Singapura, CNN Indonesia -- Matahari di Singapura bersinar sangat terik. Panasnya tak cuma membakar kulit tapi juga membuat perut makin terasa lapar. Jika bosan menikmati sepiring seafood khas Singapura, kini saatnya menjajal santapan legendaris lainnya yaitu mi kari ayam.
Salah satu warung kaki lima penjaja mi kari ayam paling legendaris di Singapura adalah Heng Kee. Warung yang terletak di Hong Lim Food Center, Upper Cross Street ini sudah berdiri sejak 50 tahun lalu.
Sekitar pukul 15.30 waktu setempat, CNNIndonesia.com tiba di Hong Lim Food Center, Upper Cross Street, tempat di mana satu-satunya warung Heng Kee dibuka. Bayangan soal warung yang besar dengan antrean mengular seperti yang biasa terlihat di warung legendaris langsung buyar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di jam tersebut, mi kari sudah hampir ludes terjual. Larisnya warung yang buka pada pukul 09.30 waktu setempat ini terlihat dari banyaknya mangkuk oranye khas warung Heng Kee yang bekas dipakai pembeli yang berserakan di sebagian besar meja di sekitar warung tersebut.
Semangkuk porsi jumbo mi kari pun berhasil dipesan. Dari penampilannya, mi kari ini sungguh berbeda dengan kari India, Malaysia, atau Jepang. Mi kari ini lebih terlihat seperti campuran antara sup ayam China dan kari. Sekilas tampilannya mirip dengan mi laksa khas Singapura.
Selain ayam, dalam seporsi mi kari ayam ini juga terdapat potongan tahu, kue ikan, mi kuning basah, toge, dan kuah kari yang cukup kental. Kuah kentalnya terlihat menggoda dengan warna yang merah merekah.
Sajian ini akan terasa makin mantap ketika disantap panas. Asap tipisnya mengepul ketika sesendok kuah kentalnya mulai tersesap di lidah.
Kuah kari kentalnya ini menjadi kunci utama kelezatan mi racikan Tay Khang Huat, sang pemilik warung. Namun 'kekuatan' rempah kari ini meresap sempurna dan menambah cita rasa dalam tiap irisan daging ayam dan bahan tambahan lainnya.
Ayamnya sendiri direbus dengan gaya Hainan. Ayam tersebut kemudian disiram dengan tambahan kuah kari. Kombinasi gaya hainan yang minim bumbu ini terasa sesuai dengan kuat dan kentalnya bumbu kuah kari. Sementara potongan kue ikan yang bertekstur kenyal melengkapi mi kari dengan rasa ikan yang kuat.
Jika ingin mencecap rasa mi kari yang lebih pedas, tambahkan saja sambal goreng ke dalamnya. Seluruh isi mi kari ini bisa dihabiskan dengan menyeruput kuah kari hingga tetes terakhir.
Namun jika tak suka pedas, ada baiknya untuk siap sedia minuman Anda sendiri. Seperti tipikal food court di Singapura lainnya, warung ini tidak menyajikan minuman. Minuman bisa didapatkan dari warung khusus penjaja minuman di sekitarnya.
Tay Khang Huat percaya, setiap bahan alami yang berkualitas akan menghasilkan cita rasa yang sempurna. Kepada CNNIndonesia.com, Tay Khang Huat membeberkan resep rahasia mi kari warung Heng Kee sehingga memiliki cita rasa yang berbeda dari mi kari lainnya. Rahasianya hanya satu, yakni santan kelapa.
"Ini semua soal santan kelapa. Saya tidak menggunakan banyak santan. Saya memeras santan kelapa sendiri untuk mendapatkan santan yang segar. Saya tidak menggunakan santan instan yang dijual di luar," ujarnya.
Tay Khang Huat berpandangan, mesin memeras terlalu banyak minyak kelapa, sehingga membuat santan memiliki bau tidak sedap. Ia mengatakan, ayahnya dulu juga pernah mencoba menggunakan krim kelapa kemasan. Namun hasilnya, santan kelapa yang dihasilkan jadi lebih berminyak di sore hari.
Santan kelapa yang lebih berminyak tak ayal akan merusak cita rasa mi kari.
"Ayah saya selalu berkata bahwa krim kelapa kemasan akan membuat kuah menjadi terlalu kental dan berminyak. Saat mencicip pertama kali rasanya memang sangat lezat, kedua kali rasanya cukup enak. Namun, saat mengicip ketiga kalinya, Anda akan bersendawa dan bau kelapa akan tercium," katanya.
Selain santan kelapa yang diperas sendiri, Tay Khang Huat pun mengaku menggunakan bumbu kari alami dan bubuk kari yang diraciknya sendiri.
Jangan harap bisa menemukan tempat duduk kosong di depan warungnya saat makan siang tiba. Tay Khang Huat menuturkan, warungnya selalu penuh sesak pembeli pada jam makan siang. Tak jarang, ia menemukan pembeli yang datang dari Indonesia, terutama asal Jakarta dan Surabaya.
Meski legendaris dan terkenal, warung ini tak mematok harga jual yang super mahal. Seporsi mi kari ayam ini dijual dengan harga S$5 atau sekitar Rp55 ribu untuk porsi kecil, dan S$7,5 atau sekitar Rp83 ribu untuk porsi jumbo.
"Kami tidak pernah menghitung berapa mangkuk terjual setiap harinya. Yang jelas, seluruh kari pasti habis sebelum jam tutup kami," katanya.
Setiap harinya warung ini buka mulai pukul 09.30-17.00 waktu setempat. Namun kenyataannya mi kari ayamnya selalu habis sekitar pukul 15.00.
Warung ini didirikan oleh Tay Young. Namun tiga tahun lalu, dia meninggal dalam usia 68 tahun. Warung ini pun kini dijalankan oleh generasi ke-duanya. Anak Tay Young Heng, Tay Khang Huat, meneruskan bisnis ayahnya ini bersama ibunya yang sudah cukup renta, Then Pow Cheng (70).
Tay Khang Huat bertugas untuk menyiapkan dan meracik seluruh mi kari yang dijual. Sementara Then Pow Chen melayani pembayaran dan mengangkat mangkuk-mangkuk bekas dipakai pembeli yang berserakan di meja, lalu mencucinya. Keduanya terkadang dibantu oleh paman Tay Khang Huat yang juga sudah sangat tua, sehingga hanya bisa membereskan tugas yang tidak terlalu berat.
Ia bercerita, ayahnya pernah mengungkapkan bahwa warungnya pertama kali dibuka di Synagogue Street tepatnya pada Hari Kemerdekaan Singapura, 9 Agustus.
"Saya ingat ayah berkata bahwa dia membuka warungnya pertama kali tepat pada Hari Kemerdekaan Singapura, 9 Agustus. Tapi dua atau tiga tahun sebelum 1965 [tahun kemerdekaan Singapura], jadi mungkin sekitar 1963 atau sebelumnya. Satu atau dua tahun sebelum kemerdekaan. Saya yakin warung ini sudah berumur hampir 50 tahun," ujarnya saat berbincang dengan CNNIndonesia.com beberapa saat lalu.
"Saat itu hujan sangat lebat dan pada saat itu kami belum berbentuk warung, hanya kereta dorong. Tapi bahkan di hari pertama, mi kari kami habis terjual."
Tay Khang Huat kini telah memiliki seorang putra. Namun, ia mengaku tidak yakin apakah akan mewariskan warung ini kepada putra semata wayangnya itu. Menurutnya, sejauh ini anaknya belum menunjukkan ketertarikan untuk meneruskan usaha turun-temurunnya.
"Saya tidak bisa berkata bahwa saya ingin mewariskan ini kepadanya, ini tergantung pada putra saya apakah dia tertarik atau tidak. Karena tertarik adalah satu hal, dan ingin meneruskan adalah hal lain," katanya.
Tay Khang Huat mengungkapkan, dirinya telah mengikuti ayahnya berjualan selama lebih dari 20 tahun. Meski demikian, ia mempelajari seluruh resep mi kari racikan ayahnya dengan serius baru sekitar 10 tahun yang lalu.
"Memasak bukan hanya soal resep, bukan soal seseorang meminta Anda melakukan hal itu. Anda harus melakukan hal itu sendiri, harus mencicipi dengan lidah anda sendiri, harus merasakan tekstur dan segalanya. Semakin banyak kesalahan yang Anda lakukan, semakin Anda bisa memasak dengan cita rasa sempurna," ujarnya.