LIPUTAN KHUSUS

Jadi Makcomblang Juga Butuh 'Ijazah'

Rizky Sekar Afrisia | CNN Indonesia
Minggu, 14 Feb 2016 15:20 WIB
Cantik, sopan, dan berpakaian rapi bukan jaminan seseorang dengan mudah mendapatkan pasangan. Jasa mak comblang bersertifikat pun bisa turun tangan.
Ilustrasi pasangan. (Fuse/Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Cantik, sopan, dan berpakaian rapi. Begitu penampilan normal seorang pekerja bank. Perempuan seperti itu seharusnya mudah mendapat pasangan. Namun di lingkungan Violet Lim, anggapan itu runtuh.

Teman-temannya di sebuah bank swasta internasional di Singapura justru banyak yang belum punya pasangan di usia 20-an ke atas. Jangankan suami, kekasih saja tidak.

"Kalau pun ada, mereka itu yang sudah pacaran sejak SMA atau kuliah. Sama pacar kuliah itu lah mereka juga menikah," kata Violet kepada CNNIndonesia.com melalui wawancara melalui Skype baru-baru ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Violet sendiri termasuk beruntung, ia sudah punya kekasih sejak kuliah. Tak jarang ia menjadi tempat curhat kawan-kawannya.

Ia pun prihatin melihat kawan-kawannya yang terlalu sibuk sehingga tak sempat mencari kekasih di luar lingkungan kerja.

Violet lantas berinisiatif. Ia terpikir untuk membuatkan mereka wadah menemukan jodoh. Ia kemudian mencari-cari lewat internet, dan menemukan ada sekolah makcomblang di New York, Amerika. Serta-merta ia mundur kerja.

"Saya kemudian langsung terbang ke New York. Lalu saya ikut sekolahnya. Itu cuma semacam kursus singkat beberapa minggu," katanya. Tapi setelah itu ia mendapat status jabatan baru: certified matchmaker, alias mak comblang bersertifikat.

Sewaktu mengajukan pengunduran diri kerja, diakui Violet ada gejolak kegelisahan dalam dirinya. Keluarganya menentang. Bagaimana tidak, ia lulusan sekolah hukum. Menjadi pegawai bank saja sudah membuat orang tuanya ternganga.

Apalagi kini ia bilang ingin menjadi mak comblang, meskipun bersertifikat. Tapi ia mencoba memberi pemahaman. Sang kekasih yang kemudian jadi suaminya, pun mendukung penuh keinginan Violet.

Setahun kemudian, pada 2004 ia mendirikan bisnis mak comblang di Singapura. Lunch Actually namanya. Suami Violet pun terlibat di dalamnya. Mereka kemudian merambah negara-negara Asia lain, termasuk Indonesia.

Diakui Violet, pada awalnya tidak banyak yang mau menggunakan jasa Lunch Actually. Ia hanya bisa mempromosikan pada teman-temannya. Mereka pun tidak terlalu antusias karena masih sangat malu.

"Ada anggapan, kalau pakai jasa makcomblang itu sepertinya enggak laku," katanya. Ada pula ketakutan untuk bertemu orang baru yang benar-benar asing. Tapi ia berusaha membuat Lunch Actually seaman mungkin. Semua yang daftar terlebih dahulu diperiksa latar belakangnya.

Dari segi warna dan nama, Violet pun telah memikirkannya. Tidak terlalu pink atau merah, seperti warna yang identik dengan cinta. "Namanya pun enggak ada dating-dating-nya, jadi orang enggak malu untuk gabung."

Semakin lama, semakin banyak perempuan usia akhir 20-an yang tertarik dan mengapresiasi usaha Violet mengglokalisasikan bisnis mak comblang. Violet sendiri senang upayanya jadi biro jodoh berhasil.

"Ini bukan soal mencari uang, melainkan membantu orang mencari pasangan. Saya senang ketika ada efek positif langsung ke kehidupan orang lain," ujarnya dengan bangga.

Ia ingat salah satu kliennya pernah hampir putus asa karena belum punya pasangan di usia 30-an. Ia perempuan dan bekerja di bidang hukum. "Kami menemukan pasangan yang cocok untuk dia, tapi laki-laki ini bekerja di bidang hiburan," ujarnya.

Lucunya, sang perempuan tak mau bertemu. Ia menganggap perbedaannya dengan sang lelaki yang diajukan Violet bagai bumi dan langit. Ia tak mungkin cocok. "Butuh usaha keras untuk memaksa mereka akhirnya mau bertemu," ujar Violet.

Tapi pertemuan pertama ternyata berlanjut ke pertemuan-pertemuan berikutnya. Di luar jurang perbedaan, mereka punya banyak kesamaan.

"Mereka pun menikah di tanggal yang sama seperti pertama bertemu lewat Lunch Actually. Sekarang punya dua anak," cerita Violet dengan bahagia.

Sayang, ia tak bisa menghitung pasti berapa pasangan yang sudah ia pertemukan. Bukan karena terlalu banyak, tetapi hitungannya juga tidak akan akurat karena tidak sedikit dari pasangan itu yang berupaya menyembunyikan fakta mereka bertemu lewat mak comblang.

"Teman saya di Malaysia saja, tidak mau disebutkan dia mendapat pasangannya lewat kami. Jadi saya pikir pasti banyak orang lain yang sama," tutur Violet saat ditanya jumlah orang yang ia pasangkan.

Meski begitu, Violet tak pernah merasa kesal. Bukan hanya berdampak pada kebahagiaan orang lain, bisnisnya juga berdampak ke kehidupan pribadi. Ia dan suaminya lebih banyak menghabiskan waktu bersama karena itu bisnis berdua.

"Kami jadi lebih belajar dari konflik orang lain, lebih banyak membaca buku tentang hubungan pasangan."

Di Asia, Violet entah orang keberapa yang punya sertifikat mak comblang. Tapi mungkin ia yang pertama yang membuat itu menjadi peluang bisnis. Cinta ternyata menciptakan peluang. Violet kini membawahi beberapa dating consultant--konsultan kencan yang kebanyakan masih perempuan.

"Perempuan lebih nyaman bicara dengan sesama perempuan. Laki-laki pun butuh bicara dari ke hati dan lebih enak dengan perempuan," tuturnya. Tapi ia masih terus berupaya memperbanyak konsultan kencan berjenis kelamin lelaki.

Jadi, apakah Anda tertarik menjadi mak comblang?

(rsa/ard)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER