Jakarta, CNN Indonesia -- Peraturan gubernur yang tengah digodok mengenai peredaran daging anjing untuk dikonsumsi mendapat banyak kecaman.
Banyak pihak berpendapat bahwa yang seharusnya digodok adalah pelarangan konsumsi daging anjing. Apalagi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sendiri juga mengaku dirinya tidak dapat melarang warga DKI Jakarta untuk tidak mengonsumsi daging anjing.
Peraturan mengenai peredaran daging anjing pun dibuat lebih untuk memastikan penyakit rabies tidak berkembang di Jakarta. Di luar perdebatan soal peraturan peredaran daging anjing, ada alasan kenapa begitu banyak orang berjuang menghentikan konsumsi daging anjing. Rabies, itu jelas masalah kesehatan yang harus segera dimatikan peredarannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, di luar alasan rabies, ada faktor lain kenapa anjing atau hewan peliharaan lainnya, bukan hewan yang pantas untuk dikonsumsi. Pepatah mengatakan, anjing adalah sahabat setia manusia.
Anjing tidak sekedar pandai menangkap tongkat atau menyapa Anda setelah hari melelahkan di tempat kerja, beberapa penelitian mengungkap bahwa anjing benar-benar sahabat terbaik manusia.
Salah satunya adalah adanya hormon cinta yang memberikan ikatan antara ibu dan bayinya. Peneliti di Jepang menemukan adanya hormon oksitosin yang meningkat keitka anjing dan pemiliknya berinteraksi.
Hormon oksitosin adalah hormon yang dilepaskan ke dalam aliran darah oleh seorang perempuan setelah melahirkan bayi dan selama menyusui.
Dilansir dari Independent, hasil studi mengatakan bahwa hormon oksitosin dapat menguatkan intensitas ikatan antara dua manusia, mengurangi kemampuan manusia untuk berpikir kritis, dan menumbuhkan rasa kepercayaan.
Selain itu, ditemukan pula, anjing yang sering menatap pemiliknya dapat meningkatkan hormon oksitosin di dalam aliran darah pemilik anjing. Itu mungkin alasan terbesar kenapa para pencinta hewan peliharaan terutama anjing menentang keras pergub peredaran daging anjing.
Namun, masih banyak fakta lain yang menguatkan keuntungan memiliki anjing. Dilansir dari laman Live Science berikut adalah tujuh manfaat kesehatan untuk anjing.
Pada kenyataannya, ini adalah konsep di balik program kunjungan hewan peliharaan ke rumah sakit dan pusat rehabilitasi. Anjing terapi mendorong mobilitas seseorang, kontak interpersonal, dan sosialisasi di antara pasien.
Menurut ulasan pada 2005, yang diterbitkan dalam British Medical Journal, anjing dapat bertindak sebagai 'katalis sosial'. Maksudnya, anjing dapat mengarahkan orang-orang ke interaksi yang lebih besar, juga mengurangi perasaan kesepian, terutama untuk pasien usia lanjut dengan cacat fisik.
Pemilik anjing juga lebih bisa mengatasi peristiwa yang penuh tekanan, itu sebabnya anjing membantu mereka menghindari penyakit ternteu, ungkap penelitian tersebut.
Beberapa studi mengatakan, pemilik anjing secara signifikan memiliki kemungkinan lebih kecil untuk meninggal dalam waktu satu tahun karena serangan jantung, dibandingkan mereka yang tidak memiliki anjing.
Kendati demikian, penelitian tersebut didasarkan pada sampel kecil, bukan berdasarkan populasi, dan dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
Beberapa anjing sangat handal dalam mencium zat terlarang dan bahan peledak. Kendati demikian, beberapa kecakapan penciuman anjing lebih baik digunakan dalam mendeteksi alergen.
Bagi orang-orang dengan alergi kacang parah, yang bahkan residu sangat kecil di udara bisa memicu reaksi alergi, penciuman anjing untuk mendeteksi kacang dapat sangat berguna. Laporan tersebut berdasarkan tempat pelatihan anjing Florida Canine Academy.
Anjing pendeteksi kacang, setelah melewati tahap latihan yang hebat dapat mendeteksi keberadaan jejak kacang di sebuah ruangan. Misalnya, sisa biskuit kacang di atas meja atau permen kacang yang tersembunyi di tas. Meskipun orang-orang yang alergi kacang tetap harus membawa obat alergi untuk kasus darurat, anjing pendekteksi kacang setidaknya bisa meringankan pikiran mereka.
Tugas anjing untuk menolong orang yang kejang adalah membantu mengamati kegiatan sehari-hari pemiliknya, lalu mengarahkan mereka dari situasi yang berbahaya. Ada banyak organisasi di Amerika Serikat yang melatih anjing mengatasi pemiliknya yang mengidap epilepsi.
Untuk sebagian besar kasus, anjing tersebut dilatih untuk mengenali perilaku atau perubahan bahasa tubuh yang halus saat serangan epilepsi. Namun, beberapa orang percaya bahwa anjing cukup tanggap untuk memperingatkan pemiliknya dari serangan epilepsi berikutnya, sehingga memungkinkan pemiliknya mengonsumsi obat penghalang kejang, sampai ke tempat yang aman dan meminta bantuan.
Banyak orang tua merasa khawatir untuk membiarkan balita mereka terekspos anjing. Mereka khawatir, anjing dapat memicu reaksi alergi atau eksim. Namun, penelitian awal menunjukkan bahwa anak-anak usia empat tahun secara signifikan lebih kecil kemungkinannya terkena eksim jika mereka berbaur dengan anjing sewaktu bayi.
Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Pediatrics pada 2011 tersebut mengikuti 636 anak, dan menemukan tingkat eksim yang lebih rendah pada anak-anak yang tinggal keluarga yang memelihara anjing.
Kenyataannya, bahkan untuk anak-anak yang alergi terhadap anjing, memelihara anjing tidak meningkatkan risiko berkembangnya eksim.
Beberapa anjing terlatih bisa mendeteksi kadar gula darah yang rendah. Berdasarkan artikel yang diterbitkan pada tahun 2000 British Medical Journal, lebih dari sepertiga anjing yang tinggal dengan pengidap diabetes dilaporkan menampilkan perubahan perilaku ketika gula darah pemiliknya jatuh. Kadang, bahkan sebelum pasien itu sendiri menyadarinya.
Dalam dua studi kasus, anjing-anjing tersebut tidak hanya mendeteksi jatuhnya kadar glukosa pemiliknya, mereka bahkan mendorong pemiliknya agar segera makan. Kendati begitu, masih belum jelas bagaimana anjing tersebut bisa melakukannya. Namun, mungkin saja mereka mendeteksi tremor otot atau perubahan aroma tuannya, kata penelitian tersebut.
Manfaat ini barangkali tidak mengejutkan bagi pemilik anjing yang kerap mengajak anjing mereka berjalan atau berolahraga bersama. Lagipula, dibandingkan hewan peliharaan yang lain, anjing lebih mungkin untuk mengemis minta diajak berjalan-jalan.
Menurut penelitian pada 2010 di American Journal of Public Health, anak-anak yang memiliki anjing menghabiskan waktu lebih sering melakukan aktivitas fisik dari yang tingkat sedang sampai tinggi, daripada anak tanpa anjing.
Efek ini meluas ke pemilik anjing dewasa. Menurut studi pada 2006 yang dilakukan oleh peneliti di Universitas Victoria, pemilik anjing lebih mungkin melakukan aktivitas fisik dari yang ringan sampai berat.
Rata-rata mereka berjalan 300 menit per minggu, dibandingkan dengan pemilik hewan peliharaan lain yang berjalan rata-rata 168 menit per minggu.
Laporan ilmiah tentang endusan anjing yang bisa mendeteksi kanker telah ada setidaknya dua dekade lalu. Menurut studi kasus pada 1989 dalam jurnal The Lancet, seorang pasien melaporkan bahwa anjingnya terus mengendus tahi lalat di kakinya. Bahkan, pernah mencoba menggigit tahi lalat tersebut untuk mencopotnya. Setelah diperiksa, ditemukan bahwa tahi lalat tersebut adalah melanoma ganas.
Namun, anjing tidak hanya pandai mencium kanker kulit. Beberapa juga bisa mendeteksi kanker kandung kemih, paru-paru, payudara, ovarium, dan usus besar. Bahkan labrador hitam berusia delapan tahun yang bernama Panda dengan tepat mendeteksi kanker kolorektal pada 33 dari 37 sampel napas dan tinja manusia yang dikumpulkan peneliti. Selain itu, menurut jrunal Gut yang dipublikasikan pada 2012, Panda sangat akurat mendeteksi kanker kolorektal stadium awal.
Tidak jelas apakah anjing tersebut membidik dengan tepat senyawa volatil tumor atau zat konvensional dalam cairan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan risiko kanker, misalnya zat dalam rokok, kata peneliti.