Jakarta, CNN Indonesia -- Perkembangan fesyen lokal di Tanah Air memang sedang terus tumbuh. Hal ini juga terlihat dari banyaknya indistri fesyen baru yang meramaikan pasar.
Namun, menurut desainer yang sudah bergelut 24 tahun di bidang fesyen, Musa Widyatmodjo, pertumbuhan Indonesia masih kalah dengan negara lainnya di Asia Tenggara. Industri lokal yang dimaksud Musa adalah tingkat pertumbuhan ekonomi para pengusaha fesyen lokal Indonesia.
"Kalau untuk industri (fesyen), Indonesia ketinggalan. Thailand lebih bagus," kata Musa saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengungkapkan, ada tiga kompetitor terberat Indonesia dalam hal industri fesyen, yaitu Thailand, Vietnam, dan Laos. Hal ini disebabkan, tingginya kesadaran masyarakat di ketiga negara tersebut untuk memakai produk lokal. "Karena masyarakatnya punya kesadaran tinggi untuk menghargai, mengapresiasi, dan memberikan tempat terhadap produk lokalnya sendiri," kata Musa.
Sementara itu, di Indonesia, khususnya di kota besar yang terjadi justru sebaliknya. Masyarakat kota besar di Indonesia justru lebih banyak terpesona dengan merek-merek fesyen asal internasional.
"Kalau di Indonesia masih kurang, ya. Pakai sarung ke mal saja ditertawakan. Padahal kan itu (sarung) asli dari Indonesia," ujar Musa bercerita.
Kondisi ini sangat berbeda dengan di Jepang. "Tidak ada orang Jepang yang pakai kimono dan ditertawakan. Mau dia di jalan atau di mana juga tidak ada yang menertawakan."
Tapi, menurut Musa, Indonesia bisa jadi yang terdepan dalam hal fesyen, meski bukan industri fesyen. "Sebagai pemakai, Indonesian termasuk yang maju."
Tak percaya? Tengok saja retail lini busana yang ada di mal-mal premium di Indonesia. Sebagian besar mal ini menjual aneka produk fesyen dari berbagai merek internasional yang mewah dan terkenal di dunia. Dalam waktu yang singkat mereka pun bisa menjamur di mana-mana. Konsumen pun tak segan untuk menghabiskan uang mereka bisa mendapat produk keluaran terbaru dari merek internasional tersebut. Akan tetapi coba bandingkan saja dengan merek lokal.
Ada berapa banyak merek lokal yang mendapat tempat di mal premium? Atau berapa banyak orang yang mau menghabiskan uangnya untuk membeli produk terbaru dari desainer lokal?
"Retail asing ke Indonesia. (Itu) jagonya. Tapi untuk retail sendiri kalah," kata Musa.
(chs/utw)