'Bisakah Saya Pulang Hari Ini?'

Christina Andhika Setyanti | CNN Indonesia
Jumat, 15 Jan 2016 06:11 WIB
Kesaksian seorang warga Jakarta yang terjebak di tengah serangan bom dan tembakan di Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1) kemarin.
Ilustrasi. (Thinkstock/kieferpix)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pagi itu, Kamis (14/1), saya, Brigida Alexandra, berangkat ke kantor di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat seperti biasa. Jam kerja di kantor dimulai pukul 08.30 WIB, tapi saya yang selalu berangkat pagi, dan sampai di kantor pukul 07.55 WIB.

Ternyata bukan saya saja yang datang cepat, beberapa teman juga sudah datang lebih dulu. Sedikit candaan pada pagi hari dengan rekan kerja pun rasanya bisa jadi aktivitas seru sebelum mulai kerja. 

Tak berapa lama, di tengah candaan saya dan teman-teman, "booom" sebuah suara keras langsung terdengar. Ah, mungkin itu bom. Pikiran gila ini sering terlintas di benak, karena dari lantai 26 ini sering sekali terdengar bunyi dentuman keras, tapi biasanya itu karena orang-orang yang sedang bangun gedung di sebelah. Mungkin ada alat berat yang jatuh atau apalah. Biasanya seperti itu, jadi saya tak terlalu memikirkannya. Abaikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pikiran gila pun kembali terlintas, mungkin bukan alat berat, tapi kompor dari salah satu restoran burger yang meledak. Saya dan teman-teman pun langsung lari ke jendela, tapi orang-orang di bawah sana, terlihat biasa saja seperti tak terjadi apa-apa. Ah apa benar itu bom? Kalau bom sudah pasti mereka pada lari, kan? 

Saya pun mundur sedikit dari jendela dan mulai bicara dengan teman. Tapi tak berapa lama, dentuman kencang mirip bom pun terdengar lagi. Saat itu, saya benar-benar melihat sendiri asap putih membumbung tinggi. Fix! itu bom.

Saya pun yang tidak biasa berteriak, langsung teriak. Saya dan semua teman bersiap untuk evakuasi sewaktu-waktu. Sontak saya lari ke meja kerja, mengemasi barang, mematikan komputer, dan bersiap untuk keluar. 

Tapi semuanya dihentikan karena di luar sana terjadi baku tembak. Ya, we are in danger dan stucked at 26th. Kami juga diberi peringatan untuk menjauh dari jendela.

Ledakan ke-tiga ternyata terjadi. Lagi. Parahnya, ini terjadi saat saya tengah ada di kamar mandi. Suara teriakan ketakutan pun terdengar lagi. Pada saat itu pula, keluarga satu per satu mulai menanyakan kabar. Dengan tangan gemetar dan rasa panik, saya mulai memberi kabar kepada keluarga. Lagi dan lagi, sebuah ledakan terjadi lagi. Ini ledakan ke-empat. 

Saya memutuskan untuk menghubungi ibu saya. Ya, yang ada dipikiran saya saat itu bukanlah apakah saya selamat atau tidak, bagaimana saya pulang dari sini, melainkan ibu. Ditambah, saat itu ibu sedang sakit. Semua pikiran soal ibu yang panik langsung membayangi. Saya tidak tahu, bisakah saya pulang hari ini atau ke mana? 

Satu per satu saya mulai menekan nomornya dengan tangan gemetar. Tapi saya berusaha tetap tenang agar ibu tak panik. Kepada beliau saya mengatakan tak perlu panik karena saya ada di dalam kantor dan tak akan ke mana-mana. Untungnya beliau tak ikut panik. 

Usai bicara dengan ibu, ledakan ke-lima dan ke-enam bersusulan. Saya tak lagi berani melongok ke jendela dan melihat apa yang terjadi. Selain itu, ada juga larangan mendekat ke jendela. Sayup-sayup saya masih mendengar adanya baku tembak dan hilir mudik helikopter. Saya seperti hidup di Iran atau Suriah saat ini!

Meski takut dan panik, namun terisolasi di dalam gedung kantor membuat kami pun sedikit bingung melakukan apa. Teman-teman mulai bisa menguasai suasana panik di kantor, ada yang mendengarkan musik, ada yang menghubungi kolega bisnis untuk menunda pertemuan, bahkan bagian finance pun tetap bekerja meski pasti campur aduk dengan rasa takut. Tetapi tidak aneh juga kalau ada yang merengek minta pulang. 

Sejujurnya, ada rasa takut yang menggelayut, tapi bukan takut akan mati hari itu atau tidak. Pikiran saya lebih sederhana dari itu. Saya hanya berpikir saya akan terluka atau tak bisa pulang hari ini. 

Untungnya, skenario terburuk yang sempat terlintas tak jadi kenyataan. Pukul 14.00 WIB, kondisi dinyatakan sudah lebih terkendali. Akhirnya titik terang untuk bisa sampai ke rumah pun terbuka. kami sudah diperbolehkan pulang. Sangat berterima kasih pada penyedia layanan transportasi yang memberikan bantuan layanan gratis. Dari taksi sampai ojek gratis. Salut. 

Arah Tanah Abang dan Wahid Hasyim jadi pilihan pulang saya ke Rawamangun saat itu. Sepanjang jalan perjalanan pun aman. Suasana sudah lebih kondusif, tak ada lagi baku tembak. Namun polisi masih bersiaga di sepanjang jalan. 

Saat itu, tujuan saya hanya satu, sampai di rumah dengan selamat, dan segera bertemu keluarga dan melihat senyum mereka. Saya selamat dan siap melakukan semua aktivitas seperti biasanya. (chs/les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER