Mengundang Lapar Lewat Porsi Besar

Lesthia Kertopati | CNN Indonesia
Sabtu, 14 Mei 2016 09:15 WIB
Dirunut dari catatan sejarah, ternyata porsi makan manusia terus bertambah seiring berjalannya waktu. Kini, makan porsi jumbo adalah hal wajar.
Manusia kerap jatuh pada godaan ‘lapar mata’, yang membuat dengan porsi jumbo semakin menarik untuk disantap. (Dok. Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Saat memilih makan di luar rumah, salah satu hal pertama yang kerap jadi pertanyaan sebelum memesan adalah seberapa besar porsi makanan yang disajikan. Tapi, jika berbicara soal ‘porsi normal’, tidak ada ukuran standar di seluruh dunia.

Dengan kata lain, porsi normal di satu negara, bisa jadi berbeda dengan negara lainnya. Ambil contoh, porsi normal di negara-negara Barat seperti Eropa dan Amerika, berbeda jauh dengan porsi normal di negara Timur atau Asia. Umumnya, standar yang berlaku, ukuran Barat rata-rata dua kali ukuran Timur.

Meskipun demikian, bila dirunut dari catatan sejarah, ternyata porsi makan manusia terus bertambah seiring berjalannya waktu. Ini bisa dibuktikan dengan kunjungan ke toko antik atau museum.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di masa lalu, manusia makan menggunakan piring dan mangkuk kecil. Wadah makanan berukuran besar, biasanya digunakan sebagai tempat saji untuk keluarga.

Sekarang, melihat piring berukuran lebar di meja makan, bukan lagi hal yang aneh. Begitu pun dengan gelas yang besar.

Data yang dikumpulkan Brian Wansink, penulis buku Mindless Eating: Why We Eat More Than We Think, mengungkapkan, terdapat pergeseran ukuran piranti makan selama 50 tahun terakhir.

“Jika di tahun 1950-an rata-rata ukuran piring makan adalah 25cm, kini ukurannya bertambah jadi 28-30 cm,” tulisnya, dikutip Guardian.

Dari sisi estetika, ukuran piranti makan yang berubah semakin lebar, seharusnya tidak selalu berarti porsi makan juga ikut bertambah. Tapi, faktanya, itu yang terjadi.

“Ibarat mengisi ember lebih besar dengan air yang lebih banyak, begitu juga dengan piranti makan. Semakin besar piring, semakin banyak manusia makan,” ujar Wansink yang berprofesi sebagai psikolog.

Memang, Wansink mengatakan hal tersebut tidak terlihat seperti masalah besar. Dengan kata lain, manusia merasa mengonsumsi makanan dalam jumlah yang kurang lebih sama. Tapi, bukan itu yang terjadi.

“Itu disebut ilusi ukuran,” kata Wansink. “Banyak orang yang merasa jumlah konsumsi mereka tetap sama, tidak peduli ukuran piranti makan, kenyataannya, mereka makan lebih banyak.”

Senada dengan temuan Wansink, studi lintas budaya yang dilakukan dengan mengambil sampel dari berbagai kota besar di dunia, menunjukkan bahwa semua orang akan makan jauh lebih banyak, bila makanan disajikan dalam porsi besar.
Menyediakan menu makanan dengan porsi jumbo kini justru jadi gimmick bagi pengusaha restoran. (Thinkstock/Choreograph)

Sifat Alami Manusia

Ahli nutrisi Marion Nestle mengungkapkan, fenomena soal porsi jumbo dan masyarakat modern bisa dianalogikan dengan kisah Alice in Wonderland.

“Sudah menjadi sifat alami manusia untuk makan lebih banyak bila disajikan porsi yang lebih besar,” kata dia.

Sayangnya, sifat alami ini terus-menerus didorong bahkan dirayakan oleh industri makanan dan pengusaha restoran. Bukan lagi hal yang aneh melihat burger jumbo, sosis raksasa dan hot dog ekstra besar. Malah, hal ini jadi euforia tersendiri bagi para pecinta makanan.

Menghabiskan satu porsi besar makanan menjadi tantangan baru bagi masyarakat urban.

Pada tahun 2013 lalu, British Heart Foundation menerbitkan laporan berjudul ‘Portion Distortion’ yang menunjukkan perubahan porsi makan masyarakat Inggris sejak 1993.

Dari hasil penelitian disebutkan bahwa 20 tahun lalu, rata-rata ukuran muffin yang dijual di toko kue adalah 85 gram, sementara kini, muffin mini sudah berukuran 130 gram. Adapun, ukuran pie meningkat sebesar 49 persen selama dua dekade terakhir. Begitu juga dengan porsi makanan siap saji lainnya.

Laporan itu juga menyebutkan bahwa manusia modern terbiasa dengan ‘unit bias’ yang menghitung satu porsi sebagai satuan makanan, tanpa mempedulikan kalori ataupun ukuran.

Sederhananya, bakso jumbo dengan potongan daging dan telur di dalamnya, hanya akan dihitung sebagai ‘satu mangkuk bakso’ dan bukan makanan bernilai 2500 kalori. Padahal, 2500 kalori adalah jumlah kalori yang dibutuhkan manusia dewasa dalam sehari. Semua ada di satu mangkuk bakso.

Ditambah lagi, manusia kerap jatuh pada godaan ‘lapar mata’. Ada ekspektasi lebih saat melihat makanan dengan porsi jumbo.

“Masalah manusia modern dengan porsi makanan adalah satu hal, tidak ada yang menyukai konsep kurang dalam makanan,” kata Wansink.

Pendapat Wansink didukung studi yang dilakukan Theresa Marteau dari Universitas Cambridge. Studi itu menyimpulkan bahwa dalam hal konsumsi makanan dan minuman, orang akan merasa ‘kurang’ bila diberi wadah yang lebih besar.

“Semakin besar gelas yang digunakan untuk minum, orang berpikir mereka akan minum lebih sedikit. Padahal, mereka tidak sadar tergoda untuk minum lebih banyak,” kata Marteau. (les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER