Kisah Nikmat hingga Sengsara dari Sepatu Hak Tinggi

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Minggu, 13 Sep 2015 11:10 WIB
"Tek tok, tek tok..."Suara yang sanggup mengalihkan fokus sebagian orang berasal dari jenis sepatu wanita bernama high heels.
Ilustrasi (Jassie Singh/Flickr)
Wanita ini adalah salah satu pemimpin perusahaan BUMN, PT Angkasa Pura Retail, yaitu Teges Prita Soraya.

Di depan para sosialita yang menghadiri perilisan buku Fenomenologi Wanita Ber-high Heels di Plaza Senayan beberapa waktu lalu, Teges menceritakan pengalamannya.

"Ketika saya mengenakan high heels, secara otomatis badan saya menjadi tegap dan merasa lebih," kata Teges.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perasaan itulah yang membuatnya kecanduan mengenakan high heels, bahkan sejak dirinya remaja. Kesukaannya tersebut semakin menjadi ketika berkarier dalam pekerjaan di tengah para laki-laki.

Sebagai wanita satu-satunya ketika menghadiri rapat pimpinan perusahaan, Teges membutuhkan 'nilai tambah' dibandingkan kolega-koleganya, dan ia mendapatkannya dalam bentuk high heels setinggi sembilan sentimeter.

Baginya, pakaian boleh formal namun sepatu high heels membuat pakaian 'kaku' yang ia kenakan menjadi lebih 'cantik'.

Namun, semua mulai pudar ketika ia memasuki usia 40-an.

"Dahulu tahan pakai heels, sekarang ketika sudah lewat usia 40, hanya bertahan hingga acara perusahaan usai, selepasnya, langsung dicopot karena tidak tahan," kata Teges sembari tertawa.

Meski sakit, Teges masih 'melindungi' sepatu high heels miliknya. Ia mencopot high heels, memasukkannya ke dalam tas khusus lalu mengenakan sneaker.

Dirinya pun lebih mementingkan memayungi tas dan high heels-nya ketimbang kepala saat hujan turun.

Wanita berambut lurus ini pernah harus ke dokter lantaran kakinya mengalami perubahan struktur tulang, kakinya mengikuti bentuk sepatu high heels yang selalu ia pakai.

Bukan hanya di bagian kaki ia mengalami perubahan, namun juga bagian pinggul. Seiring dengan bertambahnya umur, encok kerap kali ia rasakan setelah mengenakan high heels dalam durasi yang lama.

Namun kecanduan wanita ini akan high heels sedikit berkurang. Selain karena 'peringatan' yang datang dari sang kekasih dan anak-anak, rasa sakit yang datang kepadanya setiap kali mengenakan high heels juga menjadi faktor pendukung.

Meski berkeinginan mengurangi ketergantungan dirinya akan high heels, tapi ia belum tahu kapan benar-benar akan berhenti. Ia sendiri pun tak ingin menurunkan walau hanya setengah sentimeter dari tinggi heels-nya.

"High heel is something small that makes women happy," kata Teges. "Jadi jangan lupa bawa sneakers," lanjutnya sembari tertawa.

Terbiasa karena Terpaksa

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3 4
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER