Kasus Obat Palsu di Indonesia Kembali Tumbuh

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Rabu, 03 Jun 2015 18:43 WIB
Kasus obat palsu yang beredar di Indonesia sudah tergolong kasus yang seringkali terjadi, bahkan hampir setiap tahun kasus obat palsu ditemukan.
Obat-obatan palsu yang beredar di masyarakat (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia beberapa hari terakhir dihebohkan dengan kabar beredarnya beras palsu yang disinyalir merupakan beras plastik. Jika kabar beras palsu sudah sangat menghebohkan masyarakat, maka untuk kasus obat palsu mungkin sudah kepalang biasa.

Kasus obat palsu yang beredar di Indonesia sudah tergolong kasus yang seringkali terjadi, bahkan hampir setiap tahun kasus obat palsu ditemukan.

Menurut laporan yang disampaikan Arus Setiono, Dirut Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam seminar memperingati hari anti obat palsu dunia, menyampaikan kasus obat palsu di Indonesia lima tahun terakhir kembali menunjukkan kenaikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kasus obat palsu sempat turun di 2012 namun kembali naik di 2013 dan masih hingga 2014 kemarin," kata Arus ketika ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (3/6).

Dalam laporan temuan BPOM tersebut, jenis obat palsu di 2012 adalah yang terendah dalam lima tahun terakhir dengan temuan enam jenis obat palsu. Lalu kemudian naik drastis hingga 13 jenis di 2013 dan tahun lalu BPOM menemukan 14 jenis obat palsu beredar di masyarakat.

Sedangkan untuk kasus obat tanpa izin edar (TIE) mengalami penurunan setelah puncak tertinggi terjadi pada 2012 dengan 118 jenis obat ilegal beredar. Tahun lalu, sebanyak 72 jenis obat ilegal beredar, namun belum merupakan yang terendah sejak 2010 dengan 36 kasus.

"Naiknya kembali jumlah obat palsu diduga karena kondisi ekonomi yang kembali sulit hingga masyarakat memilih jenis obat palsu yang murah," kata Arus.

Obat palsu menurut BPOM termasuk dalam kategori sangat membahayakan bagi kesehatan. Karena kandungan zat yang berada di dalamnya hanya ada dua kemungkinan, yaitu jika bukan tanpa zat bermanfaat ataupun berada di luar ambang batas yang ditetapkan.

Dampak yang dirasakan apabila mengonsumsi obat palsu dapat beragam, mulai dari penyakit yang tak kunjung sembuh karena kekurangan dosis ataupun mikroba yang semakin kebal, hingga berujung dengan kematian.

"Dalam pertemuan WHO di Geneva baru-baru ini dilaporkan, Indonesia termasuk dalam negara dengan resistensi atau kekebalan mikroba yang tinggi, akibat dengan mudahnya mengonsumsi antibiotik," kata Arus.

Dalam kesempatan yang sama, Parulian Simajuntak, Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufactures Group (IPMG) atau Asosiasi Produsen Farmasi Internasional menyatakan bahwa maraknya peredaran obat palsu ditengarai oleh beragam faktor, salah satunya adalah hukum yang lemah.

"Dalam Undang-undang di Indonesia, tidak ada yang spesifik menyebutkan obat palsu di dalamnya," kata Parulian.

Di Indonesia, setidaknya ada tiga Undang-undang yang menurut Parulian menyinggung terkait obat-obatan, yaitu UU Kesehatan, UU Merek, dan UU Perlindungan Konsumen.

Dalam UU Kesehatan, hanya tercantum dua kategori obat yaitu obat yang tidak sesuai syarat kesehatan dan obat dengan tanpa izin edar. Kemudian dalam UU Merek, hanya mencantumkan terkait dengan pelanggaran merek obat. Sedangkan dalam UU Perlindungan Konsumen hanya menyebutkan hukuman bagi produsen obat yang terbukti membahayakan konsumen.

Atas kondisi ini Parulian mengharapkan pemerintah mampu membuat sebuah kebijakan yang khusus membahas mengenai obat palsu dengan hukuman setimpal. Dirinya juga menghimbau pemerintah untuk bekerja sama di tingkat regional dan internasional guna memberantas peredaran obat palsu yang melibatkan mafia perobatan.

"Tapi yang tidak kalah penting adalah, kesadaran masyarakat untuk dapat membedakan dan menyadari bahaya penggunaan obat palsu,” kata Parulian.



(mer)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER