Keikhlasan Para Wanita Heteroseksual dengan HIV

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Selasa, 01 Des 2015 22:56 WIB
Para wanita ini bukan LGBT, bukan pekerja seks, tetapi mereka ikhlas menjalani 'nasib' mengidap HIV.
Ilustrasi wanita. (Getty Images/36clicks)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tak dapat dipungkiri, masih banyak yang menganggap bahwa HIV adalah virus akibat berhubungan seksual sesama jenis. Stigma ini menjadikan kaum homoseksual menjadi kerap mendapatkan diskriminasi di masyarakat.

Namun, sejatinya, HIV dapat hinggap pada siapapun, bahkan untuk para heteroseksual. Hal tersebut terjadi pada tiga wanita yang dengan berani mengakui mereka mengidap HIV, karena ulah pasangan mereka.

Meski bukan termasuk homoseksual dan tidak pernah menjalani kegiatan berisiko HIV, tapi mereka ikhlas menjalani hidup dengan virus yang masih dianggap menakutkan sebagian orang. Mereka bukan LGBT, juga bukan pekerja seks. Mereka wanita pekerja, ibu rumah tangga, bahkan aktivis lingkungan, semuanya tak menjamin bebas dari HIV.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lizzie Jordan - 33 Tahun

Tak pernah terbersit dalam benak Lizzie Jordan bahwa kepergian sang suami selamanya akan menjadi titik balik kehidupan wanita 33 tahun itu. Ia mengidap HIV positif tanpa ia ketahui.

Seperti yang dikisahkan Lizzie Jordan di the Guardian, wanita tersebut merasa curiga dengan kematian sang suami, Benji, yang baru menikahinya empat tahun belakangan dan memberikan seorang putri berusia 13 bulan.

Di suatu kali, Benji jatuh sakit dan dikira sinusitis. Namun, empat hari kemudian ia meninggal. Jordan pun mengadakan tes kepada jenazah Benji dan menemukan masalah yang terkait dengan imunitas, sesuatu yang mirip HIV.

Jordan pun memutuskan untuk tes HIV, dan hasilnya positif. Tapi sang anak yang tengah ia susui, Jaye, negatif. Jordan menduga ada seorang wanita yang telah tidur dengan Benji sebelum bersama dengannya, dan ia berusaha untuk mencari tahu itu. Namun usahanya menjadi sulit lantaran keluarga Benji menolak kenyataan HIV yang ada dan cenderung menyalahkan Jordan atas kematian Benji.

"Saat itu saya sangat terkejut, tapi saya seorang ibu dan saya memiliki Jaye, jadi saya harus tetap melanjutkan hidup," kata Jordan.

Sudah delapan tahun berlalu, Jordan kini masih sehat tanpa menunjukkan tanda-tanda sakit. Ia baru melakukan perawatan ARV tahun lalu. Ia masih belum sepenuhnya jujur kepada Jaye yang kini berusia 10 tahun, namun ia membahasakan kondisinya dengan kalimat 'ada kuman di darah ibu' agar sang anak tak ketakutan.

Kini, Jordan bahagia hidup bersama dengan pasien HIV positif lainnya. Ia pu tak pernah tertutup akan kondisinya dengan orang lain.

Jo Josh - 66 Tahun

Wanita satu ini tak senang sebenarnya dengan istilah 'pengakuan' karena menurutnya tak ada yang perlu diakui atas kondisi HIV positif yang ia terima. Jo Josh, wanita berusia 60 tahunan dari golongan menengah mengakui dia mengidap HIV dalam sebuah acara televisi di Inggris.

"Saya tidak akan membicarakan bagaimana saya terinfeksi, akan sangat sinetron. Dan saya lebih tertarik terbuka tentang hidup saya dengan HIV dan saya melakukannya. Ini sebagai salah satu cara bagaimana mengubah persepsi selama ini," kata Josh.

Ia memiliki seorang putri berusia 18 tahun ketika dia mengetahui virus HIV bersemayam dalam tubuhnya pada 2008 silam. Ketika ia memutuskan untuk menceritakan dia mengidap HIV, ia berada di tengah kegalauan yang besar.

Namun kegalauan tersebut akhirnya sirna dan ia pun bercerita dengan lepas. Reaksi yang ia dapat dari tindakannya tersebut adalah ucapan simpatik para sahabat, meski kadang menggunakan 'nada untuk orang mati'. Tapi Josh tak menggubris, ia memilih tetap menata masa depannya karena merasa semuanya baik-baik saja.

Becky Mitchell - 40 Tahun

Pengalamannya memiliki bos dengan HIV positif yang sangat baik dan ramah membuat Becky Mitchell, 40 tahun, tak terlalu terkejut atapun bahagia ketika mengetahui ia mengidap HIV pada 2012 silam. Ia merasa HIV tak semenakutkan yang dikira orang lain.

"Saya melakukan tes ketika mengetahui kekasih saya adalah HIV positif dan memilih tak memberitahukan kepada saya," kata Mitchell. "Maka itulah akhir hubungan kami."

Mitchell memilih meninggalkan sang kekasih yang dengan egois tak memberitahukan kondisinya kepada wanita aktivis lingkungan ini. Mitchell pun tak merasakan gejala sakit apapun, sehingga ia belum ingin melakukan perawatan ARV.

Namun berhubung kadar CD4, atau sel imunitas dalam tubuhnya masih dalam kondisi baik, ia memilih mengikuti kegiatan sukarela menurunkan virus di dalam tubuhnya. Maka, ia mulai meminum satu pil per hari.

Kini ia merasa sangat sehat dengan pil tersebut, tapi ia tak lupa untuk tetap berhati-hati. Mitchell juga rajin berolahraga guna menjaga kesehatan. Ia pun tak mengalami diskriminasi yang berarti, ia hanya pernah dikira pengidap narkoba suntik karena HIV yang ia miliki.

"Terbuka dengan HIV sangat penting bagi saya. Tak perlu malu. Saya wanita normal yang tak melakukan hal yang berisiko, kecuali saya berhubungan dengan orang yang egois. Tapi itu dapat terjadi kepada siapapun, dan saya ingin orang-orang sadar akan hal itu," kata Mitchell.

"Saya tidak merasa ada yang berbeda secara fisik, tapi HIV bagai membuka mata saya. Saya merasa jadi lebih waspada. Hiduplah untuk hidup dan saya tidak ingin membuang waktu untuk hal yang tidak penting." (end/les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER