Informasi Kalori Makanan Tak Jadikan Warga Urban Lebih Sehat

Windratie | CNN Indonesia
Selasa, 03 Nov 2015 10:57 WIB
Mengetahui berapa kalori dalam makanan cepat saji, tak mengubah warga kota besae berhenti mengonsumsi makanan tak sehat.
Ilustrasi hamburger. (Getty images/ Thinkstock/ehaurylik)
Jakarta, CNN Indonesia -- Banyak orang mulai menerapkan gaya hidup sehat. Beberapa di antaranya ada yang mulai menghitung jumlah kalori pada setiap makanan yang mereka konsumsi. Namun, sebuah studi baru mengatakan, mengetahui berapa banyak kalori makanan cepat saji, seperti hamburger, mungkin tidak mengubah kebiasaan makan di masyarakat, terutama di kota besar.

Dilaporkan oleh Reuters, warga kota New York selama bertahun-tahun terekspos jumlah kalori pada menu makanan cepat saji. Kendati begitu, hal tersebut tidak mengubah berapa banyak atau seberapa sering makanan cepat saji yang mereka konsumsi, kata peneliti yang melaporkan dalam Health Affairs.

“Jelas banyak orang yang melihat informasi ini,” ujar peneliti senior Brian Elbel dari NYU Langone dan NYU Wagner Graduate School of Public Service di New York. Namun, secara keseluruhan, Elbel juga timnya tidak melihat perbedaan perilaku pada seluruh populasi yang mengunjungi restoran cepat saji.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak 2008, restoran-restoran di New York, di lebih dari 15 lokasi, sudah diminta untuk memasukkan informasi kalori pada menu mereka. Kebijakan serupa menurut jadwal akan dilaksanakan secara nasional di Amerika Serikat pada Desember 2016.  

Untuk studi baru tersebut, para peneliti mewawancara hampir 8000 orang yang menyantap makanan di restoran cepat saji di New York pada 2008 atau 2013 sampai 2014. Mereka juga memeriksa bon dari Burger King, KFC, McDonald, dan Wendy's.

Setelah kebijakan pada 2008 diterapkan di New York, persentase orang-orang yang memerhatikan informasi nutrisi, mereka yang menggunakan informasi kelori dan menerapkannya untuk mengurangi jumlah kalori yang mereka asup, naik. Namun, dalam kurun lima tahun berikutnya, efek tersebut menurun.

Selanjutnya, dari awal sampai berakhirnya studi selama lima tahun, para peneliti tidak melihat perbedaan yang besar dalam kandungan nutrisi makanan yang dibeli oleh orang-orang, baik di New Jersey atau di New York. Mereka juga tidak melihat perbedaan signifikan pada seberapa sering orang-orang makan di restoran cepat saji.

(win/les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER