Toa Pekong Naik, Mengantar Dewa Membawa Catatan Hidup Manusia

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Minggu, 07 Feb 2016 13:05 WIB
Tujuh hari sebelum tahun baru,Dewa Cao Kun Kong atau Dewa Dapur ke langit diantar untuk melaporkan catatan kehidupan orang-orang di bumi selama satu tahun.
Tujuh hari sebelum tahun baru Dewa Cao Kun Kong atau Dewa Dapur ke langit diantar untuk melaporkan catatan kehidupan orang-orang di bumi selama satu tahun.(CNNIndonesia / Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Di tengah hujan gerimis yang mengguyur kawasan Palmerah Senin (1/2) malam itu, sayup-sayup terdengar ketukan bokhi dari Klenteng Hian Thian Siang Tee. Sebuah ritual sedang dimulai di rumah ibadah yang berada di antara pasar dan kawasan perkantoran itu.

Suara ketukan kayu yang nyaring itu diikuti lantunan puji-pujian yang terdengar lamat-lamat. Inilah rangkaian upacara Toa Pekong Naik, yang selalu diadakan satu minggu sebelum tahun baru China tiba. 

Dewa Cao Kun Kong atau Dewa Dapur, malam itu diantar ke langit. Sang Dewa membawa catatan kehidupan orang-orang di bumi selama satu tahun ke belakang. Baik dan buruk, semua tercatat di sana. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan kertas di tangan, para umat melantunkan nyanyian pujian atau liam keng dengan khusyuk. Sesekali mereka membungkukkan badan di tengah puji-pujiannya.

Hujan yang turun sejak sore hari itu agaknya tak mengurungkan niat untuk mengikuti ritual mereka. Beberapa umat yang datang terlambat, langsung mengambil tempat untuk ikut berdoa. Meski baju mereka sedikit basah. Sembahyang tetap diikuti dengan khusyuk.

Tak sampai satu jam, liam keng pun selesai. Para umat tampak bercengkrama. Makan malam bersama yang disediakan pihak klenteng pun menjadi santapan usai ritual.

Namun, tak sedikit juga yang kembali berdoa di depan altar. Mengapit hio dengan kedua tangan di depan dada, menunduk, dan kemudian menancapkannya di hiolo.

Di tengah beragam aktivitas itu, para pengurus klenteng bersiap berkomunikasi dengan Dewa. Berbekal dua buah kayu berbentuk pola yin dan yang (ta pwe), Ketua Klenteng Hian Thian Siang Tee bersiap menanyakan kepada sang dewa, pukul berapa ia akan naik ke langit.

Awalnya ketua klenteng bertanya apakah dewa ingin naik ke langit pukul 21.00. Namun, berdasarkan pelemparan dua ta pwe, dewa tidak setuju jika naik pada waktu tersebut.

Pa pwe pun kembali dilempar. Kali ini, penawarannya pukul 21.30. Dari lemparan kedua ini, ta pwe menunjukkan kalau Dewa setuju akan naik ke langit pukul 21.30.

Jawaban Dewa atas pertanyaan yang dilontarkan itu terjawab dengan cepat jika ta pwe menunjukkan sisi yang berlawanan. Karena hal itu berarti Dewa menyetujuinya.

Tapi jika dari hasil pelemparan ta pwe menunjukkan sisi yang sama, yang terjadi bisa dua hal, Dewa tidak setuju atau marah dan Dewa tertawa.

Setelah mendapatkan jawaban waktu keberangkatan Dewa ke langit, pengurus klenteng memberitahukan umat lainnya.

"Jam setengah sepuluh ya," teriak Wakil Ketua Klenteng Hian Thian Siang Tee Iwan Baskara Guntur.

Waktu itu jam baru menunjukkan pukul 21.00. Artinya masih ada 30 menit lagi. Para umat mengisi waktu dengan melanjutkan aktivitas mereka, mengobrol, makan, atau sembahyang.

Menjelang pukul 21.30, kesibukan mulai kembali terlihat. Upacara mengantar dewa ke langit sedang dipersiapkan.

Sambil mempersiapkan hio untuk dibagikan, pihak klenteng juga mempersiapkan uang-uang kertas China untuk dibakar.

Umat langsung memegang hio masing-masing. Mereka duduk bersimpuh di dua sisi yang berseberangan dari dalam klenteng sampai altar utama yang berada di teras depan klenteng.

Tepat pukul 21.30, Iwan memukul tambur, sebagai tanda dimulainya upacara mengantar Dewa. Suasana hening, hanya ada suara tabuhan tambur yang dipikul dengan sekuat tenaga dan simbal yang beradu.

Umat memegang hio setinggi kepala, beberapa orang terlihat membungkukkan badan berulang.

Di hiolo altar utama, dua orang laki-laki tampak sedang membakar uang-uang kertas China yang sebelumnya sudah dipersiapkan.

Pembakaran uang dilanjutkan di dalam tungku besar yang ada di sisi kanan bangunan. Uang tersebut adalah bentuk ungkapan terima kasih atas segala hal yang telah diberikan selama satu tahun.

Sekitar lima menit berlangsung, upacara mengantar Dewa ke langit pun selesai. Setelah berpamitan satu sama lain, umat keluar kelenteng.

Iwan mengatakan, upacara Toa Pekong Naik sebenarnya tidak hanya mengantarkan Cao Kun Kong naik, tapi juga beberapa Dewa yang menghuni klenteng.

"Sebenarnya semua Dewa diantarkan ke langit, terutama simbolnya Cao Kun Kong untuk melaporkan catatan umat manusia," kata Iwan kepada CNNIndonesia.com.

Iwan juga menjelaskan, akan ada empat kali sembahyang yang dilakukan dalam rangkaian Tahun Baru Imlek. Upacara pertama dilakukan untuk mengantarkan Dewa Dapur naik ke langit yang dilakukan pada tanggal 23 bulan ke-12 dalam penanggalan China.

"Ini kan kita mengantar. Tahun Baru Imlek sembahyang lagi, terus Cao Cun Kong turun sembahyang lagi, nanti Giok Ong Siang Tee turun, sembahyang lagi. Kalau naiknya, hanya sekali saja sembahyangnya," ujar Iwan.

Setelah para Dewa naik ke langit, ada satu kegiatan lagi yang tidak boleh dilewatkan, yaitu bersih-bersih klenteng.

Kegiatan bersih-bersih tersebut termasuk membersihkan patung atau Rupang Dewa. Rupang boleh dibersihkan karena para Dewa sedang berada di langit.

Selain membersihkan debu yang telah menempel selama setahun, kegiatan tersebut dilakukan untuk menyambut kedatangan para Dewa ketika nanti kembali ke bumi.

(sil/sil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER