Jakarta, CNN Indonesia -- Depresi yang dibiarkan begitu saja akan membawa dampak negatif bagi sang anak. Mulai dari kehidupan sosialnya, sampai kesehatannya pun akan berpengaruh jika hal ini dibiarkan terlalu lama.
Psikolog anak dan keluarga Anna Surti Ariani mengatakan, anak yang mengalami depresi biasanya mengalami lemas dan kurang berminat melakukan aktivitasnya sehari-hari. Mereka juga sulit berkonsentrasi dan mengingat.
"Efeknya dalam pergaulan cenderung menjadikan anak jadi kurang banyak bersosialisasi. Lama-lama dia bisa disisihkan dari pergaulan dan prestasinya juga akan menurun," kata Nina, begitu Anna akrab disapa ketika dihubungi CNN Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga menjelaskan, anak yang depresi cenderung lebih mudah sakit. Hal ini disebabkan adanya penurunan kekebalan tubuh saat mereka depresi.
Jika kedua hal ini terjadi pada anak yang depresi, Nina mengatakan perkembangan anak akan terganggu.
"Bayangkan seorang anak yang sering sakit, tidak disukai teman, dan tidak bergaul. pergaulannya kurang bagus, pasti sedih terus. Dalam jangka panjang membuat mereka tidak bisa berkembang secara sehat," ujarnya.
Untuk itu Nina mengatakan, orang tua dan para guru bisa mengenali indikator depresi pada anak dan remaja. Jangan cepat menghakimi anak sebagai anak pemalas jika tiba-tiba nilainya menurun atau minatnya berkurang sebab bisa jadi perubahan itu terjadi karena anak depresi.
"Jangan sampai diberi label yang menjatuhkan mereka, misalnya anak pemalas atau pemurung. Kalau diberi label tambah depresi karena membuat mereka menjadi berpikir sangat sulit untuk menjadi normal," kata Nina.
Mendeteksi Kecenderungan Bunuh DiriTidak jarang kondisi depresi membuat seseorang bunuh diri. Pada anak pun terjadi hal demikian. Jika depresi berlangsung lama dan tidak ditangani, kemungkinan mengakhiri hidup pun semakin besar.
Namun, jika orang tua memperhatikan perkembangan dan perilaku serta kebiasaan anak, hal tersebut bisa dihindari.
Nina mengatakan ada beberapa hal yang bisa menjadi inspirasi seorang anak melancarkan aksinya untuk mengakhiri hidup. Misalnya saja dari film atau game yang ia sukai. Jika mereka menyukai film dengan agedan kekerasan atau bahkan pembunuhan, itu harus dikurangi.
"Mainan di
gadget yang kontennya bunuh-bunuhan,
game online, begitu juga. Itu bisa membuat anak terinspirasi," ujar Nina.
Atau jika percobaan bunuh diri sudah dilakukan sebelumnya, orang tua harus lebih intens mengawasi anak. Bukan untuk mengekangnya atau mengurungnya, tapi Nina menganjurkan buatlah situasi yang lebih menyenangkan.
"Orang tua harus berusaha untuk membuat suasana di rumah lebih menyebangkan. Orang tua juga harus memperbaiki dirinya selain pola asuhnya," kata Nina.
Pengecekan barang-barang juga dirasa penting. Orang tua harus rutin memeriksa barang yang dimiliki anak. Jika menemukan barang yang sekiranya dianggap tidak pantas dimiliki anak atau tidak dia butuhkan, jangan marah dulu.
"Jadi kalau sampai ada alat yang aneh, ajak diskusi, buat apa, kenapa punya itu, kenapa perlu bawa itu, kenapa ada alat ini," ujarnya.
Atau jika ada perubahan fisik seperti luka dan beberapa goresan, orang tua harus responsif untuk menanyakan sebabnya luka itu ada di tubuh anak.
(utw/utw)