PBB Soroti Jumlah Pernikahan Anak di Indonesia

Puput Tripeni Juniman | CNN Indonesia
Selasa, 07 Feb 2017 17:08 WIB
Komite Hak Anak dari PBB memberi rekomendasi bagi pemerintah Indonesia agar menaikkan usia pernikahan, dari 16 tahun menjadi 18 tahun.
Ilustrasi. (OmarMedinaRD/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komite Hak Anak dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah melakukan pengamatan tentang penerapan hak anak di Indonesia. Dari hasil pengamatan tersebut, salah satu rekomendasi mereka adalah menaikkan usia minimum pernikahan di Indonesia, dari 16 tahun menjadi 18 tahun.

Pasalnya, kondisi pernikahan anak di Indonesia sudah masuk dalam kategori darurat. Hal ini diakui oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

"Kondisi ini memprihatinkan dan sudah masuk dalam kedaruratan, karena menjadi persoalaan yang memiliki banyak dampak, bagi anak, orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara," kata Asisten Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA Rohika Kurniadi Sari, di Jakarta, pada Selasa (7/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perkawinan usia dini adalah pelanggaran dasar hak asasi anak, karena membatasi pendidikan, kesehatan, penghasilan, keselamatan, kemampuan anak, dan membatasi status dan peran. Perkawinan tersebut juga berisiko fatal bagi tubuh yang berujung seperti kematian, terkait kehamilan, kekerasan, dan infeksi penyakit seksual.

Dalam bedah kesimpulan hasil pengamatan Komite Hak Anak PBB itu, Rohika memaparkan kondisi pernikahan pada anak yang terjadi di Indonesia. Dia merujuk pada analisis data perkawinan usia dini yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik pada 2016.

Angka perkawinan usia anak tertinggi terjadi pada perempuan berusia 16 dan 17 tahun. Analisis itu menyatakan 1 dari 4 anak perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun.

Data yang menganalisis perkawinan usia anak dari 2008 sampai 2015 itu menyebut tidak terdapat perubahan yang signifikan terhadap angka perkawinan anak. Sejak tahun 2008 angka perkawinan usia anak relatif tetap stabil sekitar 25 persen.

"Sekalipun data menunjukkan pengurangan, tidak bisa dipungkiri bahwa jumlah perkawinan usia anak di Indonesia tetap tinggi," tutur Rohika.

Daerah dengan tingkat perkawinan usia anak tertinggi berada di Sulawesi Barat dengan rata-rata 36,2 persen, disusul Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah.

Rohika menyatakan Kemen PPPA sudah memasukkan program pencegahan pernikahan usia anak dalam agenda pembangunan nasional.

"Ada beberapa strategi mulai dari langsung kepada anak, keluarga, sekolah, masyarakat, hingga wilayah," ujar Rohika.

Strategi itu yang diterapkan di antaranya berupa inisiasi kota layak anak, advokasi usia perkawinan 21 tahun, dan mendorong wajib belajar 12 tahun.

Sementara itu, PBB menggolongkan Indonesia berada di peringkat ke-7 di dunia untuk kategori angka absolut perkawinan usia anak tertinggi yang menanggung beban perkawinan usia anak.

Indonesia merupakan salah satu negara tertinggi di kawasan Asia Timur dan Pasifik untuk jumlah angka perkawinan usia anak. Di Asia Tenggara, posisi Indonesia hanya berada di bawah Kamboja.

(ard)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER