Jakarta, CNN Indonesia -- Anak-anak yang mengalami cedera otak traumatis dapat mengalami penyimpangan perhatian dan reaksi lebih lama dari anak-anak yang menderita trauma di bagian tubuh lain, berdasarkan laporan para peneliti, seperti dilansir dari laman Reuters.
Masalah perhatian tersebut telah terlihat pada orang dewasa yang mengalami cedera otak traumatis.
Penulis penelitian Marsh Konigs dari Universitas VU, Amsterdam, mengatakan, ini merupakan penelitian pertama yang melaporkan tidak hanya penyimpangan perhatian pada anak-anak dengan cedera otak traumatis, tetapi juga efeknya terhadap kecerdasan dan permasalahan perhatian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim peneliti membandingkan 113 anak, berusia enam sampai tiga belas tahun, yang menderita cedera otak traumatis, dan 53 anak-anak yang menderita cedera non-kepala. Setelah rata-rata satu setengah tahun mengalami cedera, orang tua dan guru menilai masalah perhatian dan masalah internalisasi, misalnya agresi, yang lebih tinggi pada anak-anak dengan cedera otak traumatis.
Para peneliti menemukan, waktu reaksi rata-rata anak dalam kelompok cedera otak traumatis adalah lebih lambat, dibandingkan dengan kelompok trauma lainnya.
Sebanyak 91 anak memiliki cedera otak traumatis dari tingkat sedang sampai parah. Artinya, mereka kehilangan kesadaran selama lebih dari 30 menit dan mengalami amnesia pasca-trauma setidaknya selama satu jam.
Berdasarkan laporan dari jurnal Pediatrics, kelompok ini memiliki skor IQ lebih rendah dan mengalami penyimpangan perhatian lebih banyak, dibandingkan 24 anak-anak dengan cedera otak traumatis ringan.
Anak-anak dengan cedera otak traumatis ringan dan tambahan risiko, misalnya sakit kepala, muntah, atau kejang, setelah cedera juga memiliki skor IQ lebih rendah dan penyimpangan perhatian yang lebih banyak.
Masalah perhatian tersebut akan bertahan lebih dari satu tahun setelah cedera. Jadi, tidak mungkin anak-anak menyelesaikan sendiri masalah tersebut dari waktu ke waktu, ungkap Konigs.
Bradley L, Schlaggar, kepala divisi pediatrik dan pembangunan neurologi di Fakultas Kedokteran, Universitas Washington di St. Louis, Amerika Serikat, mengatakan, selama lebih dari lima belas tahun, sekarang para peneliti telah mengetahui bahwa gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) sekunder dapat berkembang setelah cedera otak pada anak-anak.
Konsekuensi cedera otak traumatis bervariasi antara anak-anak, tergantung pada tingkat keparahan cedera dan faktor-faktor lainnya, ujar Konigs.
(win/mer)