Jakarta, CNN Indonesia -- Sudah empat kali desainer ternama, Itang Yunasz menggelar peragaan busana di pasar. Ide itu terbilang 'nyeleneh', apalagi jika dibanding desainer lain yang kerap menggunakan mal atau hotel untuk perhelatan produk fesyennya.
Tapi, justru menurut Itang, banyak rekan desainer yang iri padanya. Mereka juga ingin menyelenggarakan
fashion show di tengah pasar. Tentu saja bukan pasar tradisional yang becek dan bercampur segala macam aroma. Itang memilih menggunakan Pasar Tanah Abang.
"Banyak yang ingin melakukan seperti saya. Mereka melihat peluang besar di sini," ujar Itang saat ditemui pasca pagelaran fesyennya di Pasar Blok B Tanah Abang, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Itang sendiri sebenarnya punya alasan khusus mengapa menyelenggarakan
fashion show di pasar. Ia ingin semua orang melihat karyanya. Pedagang yang melihat pun bisa terinspirasi.
Yang unik, Itang tak masalah karyanya dijadikan inspirasi, bahkan disontek. "Saya tidak takut disontek.
Go ahead, ayo kita bisa keluarin koleksi sama-sama," kata Itang.
Langkah ini diambil Itang sekaligus untuk berbagi pada sesama, tak hanya mementingkan profit belaka. "Ini yang ingin saya gali. Selain memikirkan uang dan rezeki yang banyak saya ingin memberikan hal itu," ucapnya.
Meski tergolong desainer pertama yang menjamah kelas menengah bawah, Itang tak ingin menguasai seluruh pasar. Ia bahkan mengaku tak sanggup jika harus memenuhi semua permintaan.
Ia pun mempersilahkan siapa saja yang mau mengikuti langkahnya, memenuhi permintaan pasar kelas menengah. "Penduduk Indonesia itu 250 juta, satu persennya saja saya tidak bisa memenuhinya," ujar desainer busana muslim itu.
Pernah disontekBicara soal sontek-menyontek karya, Itang punya pengalaman dengan itu. Ia bercerita, pada masa awal membuat Kamilaa, produk Itang pernah disontek orang lain.
"Waktu awal bikin Kamilaa saya keluar dengan tema Bali. Saya bikin rok. Di Metro depan dijual dibikin rok kayak gitu juga, macam-macam koleksinya. Ternyata mereka beli dan cepat," ujar Itang bercerita.
Melihat itu, Itang tak marah atau melabrak ke penjual. Melaporkan ke pihak berwajib pun tidak. Ia justru melawannya dengan teknik yang agak berbeda. Ia memainkan harga jual.
"Saya langsung punya trik lain. Saya bikin juga rok itu tapi saya tekan harganya lebih murah dari dia. Akhirnya enggak produksi lagi dia," katanya.
Menurut pria yang pernah menempuh pendidikan fesyen di Italia itu, penyelesaian dengan amarah justru tak akan membuat masalah selesai. "Saya juga ingin sesuatu yang saya kerjakan bisa manfaat buat orang banyak. Kalau saya marah-marah, berarti saya enggak terima."
(rsa/rsa)