Jakarta, CNN Indonesia -- Kikuchi Surutake mungkin tak pernah menyangka dapur Kikugawa yang dibangunnya pada 1969 masih mengepulkan asap dan memasak makanan. Dia mungkin juga tak menyangka restoran yang dibangun 48 tahun lalu ini masih bisa melayani tamunya.
Usai perang pasifik, Kikuchi yang jatuh cinta pada Indonesia memutuskan untuk menetap dan membangun keluarga bersama istri dari Indonesia. Kikugawa pun dirintisnya bersama sang istri.
Nama Kikugawa sendiri diambil dari gabungan namanya dengan inspirasi lagu Indonesia kesukaannya, Bengawan Solo. Dalam bahasa Jepang, Bengawan Solo yang tak lain adalah sungai memiliki arti gawa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di restoran ini, Kikuchi hanya menyajikan berbagai makanan autentik Jepang. Oleh karenanya, nama restoran pun dipilih yang 'berbau' Jepang. Sebelumnya, Kikuchi juga pernah membuka restoran bernama Bengawan Solo di kawasan mewah Roppongi. Nama sungai di Jawa Tengah ini sengaja dipilih yang 'berbau' Indonesia. Bahkan kenyataannya, restoran ini menjadi restoran Indonesia pertama di Jepang di 1957.
Kikuchi kini sudah tiada, namun warisan Kikugawa masih dijaga sesuai peninggalannya. Dibanding restoran Jepang lainnya, Kikugawa tak ada apa-apanya. Restoran ini jauh dari kesan glamor dan mewah. Sebaliknya, restoran ini seolah ingin menyembunyikan dirinya dari bisingnya suara kereta api stasiun Gondangdia dan mewahnya kantor serta restoran sekitar.
Hanya bermodal papan nama kayu sederhana berwarna kuning, Kikugawa mencoba menonjolkan dirinya. Jalan berbatu kerikil menghiasi halaman depan restoran yang bentuknya seperti rumah pribadi ini.
"Tutup"
Sebuah papan penanda kecil memberitahu bahwa restoran tersebut belum menerima tamu, padahal saat itu jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Kikugawa masih mempertahankan jam operasional ala Jepang dengan waktu istirahat sore yang cukup lama.
"Restoran mulai buka pukul 12.00-15.00, kemudian istirahat dan buka lagi pukul 17.30-22.00 WIB," kata salah seorang pelayannya.
 Foto: CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti Kikugawa jauh berbeda dengan restoran Jepang lainnya yang terkesan mewah |
Tepat pukul 17.30 WIB, restoran kembali beroperasi. Para pelayan perempuan menyambut tamu dengan hangat. Mereka mengenakan kemeja batik dan rok hitam, bukan dengan pakaian khas Jepang.
Alunan instrumen Jepang sayup-sayup terdengar. Suaranya menenangkan jiwa. Nuansa tenang makin tergambar lewat dekorasi restoran yang sederhana bak rumah jadul.
Sebuah tori berwarna merah membentang menjadi pembatas antar ruangan. Tori batu, boneka perempuan Jepang, dan deretan guci menambah aura Jepang di Kikugawa.
Tak ada tatami atau tempat duduk alas tikar Jepang yang digelar. Seolah ingin menunjukkan kecintaannya pada Indonesia, Kikugawa lebih memilih menggunakan meja kayu dan kursi bambu berbantal merah tebal khas Indonesia di masa lalu.
Kesederhanaan dan autentikasi Kikugawa makin terlihat dalam susunan menunya. Tak seperti restoran lain yang punya buku menu super tebal, Kikugawa hanya punya beberapa beberapa jenis menu yang tertulis dalam lembaran karton merah yang dilaminating dan dijilid spiral.
Restoran bernuansa tempo dulu ini benar-benar mengadaptasi nuansa Jepang. Di Jepang sendiri, restoran mewah umumnya menghadirkan ketenangan dan suasana sunyi untuk pelanggannya bisa menikmati makanan. Kondisi ini sungguh berbeda dengan restoran di Jakarta yang kerap ramai dengan suara perbincangan yang keras.
Kikugawa begitu tenang. Bahkan pelayannya pun bicara dalam nada suara yang pelan.
Nuansa nyaman dan tenang membuat pelanggan bisa benar-benar meresapi nikmatnya makanan yang dipilihnya.
Kondisi ini membawa atmosfer Jepang ke Indonesia. Lewat restoran ini seolah terlihat 'jejak' gabungan dan sejarah makanan Jepang di Indonesia.
Sayangnya, sebagai restoran Jepang pertama di Jakarta, Kikugawa yang menggambarkan perjalanan sejarahnya dalam buku menunya. Padahal, nilai sejarah ini akan menambah keistimewaan dan nilai lebih bagi tamu yang datang.
Mungkin saja, Kikugawa tak ingin dikenal karena sejarah panjangnya, melainkan karena rasa makanannya yang nikmat.
Sejak dulu, restoran ini mengklaim tak mengubah menunya. Mereka hanya menyajikan makanan seperti sushi, sashimi, agedashi tofu, udon, soba, sampai ramen.
Hanya saja, khusus sushi, Kikugawa cuma membuat satu varian sushi saja, sushi salmon.
"Sejak dulu kami memang hanya menyajikan salmon sushi saja," ucap pelayan itu lagi.
Sekalipun hanya sushi salmon, namun mereka punya beberapa olahan sushi salmon. Nigiri salmon sushi, sashimi salmon, salmon ju, sampai chako salmon.
Nigiri salmon adalah salah satu jenis sushi klasik yang layak dicoba. Untuk menghadirkan kreasi sushi yang autentik, sushi kepal ini disajikan dalam ukuran yang kecil. Di Jepang sendiri, ukuran nigiri sushi memang kecil hanya sekali santap. Irisan daging salmonnya yang berwarna pink dengan garis putih menandakan kesegarannya. Ukuran daging ikan justru lebih besar dibanding ukuran nasinya.
Berbeda dengan salmon sushi, chako salmon punya tampilan yang keemasan. Chako salmon sushi ini disajikan dengan salmon yang digrill. Di bagian atasnya ditambahkan dengan olesan saus panggang yang nikmat dan sedikit lengket. Ada rasa gurih dan manis yang tercecap saat menyantapnya.
Menu Kikugawa lain yang patut dicoba adalah agedashi tofu dan soba tempura. Agedashi tofu disajikan dengan tampilan yang sederhana. Hanya tiga buah tahu berukuran besar yang sudah digoreng dengan lapisan tepung renyah.
Tahu yang digunakan di tempat ini adalah jenis tahu putih yang padat. Setelah digoreng, tahu ini disajikan bersama dengan siraman dashi yang gurih. Sekalipun gurih, rasa kuah dashinya masih tetap terasa ringan.
Rasa dashi ringan dan gurih juga terasa nikmat dalam soba tempura. Kenyalnya mi soba yang berwarna kecokelatan ini menyatu sempurna dengan kuah dashi yang gurih dan manis. Kuahnya berwarna cokelat jernih tanpa adanya sisa endapan.
Kuah gurih dan mi soba yang kenyal diperkaya dengan renyahnya tempura sayur yang disajikan. Ada beberapa sayur yang disajikan dalam seporsi tempura, yaitu wortel, buncis, terung, ubi, dan udang.
Jika tak ingin memadukannya dengan tempura, Anda bisa memadukannya dengan tamago atau omelet khas Jepang. Gulungan telur ayam yang tebal dan berwarna kuning cerah menghadirkan sensasi rasa yang tak terlupakan.
Tak ada bumbu yang terasa mendominasi dan terlalu kuat. Sebaliknya, Kikugawa justru benar-benar menampilkan rasa umami khas Jepang.
Namun untuk mendapatkan rasa yang sempurna, semua sajiannya harus disantap segera setelah terhidang di meja. Pasalnya pendingin ruangan yang terpasang, cukup dingin. Hal ini akan membuat makanan pesanan mendingin dengan cepat dan mengurangi kenikmatannya.