Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Tiga pekan belakangan ini, banyak orang dibuat tercengang oleh pengakuan dara bernama Karin Novilda dalam video bertajuk
Gaga’s Birthday Suprise and My Confessions yang diunggah di YouTube.
Di video berdurasi lebih dari 26 menit itu, Karin dan sejumlah teman berpesta merayakan ulang tahun mantan kekasihnya, Gaga. Usai berpesta, adegan selanjutnya memperlihatkan Karin berurai air mata, galau ditinggal sang kekasih.
Sebetulnya, video
Gaga’s Birthday Suprise and My Confessions bukan satu-satunya yang diunggah di YouTube oleh sang pemilik akun Instagram Awkarin. Namun video tersebut paling menyita perhatian, telah dipirsa lebih dari 2,8 juta kali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“
It's funny how artistic we become when our hearts are broken,” tulis Karin via akun Instagram, baru-baru ini. Seperti biasa, ia tidak sekadar curhat, melainkan sekalian mempromosikan produk yang dikenakan, dari sepatu sampai sweater.
Bagi para pengikut setianya, aksi Karin mempromosikan berbagai produk—
endorse maupun
paid promote—via akun media sosial bukan hal baru. Selain aktif mengumbar kegiatan dan kegalauan, Karin juga meraup uang di ranah maya.
Dara 19 tahun ini bahkan blak-blakan menyatakan penghasilannya sebagai pengguna akun media sosial yang dipercaya produsen fesyen terbilang fantastis, mencapai ratusan juta per bulan. Ini membuktikan Karin bukan semata ‘
drama queen.’
Terlepas drama percintaan dan gaya hidupnya yang terkesan jorjoran, sebetulnya Karin tak berbeda dengan kaum muda lain yang melek teknologi. Ia pintar menggali potensi diri, juga piawai mengolah video sekaligus mengakrabi internet.
Di usia muda, Karin bisa mandiri dan mendapatkan penghasilan sendiri. Tak hanya Karin, tentu saja. Sejumlah anak muda, antara lain mereka yang mengembangkan laman
Indovidgram dan
Meja Kita, juga menunjukkan partisipasi aktif yang berdampak luas.
Di satu sisi, sebagian kaum muda ingin menegaskan eksistensi dan kiprahnya di internet sesuai era mereka, era digital. Tapi di sisi lain, mereka menghadapi risiko
bully dari banyak orang. Sungguh tantangan berat yang dihadapi kaum muda era kini.
Karin, misalnya, begitu mengetahui dirinya menjadi korban
bully para pembenci (
haters) di dunia maya, segera melapor kepada pihak berwajib. Belakangan diketahui, si pelaku
bully tak lain orang-orang yang pernah menjalin pertemanan dengannya.
‘Amukan’ Karin, dari
curhat sampai laporan ke pihak berwajib, sebetulnya tidak perlu dilakukan. Jika sepanjang berkarya—membikin video atau mempromosikan produk—Karin didampingi orang tua yang senantiasa mengarahkannya menjadi lebih baik.
Seorang kawan yang bekerja sebagai psikolog sekolah di sebuah sekolah swasta di kawasan Menteng, Jakarta, menyatakan kaum muda memang belum memiliki kontrol diri yang matang. Maka sudah seharusnya mereka dibimbing dan diarahkan orang tua.
Bila diarahkan dengan benar, kaum muda yang hidup di era digital bakal membikin karya digital yang berdampak positif, seperti
Indovidgram dan
Meja Kita. Mereka bisa eksis dengan santun, melahirkan karya positif yang layak dipuji, bukan di-
bully.
(vga/yns)