Jakarta, CNN Indonesia -- Pekerjaan dan aktivitas sehari-hari dapat menimbulkan nyeri sendi, otot, atau tulang. Bahkan, sekitar 80 persen warga kota mengalami gangguan yang disebut muskuloskeletal ini. Penyakit inipun menjadi penyumbang pasien terbesar kedua di seluruh dunia setelah influenza.
Sayangnya, banyak dari penderita tak tahu harus berobat ke mana. Banyak orang pergi ke tempat pijat dan pengobatan alternatif yang justru malah menambah runyam penyakit.
"Kita tidak tahu mana tukang pijat yang paham mengenai ilmu kinesiologi atau tidak. Bahkan, banyak dokter juga tidak mengetahui muskuloskeletal karena tidak diajarkan pada sekolah dokter umum," ujar dr Aditya Wahyudi, SpKFR (dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi) dalam junpa pers di Jakarta, ditulis pada Rabu (10/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keadaan semakin parah ketika mengetahui bahwa Indonesia mendapat ancaman besar akibat keluhan yang kerap dianggap sepele ini. Pasalnya, nyeri otot, tulang, dan sendi dapat mengganggu aktivitas sehingga akhirnya kualitas hidup menurun.
"Parahnya lagi, Indonesia itu negara peringkat kelima dunia dengan populasi orang tua terbanyak. Faktor usia tentu menyebabkan banyakanya masalah muskuloskeletal," ucap dr Ferius Soewito, SpKFR.
Ancaman semakin besar karena generasi muda pun memiliki risiko besar terkena muskuloskeletal. "Berbagai kegiatan seperti cedera olahraga biasanya dialami anak muda," tutur Ferius.
Selain itu, populasi generasi muda Indonesia juga banyak. Pada saatnya nanti, mereka akan menua dan menghadapi masalah muskuloskeletal yang lebih parah.
"Seiring dengan harapan hidup manusia di Indonesia yang meningkat, jumlah penderita muskuloskeletal diperkirakan akan meningkat 20-35 persen dalam kurun waktu 10-15 tahun ke depan. Harapan hidup tinggi, tapi hidupnya tidak senang. Untuk apa?" kata Dewan Kehormatan American College of Sport Medicine, Arif Soemarjono.
Karena itu, pengobatan harus sangat berhati-hati. Arif mengatakan bahwa jika mengalami masalah pegal atau ngilu di sekitar otot atau tulang, disarankan untuk pergi ke dokter.
"Dokter mana? Kalau sekadar pegal, boleh ke tukang pijat. Tapi kalau sudah penyakit, harus ke dokter. Masalah muskuloskeletal tentunya pergi ke dokter spesialis fisik dan rehabilitasi medis," katanya.
Menurut Arif, dokter rehabilitasi fisik sudah memiliki bekal cukup untuk mendeteksi penyebab cedera. "Ada banyak penyebab, misalnya faktor biologis, aktivitas sehari-hari, sikap kerja tidak alamiah, dan lain-lain," ujar Arif.
Dokter rehabilitasi fisik tak hanya mengobati nyeri, tapi juga mencari akar masalah. "Untuk apa mengobati nyeri, padahal masalahnya ternyata diabetes? Diabetesnya berarti yang harus diobati. Hal-hal seperti itu gunanya pergi ke dokter spesialis," kata Ferius.
Selain itu, dokter rehabilitasi medik juga memberikan arahan perbaikan pola hidup atau pengobatan yang harus dijalani pasien. "Semua orang berbeda pola latihan atau pengobatannya. Konsultasi sangat penting," ucap Arif.
Dokter rehabilitasi medik dapat ditemukan di tempat-tempat khusus, seperti Flex-free. Biaya konsultasi dan pengobatan bervariasi dalam kisaran Rp 100-500 ribu.
(mer)