Banten, CNN Indonesia -- Kementerian Pariwisata telah mengumumkan Sayembara Desain Arsitektur Nusantara 2016 pada 25 Oktober lalu. Edwin Adinata dan Khattiya Hendarta muncul menjadi pemenang utama dengan mengusung tema New Gateaway to Adventure In The West Edge of Java untuk destinasi pariwisata Tanjung Lesung, Banten.
Keduanya mendapat apresiasi dari para juri karena rancangannya kental dengan filosofi. ”Kami mencoba merancang homestay desa wisata ini dengan tampak sederhana, namun yang ingin kita suguhkan adalah pengalaman dan alur ruang saat di dalamnya, kami jamin wisatawan yang menginap di homestay desa wisata ini akan merasa nyaman dan betah berlama-lama tinggal,” kata Edwin.
Edwin mengaku sangat gembira karena bisa menjadi pemenang utama dari ratusan peserta yang masuk ikut sayembara tersebut. Apalagi karya mereka akan dijadikan model di homestay desa wisata yang akan dibangun di 10 top destinasi di tahun 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
”Ide dasar kami adalah bangunan yang sederhana, penggunaan material lokal yang tersedia, mengikuti karakteristik bangunan daerah, dan memberi integrasi yang baik secara ruang antarpenghuni dan wisatawan yang menginap,"
"Sedang Lantai dasar beralasakan tanah dan batu, lantai atas menggunakan papan pohon kelapa dan panel-panel bambu. Kedekatan dengan material alam menciptakan kesan hangat dan seimbang di dalam homestay jadi secara garis besar arsitektur yang ingin kita sampaikan berupa ruang yang terangkat, terkesan ringan ,melayang dan menyatu dengan dengan konteks tempat arsitektur itu berdiri,” beber Edwin.
Selain itu, Edwin mengatakan desain karyanya tersebut, adalah tetap mengedepankan kepentingan masyarakat asli Tanjung Lesung yang mayoritas nelayan. ”Kita bentuk seperti panggung, jadi masyarakat masih bisa berjualan hasil tangkapan ikannya di bawah rumah serta dijadikan ruang perjamuan. Selain itu meskipun didesain tanpa menggunakan pengudaraan buatan, namun ruangan dirancang tetap memiliki sirkulasi pengudaraan yang baik dengan material anyaman bambu yang sejuk. Kadar ketipisan dan ketebalannya pun kita pikirkan dengan seksama untuk setiap zona ruangnya,” katanya.
Desain karya Edwin dan Khattiya ini memiliki beberapa bagian, yaitu Penutup atap yang dibuat dari pelepah kelapa; Rangka atap dari rusuk bambu dan reng bambu; Kuda-kuda atap dari balok kayu kelapa; Pengisi dinding rumah dari panel anyaman bambu; Kolom utama rumah dan dinding kamar menggunakan balok kayu kelapa; Lantai rumah dari papan kayu kelapa; Rangka lantai rumah dari balok kayu kelapa.
Bagian bawah rumah didesain untuk menjemur atau menjual hasil panen sayuran dan ikan, dapur dan ruang makan semi-publik. Bagian atas rumah diperuntukan sebagai kamar dan teras semi-privat.
”Dan tingkat transparansi anyaman bambu akan kami tentukan berdasarkan zona privat maupun non-privat. Jadi kenyamanannya terjamin," tandasnya.
Mereka menuturkan ada tantangan saat merancang homestay ini berdasarkan mata pencaharian sebagian penduduk berupa nelayan yang merupakan mata pencaharian utama yang merangkap dengan mata pencaharian sebagai petani padi.
Sementara itu, Khattiya menambahkan, gagasan utama dengan permainan transparan dinding anyaman bambu yang ringan dan ekonomis, ruang-ruang yang terbuka di homestay itu akan menciptakan pengalaman ruang yang kaya dengan interkoneksi orang secara interior dan eksterior lantai atas dan lantai bawah.
”Di sekeliling rumah ada serambi yang memberikan keteduhan inti rumah. Morfologi rumah mewarisi ciri-ciri rumah tradisional masyarakat Tanjung Lesung, sedangkan pengembangan hierarki denahnya, berdasarkan hierarki candi yang tersebar di Jawa. Tentu selain itu kami berharap, desain kami bisa mengurangi mereka yang berkeinginan meninggalkan Tanjung Lesung, malahan ikut mengembangkan potensi wisata kampung halamannya sendiri dengan tumbuh bersama Pariwisata Indonesia,” tandas Khattiya.