Jakarta, CNN Indonesia -- Satu per satu merek-merek fesyen lokal mulai menghiasi gerai-gerai di pusat perbelanjaan elit di Jakarta. Setidaknya, setelah sekian lama akhirnya merek fesyen luar negeri tidak lagi menjadi penguasa pasar fesyen kelas atas.
Banyak diakui para pemilik modal di Department Store kalau busana karya desainer Indonesia memang sulit diterima. Meski hasil busana karya desainer Indonesia tak kalah fantastisnya dengan desainer luar, tapi ternyata, ada syarat lain yang belum bisa dipenuhi oleh desainer Indonesia.
"Produk lokal biasanya ada hambatan di produksi. Mungkin bahan yang digunakan
import, jadi susah didapatkan. Mencari kancing dan
zipper pun susah kayaknya," kata COO Galeries Lafayette, Herlina Widjaja, ketika ditemui di kawasan Jakarta, Rabu (15/12) sore.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Herlina kerap bertemu dengan para desainer yang memiliki waktu produksi yang kurang cepat. Sehingga, tidak sanggup memenuhi permintaan dari Department Store untuk memenuhi stok.
Kurangnya kemampuan para desainer untuk mempertahankan siklus produksi yang konsisten dikatakan Herlina disebabkan oleh kurangnya pengalaman. Dan itu bisa diperbaiki kalau desainer mau belajar dan memperbaiki pola produksinya agar produk fesyennya bisa menunjang industri fesyen Indonesia sendiri.
"Yang penting kualitas dan konsistensi mengirim barang. Kalau tidak bisa mengirim barang,
sales tidak bisa dicapai," ujar Herlina.
Dia juga mengatakan, untuk bisa memamerkan dan menjual produk di sebuah Department Store, para desainer harus mengetahui standar-standar dari tempat tersebut. Apakah sudah sesuai dengan karakter merek fesyennya atau belum. Sebab, Department Store juga memiliki kriteria sendiri.
"Galeries Lafayette punya
screening sesuai konsep tiap lantai. Bagian aksesoris, baju, harus dilihat kualitiasnya dan
how modern the product is. Akan laku atau tidak," kata Herlina.
Perihal harga juga harus menjadi perhatian. Pasalnya, setiap Departmen Store memiliki jangkauan harga yang berbeda-beda karena target pasarnya juga berbeda.
"Harga memasuki tidak dalam range konsepnya kita. Misalnya untuk
ground floor, untuk tas kita patok harga Rp1,2-7 juta. Shop in shop Rp4-9 juta. Baju juga ada range-nya masing-masing," ujar dia.
Menurut Herlina, saat ini banyak desainer yang sudah belajar memasarkan produknya dengan baik. Terbukti dengan beberapa merek fesyen karya desainer lokal yang sudah bergabung dengan Galeries Lafayette.
"Major Minor, Peggy Hartanto juga kami push terus untuk berkarya. Batik Chic penjualannya bagus," kata Herlina.
(win/win)