Jakarta, CNN Indonesia -- Satu per satu desainer Indonesia mulai merambah panggung dunia. Mereka mulai mendapatkan undangan-undangan untuk menghadiri ajang fashion week di luar negeri.
Hong Kong Fashion Week, New York Fashion Week, Tokyo Fashion Week, sampai Paris Fashion Week sudah pernah dijajal desainer Indonesia. Sebut saja Tex Saverio, Farah Angsana, Toton, dan Etu.
Kendati belakangan ini banyak desainer yang lalu lalang di kancah global, tapi menurut Mantan Ketua Umum Pusat Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Taruna K. Kusmayadi, jumlah tersebut masih sedikit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah tenan dari brand Indonesia di ajang fashion week dunia pun masih terbilang sedikit. Jumlahnya masih berkisar di angka puluhan.
"Kalau di Hong Kong jumlahnya 20-40 brand, ada baju, ada aksesori. Di Paris mungkin tidak banyak, baru delapan brand," kata Taruna kepada CNN Indonesia saat ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (2/9).
Taruna mengatakan, salah satu alasan masih sedikitnya desainer dalam negeri yang merambah ke panggung fesyen dunia disebabkan pendanaan yang minim. Desainer Indonesia masih bersifat artisan, sehingga tidak memiliki kemantapan dalam pendanaannya.
"Ikut fashion week kan modalnya besar. Terus tidak bisa satu kali saja ikutnya. Harus sampai buyer dan agen di sana tahu dan aware sama brand-nya," ujar Taruna.
Untuk itulah, jika ingin cepat dikenal dan brand-nya laku di pasaran, desainer harus ikut fashion week berkali-kali. Tidak cukup satu kali saja.
"Nanti kalau satu kali saja begitu fashion week berikutnya dicari, lho kok sudah tidak ada," katanya.
Maka dari itu, Taruna menyarankan agar para desainer bisa mandiri dan menggaet investor untuk brand-nya sendiri. Sebab untuk bisa berada di pasar internasional modalnya sangat besar.
"Kalau untuk stand 9 meter persegi saja itu harga 80 Euro belum sewa produksinya. Belum pergi ke sananya. Kalau saya bilang, sooner or later desainer harus privatisasi. Jadi harus cari investor sendiri," kata laki-laki berkepala plontos itu.
Menurut Taruna, desainer tidak bisa mengandalkan pemerintah jika ingin bertarung di dunia internasional. Sebab, pemerintah harus menolong banyak orang.
Kalaupun seandainya pemerintah bisa menolong dan membantu pendanaan, itu pun biasanya hanya dilakukan sekali saja karena masih banyak desainer lainnya yang juga menunggu bantuan pemerintah.
"Jangan harap pemeintah bisa membantu terus. Apalagi kalau ganti pemerintahan, ganti presiden. Jangan harap. Harus cari investor," ujarnya.
(mer)