Sarmento, Kuliner Ambon yang Bikin Penasaran

Rizky Sekar Afrisia | CNN Indonesia
Senin, 02 Mei 2016 10:30 WIB
Kalau bertanya pada pemilik warung makan pinggir jalan di Ambon, apa kuliner khasnya, mereka akan menjawab singkat: Sarmento.
Ilustrasi mi instan. (Thnkstock/Torsakarin)
Jakarta, CNN Indonesia -- Warung sederhana bisa jadi tempat paling tepat bukan hanya untuk bersantai, tetapi juga mengenali budaya lokal di daerah baru. Berinteraksi dengan masyarakat setempat, memelajari bahasanya, juga kulinernya.

Dari masyarakat lokal itulah nama Sarmento mencuat. Saat ditanya apa kuliner khas Ambon yang pantas direkomendasikan untuk pelancong yang baru menginjakkan kaki di sana, istilah itu pun tanpa ragu terlontar.

Pelancong yang tidak bertanya-tanya lebih dahulu apa itu Sarmento, akan berharap-harap cemas saat menunggu hidangan disajikan. Waktu memasaknya tidak terlalu lama, sekitar lima sampai 10 menit. Saat akhirnya Sarmento keluar, asapnya masih mengepul di mangkuk.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tapi jangan heran jika yang ada di dalam mangkuk itu ternyata hanya mi instan dan sepotong telur rebus. Namanya memang aneh, tapi Sarmento sejatinya hanya singkatan populer dari kuliner Sarimie dan telur.

Istilah itu sering digunakan oleh kalangan masyarakat lokal. Sarmento hampir bisa ditemukan di mana-mana. Di depan bandara Pattimura Ambon, warung-warung pinggir jalan, kantin kampus, sampai depot di pelosok desa kepulauan sekitar Ambon.

Kalau orang Medan menyebutnya Intel alias Indomie telur dan Jakarta punya Internet alias Indomie telur kornet, maka istilah Sarmento milik masyarakat Ambon. Padahal merk mi instan yang disajikan pun tak selalu Sarimie.

Seperti di Jakarta atau kota-kota lain, mi instan bisa disajikan rebus atau goreng. Kebanyakan memilih yang rebus. Bersama bawang goreng dan telur, itu disajikan begitu saja di mangkuk atau piring. Tak heran memasaknya singkat.

Rasanya pun tak ada yang berbeda. Asin dan gurih yang lazim seperti mi instan rebus biasa. Bisa tergantung pula rasa mi instannya sendiri. Tidak ada tambahan topping macam-macam, orang Ambon tak terlalu mengenal garnish.

Tidak jelas siapa, kapan, dan bagaimana istilah Sarmento dimunculkan. Entah apa pula alasannya orang Ambon lebih memilih merk Sarimie ketimbang yang lain. Tapi yang jelas, itu menu andalan bukan hanya bagi warung-warung yang tersebar, tapi juga pelancong.

Jika tidak terlalu suka mencicipi kuliner lokal yang rasanya aneh, Sarmento jawabannya.

Tapi di luar itu sebenarnya Ambon juga kaya akan kulinernya. Selain papeda dan ikan kuah kuning yang sudah banyak dikenal, masih ada ikan acar maupun tumis bia yang kaya rempah.

Namun, itu memang jarang disajikan di warung-warung. Warung yang kebanyakan "digawangi" transmigran dari Jawa biasanya justru menyajikan makanan seperti yang sudah sering ditemukan di kota-kota lain.

Yang paling populer hanya ikan kuah kuning. Ia dimakan bersama papeda atau bubur sagu. Makanan berkuah memang cocok menyandingi papeda yang di tenggorokan terasa seret. Kuah membuat papeda lebih mudah dicerna. Ikan yang dimasak kuning memberi cita rasa rempah yang juga segar.

Bukan hanya di Ambon, makanan demikian juga bisa ditemui di beberapa kota lain di Sulawesi, seperti Makassar dan Kendari. (rsa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER