Ahli biologi molecular dari Universitas California, Patrick O’Farrell, yang tidak terlibat dalam penelitian Zhang, menganggap keputusan orang tuanya itu mencemaskan karena mengingat kemungkinan berkembangnya muatan mutasi sejalan dengan bertambahnya umur sang anak.
Dalam kasus ini, tim Zhang melaporkan, ada lima telur yang menjalani pertukaran dan fertilisasi. Embriyo yang akhirnya ditanam membawa 5 persen DNA cacat tetapi para peneliti tidak meneliti seberapa rusak DNA yang diturunkan dalam embrio yang tidak digunakan.
Sisa dari telur yang difertilisasi ini masih ada, terang Zhang, tetapi ia belum mengetes telur ini untuk mengetahui seberapa besar DNA cacat yang ada di setiap telur sisa ini. Jika memang ada orang tua ini memutuskan untuk punya anak lagi, ia baru akan melakukan tes.
Tanpa kesiapan data mengenai transfer DNA cacat dalam telur yang difertilisasi ini, O’Farrell merasa informasi penting diabaikan. Bayi tiga orang tua ini menawarkan kesempatan langka untuk mempelajari pemisahan dan transmiri genom mitokondria.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui wawancara per telepon, Zhang menegaskan jika analisa masih terus berjalan.
“Ini adalah ranah baru. Wajar jika banyak pertanyaan dan akan lebih banyak lagi penelitian mengenai hal ini. Dengan tes baru di penelitian baru ini, kita akan terus belajar,” seru Zhang.
Terlepas dari berbagai pertanyaan yang belum terjawab, penelitian terobosan baru dari Zhang ini memicu penelitian serupa di berbagai negara. Para editor jurnal yang memegang laporan terbaru memberi kredit pada Zhang karena telah mengangkat kesadaraan untuk mewaspadai penggunaan terapi penggantian mitokondria di Inggris.
Sementara itu, ahli kesuburan Valery Zukin telah menggunakan teknik tiga orang tua ini di Ukraine untuk membantu dua wanita tidak subur penderita sindrom embrio arrest. Sindrom ini membuat telur subur berhenti bertumbuh sebelum mereka ditanam di rahim. Kedua wanita ini telah melahirkan bayi-bayi yang sehat tahun ini.
Kabar gembira seperti ini jelas mendapat sambutan hangat dari orang tua yang bersusah payah mendapatkan anak.
Namun, ahli seperti O’Farrell terus menyatakan kekuatirannya terhadap prosedur seperti ini karena dianggap terlalu cepat dan terlalu banyak pertanyaan yang belum terjawab.
“Saya merasa memperluaskan kerja ini dalam kasus-kasus ketidaksuburan sangatlah berbahaya. Setiap gen yang mengkompromikan kesuburan, yang harus diketahui sebelumnya adalah bagaimana pengaruhnya nanti di aspek perkembangan anak. Jika hanya memperhatikan masalah kesuburan, cacat lainnya yang disebabkan oleh gen akan tetap ada.”
(sys)