Awalnya, Wisata Curug Cigamea Dibangun Swadaya Masyarakat

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Senin, 11 Mei 2015 19:05 WIB
Sudah puluhan tahun kawasan wisata Curug Cigamea dibuka untuk umum. Masyarakat setempatlah yang pertama kali memrakarsainya, tanpa bantuan dari Pemerintah.
Curug Cigamea (CNNIndonesia/Tri Wahyuni)
Jakarta, CNN Indonesia -- Meski berada di Bogor dan dekat dengan Ibu Kota, kawasan wisata Curug Cigamea belum terlalu terdengar dengungnya. Kalau tidak ke puncak untuk bermalam, para wisatawan pasti memilih berwisata kuliner di Kota Hujan itu.

Padahal kawasan wisata yang terdapat di Taman Nasional Gunung Salak-Halimun ini memiliki pemandangan dan suasana yang asri. Yang biasanya dicari warga Ibu Kota yang sudah terlalu penat dengan gedung-gedung indah yang tinggi menjulang.

Sudah puluhan tahun lamanya kawasan wisata ini dibuka untuk umum. Masyarakat setempatlah yang pertama kali memrakarsainya, tanpa bantuan dari pemerintah. "Tahun 1990-an dibuka oleh swadaya masyarakat," kata pengelola kawasan wisata Curug Cigamea, Ismanto.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lima tahun berikutnya barulah pemerintah setempat turun tangan. "Tahun 1995 baru ada bantuan dari Pemda," ujar Ismanto.

Awal terbentuknya kawasan wisata ini benar-benar mulai dari nol. Melihat ada potensi wisata, lantas masyarakat menyumbang untuk membangun kawasan wisata. Prosesnya dimulai dari pembebasan lahan yang diwakili salah seorang warga, kata Ismanto.

Akses ke air terjun yang saat ini berupa jalanan batu yang cukup nyaman dipijak pun tadinya hanya berupa tanah. Bisa dibayangkan betapa sulitnya rute yang harus ditempuh menuju curug. Belum lagi kalau cuaca sedang hujan, jalan yang cukup terjal itu pasti licin dan sulit dilalui.

Sepuluh tahun berlalu, barulah pemerintah membuat jalan setapak yang saat ini bisa dilakui wisatawan. "Jalan ini dibangun sekitar tahun 2000 oleh Pemda," ujar Ismanto.

Saat ini, 25 tahun setelah kawasan wisata ini ada, sepertinya kondisinya tak banyak perubahan. Masih banyak sampah di sana sini. Gubuk-gubuk di sekitar lokasi pun banyak yang kosong.

Padahal bisa digunakan untuk warga menjual makanan, minuman, atau souvenir. Tapi, jika dilihat beberapa gubuk memang seperti tak layak ditempati. Entah karena sudah lama tidak digunakan atau rusak, lalu ditinggalkan.

Sayang sekali, kawasan wisata ini agaknya tak berkembang dengan baik. Seperti berjalan apa adanya saja. Jalan di tempat. Pemerintah setempat mungkin bisa mendorongnya agar bisa berkembang lebih baik. Mengingat pengunjungnya tiap akhir pekan bisa mencapai 700-1.000 orang.

(chs/chs)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER