Pasien Sakit Jiwa Harus Bisa Punya Penerimaan Diri yang Baik

Fadli Adzani | CNN Indonesia
Jumat, 09 Okt 2015 21:24 WIB
Untuk bisa pulih pasien sakit jiwa harus punya penerimaan diri yang baik dan masyarakat menerimanya tanpa stigma.
Sejumlah penderita gangguan jiwa berbaris menunggu jatah makan siang di Panti Rehabilitasi Sakit Jiwa Yayasan Jamrud Biru di Bekasi, Jawa Barat. (CNN Indonesia/ Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Orang yang memiliki gangguan kesehatan jiwa seperti down syndrome, biasanya banyak menerima stigma buruk oleh masyarakat.

Hal tersebut, menurut Kementerian Kesehatan RI, terbukti memperparah kondisi dari orang gangguan jiwa.

Menyambut datangnya Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2015 yang jatuh pada 10 Oktober, Kemenkes dan badan kesehatan dunia WHO, ingin meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya 'martabat' dalam masalah kesehatan jiwa yang terjadi di masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada tanggal 10 Oktober, masyarakat dunia, termasuk Indonesia, akan memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang ke-24," kata Eka Viora, selaku direktur bina pelayanan kesehatan jiwa Kemenkes saat menghadiri jumpa pers di Jakarta, Jumat (9/10).

"Tahun ini temanya adalah 'Martabat Pada Kesehatan Jiwa', semoga peringatan ini bisa membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya martabat dalam mengatasi kesehatan jiwa," dia menambahkan.

Masalahnya, masih banyak masyarakat yang memandang sebelah mata orang-orang pengidap gangguan jiwa. Hal tersebut, menurut Eka, tidak seharusnya dilakukan karena dapat memperburuk kondisi para pengidapnya.

"Kita harus mensosialisasikan masalah ini, kalau tidak stigma buruk di masyarakat akan pengidap gangguan jiwa akan lebih banyak," Eka menegaskan.

Menurutnya, masih banyak orang yang mengalami masalah dan gangguan kejiwaan, menerima perlakuan buruk oleh masyarakat, bahkan keluarganya sendiri.

Salah seorang perawat pasien gangguan sakit jiwa dari Universitas Indonesia, Budi Anna Keliat, mengatakan bahwa penyandang gangguan dan masalah jiwa sebenarnya dapat diatasi menggunakan dua cara, yakni self regarding dan others regarding.

"Kalau self regarding itu, pengidap harus percaya diri akan dirinya, dan tidak merasa malu kalau berkomunikasi dengan masyarakat," Budi mengucapkan.

"Sedangkan others regarding, masyarakat harus bisa mendukung pengidap gangguan dan masalah kesehatan jiwa, bukannya diolok-olok."

Lebih lanjut, rangkaian acara Hari Kesehatan Jiwa Sedunia pada tahun ini pun akan diselenggarakan di berbagai wilayah di Indonesia, seperti di Jakarta, Samarinda, Denpasar dan lainnya.

Acaranya pun beragam, seperti workshop dan talkshow mengenai pentingnya martabat untuk pengidap gangguan jiwa, kemudian kegiatan melukis yang dilakukan pengidap gangguan jiwa, konsultasi gratis dan berbagai macam hiburan lainnya.

Tujuan dari acara-acara tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa orang pengidap gangguan jiwa sebenarnya dapat disembuhkan, melalui dukungan dan sosialisasi dari masyarakat.

"Kita jadikan momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hak-hak orang dengan gangguan dan masalah kejiwaan," Eva menuturkan.

Pada 26 hingga 28 September lalu, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB mengadakan sebuah sidang untuk membahas tujuan kesehatan di dunia. Salah satu poin dari sidang tersebut ialah Good Health and Well Being. Kesehatan jiwa juga menjadi pembicaraan penting dalam sidang tersebut.

"Seluruh dunia sudah merasakan kesehatan jiwa itu adalah suatu hal yang penting, kalau tidak ada kesehatan jiwa, maka tidak ada yang namanya kesehatan," tegas Eva.

Hari Kesehatan Jiwa Nasional sendiri sudah berlangsung sejak 1992, saat itu WHO dan 150 negara dunia mendukung adanya pencanangan hari tersebut.

(utw/utw)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER