Alasan Karyawan 'Tahan Banting' Jadi Incaran Perusahaan

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Senin, 20 Jun 2016 10:15 WIB
Ternyata, ada alasan khusus mengapa perusahaan mencari orang bermental kuat. Salah satunya, mahalnya biaya menjaga kesehatan mental.
Sekitar enam persen pekerja di sebuah perusahaan mengalami stres akut yang membutuhkan penanganan medis. (condesign/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Di tengah perkembangan ekonomi saat ini, banyak perusahaan mencari calon karyawan dengan berbagai persyaratan. Bila menelisik banyak lowongan kerja yang bertebaran, tidak sedikit perusahaan yang mencari calon karyawan bermental kuat alias 'baja'. Ternyata, ada alasan khusus mengapa perusahaan mencari orang 'tahan banting'.

"Perhatian terhadap kesehatan mental oleh perusahaan di Indonesia itu rendah. Secara wacana, para perusahaan sudah paham bahwa pekerjaan mereka itu penuh dengan tekanan sehingga mereka cenderung mencari orang yang tahan banting, alias bermental kuat," kata Vierra Della, akademisi sekaligus psikolog Universitas Atma Jaya, ketika berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

"Rekrutmen seperti itu karena perusahaan ingin tidak banyak urusan ketika di tengah masa bekerja harus menghadapi masalah kejiwaan karyawannya. Karena biaya menjaga kesehatan mental itu mahal," kata Vierra.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banyak perusahaan yang berharap mendapatkan karyawan selayaknya ‘Superman’; bermental kuat, tahan bekerja di bawah tekanan, gesit, selalu fokus dan dapat menyelesaikan pekerjaan. Tak sedikit perusahaan rela memberikan iming-iming dengan upah tinggi atau fasilitas lainnya untuk pekerjaan jenis ini.

Namun, seberapa banyak perusahaan di Indonesia yang menyediakan fasilitas perawatan mental bagi para karyawannya?

Menurut Vierra, perusahaan yang menghargai arti penting dari sumber daya manusia sepatutnya menyediakan berbagai fasilitas penunjang kesejahteraan mental, seperti konsultasi dengan dokter jiwa dan psikolog, atau paket seperti liburan dengan keluarga, perawatan relaksasi, dan sejenisnya.

"Perusahaan yang bisa seperti itu jarang sekali di Indonesia. Biasanya perusahaan di luar negeri akan dengan rinci memperhitungkan berapa lama karyawan tersebut telah bekerja dalam satu periode tertentu, berapa lemburnya, kemudian berapa waktu yang dibutuhkan karyawan untuk relaksasi, dan jenis apa yang dibutuhkan," kata Vierra.

Dia menyebut, umumnya, enam persen dari total karyawan sebuah perusahaan mengalami stres dan harus diberikan penanganan. “Angka tersebut didapat dari pengecekan medis, jadi oleh dokter akan terlihat kondisi kesehatan tidak cuma fisik namun mental juga," lanjutnya.

(les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER