Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak seperti kebanyakan poster kampanye, desain poster Daniel Britton (25) ini hampir tidak bisa dibaca.
Sebagian dari huruf-hurufnya hilang. Lambatnya proses memecahkan kode kata-kata dalam poster tersebut membuat frustasi dan meletihkan.
Begitulah rasanya memiliki disleksia, kata Britton, yang menciptakan gambar tersebut untuk meningkatkan kesadaran akan kondisi disleksia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Britton, yang berasal dari Hartley, Kent, Inggris, menciptakan poster itu di tahun terakhirnya belajar di universitas. Dia percaya, disleksia telah disalahartikan dan disalahpahami.
Dia berkata, “Retorika tentang orang-orang disleksia adalah mereka bodoh, mereka malas, mereka tidak berusaha.”
Sebagian besar kampanye untuk meningkatkan kesadaran kondisi ini, atau yang berusaha menjelaskan seperti apa rasanya bagi mereka yang tidak memiliki kondisi ini, tidak cukup menangkap pengalaman orang disleksia, katanya.
“Ketika orang coba untuk mensimulasikan disleksia, mereka akan membuat beberapa huruf kabur, meletakkan huruf 'e' kembali ke depan dan membuka ruang di antara kata-kata,” katanya, seperti dilansir dari laman danielbritton.info
“Otak manusia masih bisa mengatasinya dan mendekodekan itu. Jadi, orang masih bisa membacanya. Itu seperti tidak memiliki disleksia sama sekali.”
Bagi kebanyakan orang dengan disleksia, Britton melanjutkan, huruf dan angka tidak melompat-lompat di halaman kertas dan warna tetap sama. Disleksia hanya memecah komunikasi antara mata dan otak.
“Anda bisa melihat informasi, Anda bisa melihat setiap huruf sempurna tapi ada sesuatu dalam pikiran Anda yang menghentikan atau memperlambat proses informasi.”
Disleksa terjadi setidaknya pada satu dari sepuluh orang. Disleksia memengaruhi lebih dari 700 juta anak-anak dan orang dewasa di seluruh dunia, menurut badan Dyslexia International.
 Poster disleksia Daniel Britton. (Dok. Daniel Britton) |
Disleksia adalah kondisi di mana seseorang kesulitan untuk membaca, menulis, mengeja, dan menyusun kata. Disleksia tidak hanya memengaruhi keberhasilan akademis, tapi juga harga diri dan perkembangan sosial-emosional seseorang.
Britton didiagnosis dengan disleksia pada usia 18 tahun. Bertahun-tahun dia berjuang di sekolah tanpa bantuan dan gagal dan dalam semua ujian, kecuali desain grafis.
Di tahun terakhirnya di London School of Communication dia memutuskan membuat desain untuk menyampaikan pengalaman disleksia kepada orang-orang yang tidak menderita disleksia agar mereka bagaimana rasanya memiliki disleksia.
Dia memakai font standar Helvetica, dan menghilangkan 40 persen dari garis huruf sehingga memperlambat seseorang ketika membacanya.
“Saya ingin membuat orang-orang non-disleksia memahami seperti apa membaca dengan kondisi tersebut, menciptakan kembali frustasi dan rasa malu ketika membaca teks tersebut.”
“Ini bukan apa yang dilihat oleh orang disleksia, tapi hanya menciptakan kembali pengalaman.”
Britton mengatakan, dia percaya bahwa sekali disleksia dipahami maka masyarakat bisa menciptakan kondisi belajar yang lebih baik bagi siswa disleksia. Juga membuat mereka unggul seperti yang bisa dilakukan oleh orang lain.
 Poster disleksia Daniel Britton. (Dok Daniel Britton) |
(win/mer)