,” kata Bondan.
Bondan bertanya, “Kamu pilih makan ikan segar yang sudah sepuluh jam lalu di pasar, atau pilih ikan beku yang begitu keluar dari kapal langsung dibekukan?” Dirinya sendiri mengaku akan memilih ikan beku.
“Karena sudah pasti kualitasnya lebih bagus dari yang sudah sepuluh jam dikerubungi lalat.” Membekukan adalah cara terbaik untuk menjaga kesegaran, ucapnya.
(win/mer)
ARTIKEL TERKAIT

'Kuliner Daging Anjing, Cukuplah Tercatat dalam Sejarah'
Gaya Hidup 4 tahun yang lalu
Menikmati Makanan Kesukaan Sultan di Joglo Patheya
Gaya Hidup 4 tahun yang lalu
Bondan Winarno Benci Sekadar Bilang 'Maknyus!'
Gaya Hidup 4 tahun yang lalu
Ke Mana '30 Ikon Kuliner Tradisional Indonesia' Sekarang?
Gaya Hidup 4 tahun yang lalu
Nongkrong di Republik Makanan Terbesar di Selatan Jakarta
Gaya Hidup 4 tahun yang lalu
Kenapa Indonesia Tidak Boleh Protes Rendang Diklaim Malaysia?
Gaya Hidup 4 tahun yang lalu
BACA JUGA

Polisi Tangkap Produsen Mi Bogor Berbahan Boraks dan Formalin
Nasional • 16 September 2019 18:25
Takjil Mengandung Formalin Marak di Sejumlah Daerah
Nasional • 06 June 2018 11:36
Nostalgia Kuliner ala Jokowi di Libur Panjang Akhir Pekan
Nasional • 31 March 2018 19:57
VIDEO: Jokowi Akui Kalah Saing dengan Bisnis Sang Anak
Ekonomi • 20 December 2017 12:23
TERPOPULER

Penyebab Migrain yang Paling Umum Terjadi
Gaya Hidup • 7 jam yang lalu
Perang Topat, 'Perang' Pemersatu Islam dan Hindu di Lombok
Gaya Hidup 9 jam yang lalu
Mengenal Kanker Ginjal Seperti yang Diidap Vidi Aldiano
Gaya Hidup 15 jam yang lalu