Solo, CNN Indonesia -- Kedekatan kain dan perancang busana ibarat dua sisi mata uang. Berbeda, namun tetap menyatu. Sayangnya, hubungan perancang busana dengan perusahaan tekstil di Indonesia belum semesra itu.
Demikian disampaikan oleh Presiden Direktur Sritex Iwan Setiawan Lukminto kepada CNNIndonesia.com saat ditemui di kantor Sritex di daerah Sukoharjo, Jawa Tengah, baru-baru ini.
"Hubungan antara perusahaan industri dengan perancang busana di Indonesia belum kuat. Jarang sekali dua elemen ini menyatu dengan baik di Indonesia," kata Iwan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iwan menjelaskan renggangnya hubungan antara perancang busana dan perusahaan tekstil di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, produk tekstil yang dihasilkan oleh perusahaan tekstil Indonesia masih kurang variatif. Kedua, pengetahuan tentang material dan pendidikan tentang tekstil di Indonesia pun masih kurang banyak.
"Karena dua hal itu perancang susah cari materi [untuk busana yang mereka buat]. Produsen tekstil pun tidak paham dengan desain. Jadi perusahaan tekstil terus memproduksi [bahan] yang sama dan perancang mencari terus bahan yang beda," kata Iwan,
Dari pernyataan Iwan terlihat jelas bahwa renggangnya hubungan dua elemen ini karena tidak ada komunikasi satu sama lain. Dua elemen ini merasa aman berada di jalurnya sendiri. Padahal belum tentu apa yang mereka jalani itu benar, walau masing-masing elemen meraih banyak kesuksesan.
Menurut Iwan, kedua elemen ini harus sadar bahwa sesungguhnya mereka saling membutuhkan. Perancang membutuhkan materi dari perusahaan tekstil dan perusahaan tekstil membutuhkan pengetahuan desain dari perancang busana.
"Perancang busana Indonesia harus mendekatkan, mengenal dan memberi saran kepada bagian penelitian dan pengembangan pada perusahaan tekstil di Indonesia. Perusahaan tekstil juga harus mau belajar desain dan menerima saran itu," kata Iwan.
Dengan begitu dua elemen tersebut akan membangun satu ikatan yang bersifat simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan.
Selain itu, masih ada satu cara lagi yang bisa dilakukan untuk mempererat hubungan ini. Harus ada pengaturan yang jelas mengenai retail di Indonesia.
Misalnya, pengaturan mengenai pembatasan impor produksi hasil tekstil di Indonesia. Iwan merasa aturan retail akan menjadi payung utama kerja sama dua elemen ini.
"Sekarang brokat
aja impor, padahal yang pakai brokat kan orang-orang kita. Konten lokal harus lebih banyak dari impor, sehingga banyak tumbuh kain-kain baru. Dengan begitu, peluang kerja sama perancang dengan produsen akan besar," kata Iwan.
Iwan menambahkan, selain peraturan retail pemerintah juga harus membuat udang-undang mengenai kedaulatan sandang.
Semua elemen yang berkaitan dengan sandang harus diatur dalam undang-undang. Sepeti aturan mengenai bahan mentah tekstil, materi, sumber daya manusia, keuangan dan energi.
Iwan mengaku sudah mengajukan rancangan undang-undang itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada Desember tahun lalu. Ia merasa aturan mengenai kedaulatan sandang sangat penting.
"Sandang itu salah satu kebutuhan pokok, makanya penting," kata Iwan. "Undang-undang mengenai kedaulatan pangan dan papan kan sudah ada. Tinggal sandang
aja [yang belum ada]."
(andika putra/vga)