Dulu Dianggap Gila, Kini Chef Terbaik Eropa

Lesthia Kertopati | CNN Indonesia
Selasa, 22 Mar 2016 12:38 WIB
Massimo Boturra harus menempuh perjalanan panjang demi meraih gelar Chef Terbaik Eropa 2016. Dia juga mempopulerkan istilah resep sebagai isyarat sosial.
Chef Italia Massimo Bottura memperlihatkan salah satu kreasinya, Lentils Better than Beluga, saat temu media di Jakarta. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
Jakarta, CNN Indonesia -- Januari 2016, Chef Massimo Bottura mendapatkan penghargaan sebagai ‘Best European Chef of The Year’ atau Chef Terbaik Eropa dari Madrid Fusion, acara penghargaan gastronomi bergengsi yang menjadi tempat berkumpulkan para chef dunia.

Bottura juga terkenal sebagai pemegang gelar tiga bintang Michelin untuk restorannya, Osteria Francescana di Modena, Italia, yang juga merupakan kota kelahirannya.

Selain itu, Bottura pun meraih banyak penghargaan bergengsi, mulai dari ‘Up and Coming Chef Award’ dari Gambero Rosso hingga 'International Chef of the Year' dari The Daily Meal.
Beautiful Psychedelic Spin-painted Veal, steak kreasi Massimo Bottura yang terispirasi dari lukisan dan teknik memasak ala Tuscani. (CNN Indonesia/Lesthia Kertopati)
Tapi, bukan hal mudah bagi Bottura mengoleksi banyak penghargaan. Sebelumnya, dia pernah dikucilkan akibat gaya memasaknya yang tidak biasa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di Modena, kota kecil yang berjarak sekitar 332 km dari Roma, memasak adalah tradisi yang sangat kental. Resep tradisional dijaga dan dilestarikan secara turun temurun. Resep warisan nenek tidak seharusnya diganggu-gugat.

Tapi di tangan Massimo Bottura, resep nenek justru berubah bentuk. Dia mendobrak tradisi yang selama ini dipegang teguh komunitas kuliner Modena.

“Saya memasak dengan pendekatan kritis, bukan dengan nostalgia,” kata Bottura, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, di Orient8, Hotel Mulia Senayan, Jakarta, belum lama ini.

Tapi, pada waktu itu, masyarakat Modena belum siap dengan cara memasak Bottura yang inovatif. Dia pun dikucilkan. Restorannya, Osteria Francescana, sepi pengunjung.

Bottura putus asa. Dia nyaris bangkrut. Dia pun sudah siap menutup Osteria dan hijrah ke London, dimana dia akan bekerja dengan waralaba restoran besar. Tapi, kru Bottura dan istrinya, Lara Gilmore, memohonnya untuk tinggal dan mencoba.

“Satu tahun lagi, kata Lara dan kru saya di Osteria,” kenang Bottura.
Caesar Salad in Bloom kreasi Chef Massimo Bottura yang kaya rasa dan beraroma wangi. Bottura melawan stigma salad sebagai makanan pembuka, dengan menghadirkannya sebagai makanan penutup. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
Ada banyak menu unik di Osteria Francescana yang menjadi ciri khas Bottura’. Sebut saja ‘Tortellini Walking Into Broth’, ‘Oops, I Drooped the Lemon Tart’, atau ‘The Crunchy Part of The Lasagna’. Tapi, nama-nama tak biasa juga penyajian yang jauh dari resep tradisional Italia, tidak mudah dicerna masyarakat Modena.

Tapi, keunikan itu ditambah persistensi Bottura membawa ‘Dapur Italia’ ke abad 21, mengubah segalanya.

Seorang kritikus makanan yang mampir ke Osteria karena jalanan yang macet, melihat kesegaran dan inovasi dalam cara memasak Bottura.

Tak lama, nama Bottura terpampang di majalah kuliner paling berpengaruh di Italia, Espresso.

“Dia melihat apa yang ingin saya lakukan, membawa Dapur Italia ke level yang baru, menjembatani tradisi kuliner ratusan tahun ke abad 21,” sebutnya. “Di dunia yang kontemporer, Anda harus melakukan sesuatu yang juga kontemporer. Anda tidak bisa lagi memasak seperti 50 tahun yang lalu.”

Dari situlah, kesuksesan Bottura bermula. Satu demi satu penghargaan masuk dalam dapurnya. Tapi, dia tak lantas mangkak. Bottura terus berusaha berinovasi, terus membawa sesuatu yang baru, tanpa meninggalkan tradisi kuliner Modena dan Emilia Romagna, yang mengalir dalam darahnya.
Risso-Pizza, risotto bercitarasa pizza kreasi Chef Massimo Bottura, yang menggabungkan dua makanan khas Italia, risotto dan pizza. (CNN Indonesia/Lesthia Kertopati)
Bangkit dari Bencana Lewat Resep Sederhana

Inovasi Bottura tidak hanya dilakukan dalam dapurnya, tapi meluas ke gerakan sosial. Hal tersebut terlihat saat gempa bumi mengguncang Modena pada 2012 silam. Bencana alam tersebut membuat industri keju tradisinal di Modena, Parmigiano-Reggiano, nyaris luluh lantak.

Konsorsium Parmigiano meminta bantuan pada Bottura untuk mencegah kehancuran industri keju tradisional tersebut. Caranya, dengan menjual lebih dari 360 ribu gulungan besar keju yang tersimpan di gudang yang rusak karena gempa. Jika tidak, banyak pabrik keju terpaksa gulung tikar.

Bottura pun berpikir keras. Hingga dia menemukan satu resep sederhana yang bisa dibuat oleh semua orang di dunia, syaratnya hanya satu: menggunakan keju Parmigiano-Reggiano.

Resep yang dimaksud adalah ‘Risotto Cacio e Pepe’. Seperti namanya, resep tersebut adalah nasi khas Italia yang dimasak menggunakan keju Parmigiano-Reggiano.

Bottura menyebarkan resep praktis tersebut dan puluhan ribu orang di dunia jatuh cinta. Semua memasak nasi keju tersebut.

“Bayangkan, 40 ribu orang memasak Risotto Cacio e Pepe, dari London, New York bahkan hingga Tokyo,” kata Bottura.

Berkat resep tersebut, seluruh gulungan keju Parmigiano-Reggiano pun terjual habis tahun itu. Tidak ada yang kehilangan pekerjaan dan industri keju tetap berjalan.

“Itulah yang saya sebut resep sebagai isyarat sosial.” (les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER