Pernikahan Bawah Tangan dan Manipulasi Data Usia

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Sabtu, 23 Jul 2016 12:28 WIB
Banyaknya manipulasi dengan merekayasa usia anak agar sah di mata hukum jadi batu sandungan penurunan angka usia pernikahan anak.
Manipulasi data seperti pemalsuan ktp dan rekayasa usia jadi trik agar pernikahan usia anak bisa terjadi. (CNN Indonesia/Utami Widowati)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hasil analisis data yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Badan Dunia untuk Anak-anak (UNICEF), menyebut Indonesia masih memiliki angka pernikahan anak yang tinggi, berkisar 23 persen. Temuan ini, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) baru menyentuh permukaan.

"Saya melihat fenomena pernikahan anak ini seperti fenomena gunung es. Tidak semata-mata yang tak tercatat berarti tidak melapor, yang banyak terjadi justru adalah manipulasi data usia," kata Maria Ulfa Anshor, Komisioner Bidang Sosial KPAI saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

Maria mencontohkan kasus anak perempuan 14 tahun yang dinikahkan oleh orangtuanya. Karena usia sang anak tak memungkinkan mendapatkan legalitas hukum, maka pernikahan dilakukan secara di bawah tangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bila orang tua menginginkan akta nikah, maka harus meminta persetujuan dari pengadilan. Namun karena terhalang usia anak yang masih di bawah umur, maka Maria menyebutkan cara manipulasi dengan mengarang usia anak untuk 'sah di mata hukum' menjadi satu-satunya pilihan.

"Karena 14 tahun belum dapat KTP, ya dibuatlah KTP agar 'berusia' 18 tahun. Ini bisa melibatkan sampai tataran paling kecil seperti RT atau RW. Semua hanya untuk mendapatkan surat nikah," kata Maria.

"Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, banyak sekali praktik pernikahan anak seperti ini, orangtua menikahkan anak di bawah umur menggunakan KTP palsu,” lanjutnya.

Peran Penting Pemuka Agama Setempat

Di sisi lain, Maria menganggap prevalensi pernikahan usia anak di Indonesia sebesar 23 persen, masih belum mengungkap kondisi seutuhnya yang terjadi. Ia menilai masalah pernikahan anak adalah sebuah masalah yang kompleks.

Maria menganggap, ada banyak faktor yang menyebabkan pernikahan anak tak kunjung selesai dan mengalami perlambatan penurunan, salah satunya adalah kemiskinan. Namun, faktor lain menurutnya adalah pengaruh dari kepercayaan pelaku pernikahan usia anak.

"Kalau BPS sempat menyatakan bahwa agama tidak memiliki pengaruh, justru menurut saya sangat berpengaruh. Praktik nikah di bawah tangan justru tinggi karena, banyak yang beranggapan kalau sudah baligh berupa menstruasi, berarti anak perempuan sudah bisa menikah," katanya.

"Menurut saya, perlu ada peran serta dari tokoh agama kampung dan KUA setempat, karena orang kan ingin menikahkan pasti datang ke mereka. Jadi mereka akan berperan dalam penanganan masalah ini.”

Cara pencegahan lainnya, Maria menyarankan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA) mengajukan Perpu yang mengatur pencegahan pernikahan usia anak.

Selain itu, edukasi orangtua tentang pola pengasuhan juga perlu dilakukan secara bersamaan. Maria menilai, pola pengasuhan yang baik akan menurunkan kekhawatiran orangtua akan anak yang mengalami situasi pernikahan di bawah umur.

"Kalau target nol persen pada 2030, saya ragu karena masih banyak yang harus dilakukan. Tapi kalau berkurang separuh dari 23 persen ini pada 2030 nanti, itu sudah bagus sekali dan lebih mungkin terjadi. Asal, butuh upaya yang kuat dari berbagai sektor. Dan pemerataan pembangunan,” kata Maria. (les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER