Jakarta, CNN Indonesia -- Kawah Sileri di Dieng, Jawa Tengah yang meletus pada Minggu (2/7) kemarin, memiliki kepulan asap putih berbau sulfur yang menjadi salah satu keindahan objek wisata panas bumi.
Jika dipadukan dengan cahaya matahari yang terang, foto yang diambil wisatawan dengan latar belakang kawah tersebut sangat indah untuk dibagikan di media sosial.
Namun, melancong ke kawasan wisata panas bumi sudah pasti memiliki risiko tersendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain risiko tersiram letusan lumpur panas akibat aktivitas gunung berapi di bawah tanah seperti yang terjadi di Kawah Sileri, wisatawan juga harus berhati-hati melangkah. Pasalnya struktur tanah di sekitar kawah yang ada di pegunungan tidak stabil dan rawan longsor.
Selain itu, udara di sekitar kawasan panas bumi sangat rawan tercampur dengan gas beracun yang muncul dari celah bebatuan. Tidak jarang wisatawan merasa pusing, sampai akhirnya tewas karena banyak menghirup gas tersebut.
Earth Magazine menyebut tren kunjungan wisatawan ke objek wisata alam pegunungan berapi terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Diperkirakan 100 juta orang menyambangi objek wisata panas bumi yang ada di seluruh dunia.
Beberapa diantaranya yang terkenal adalah Hawaii Volcanoes National Park yang setiap tahun bisa menyedot 2 juta wisatawan.
Lalu ada juga Yellowstone National Park di Wyoming, Amerika Serikat (AS) yang dikunjungi 3 juta pelancong setiap tahun. Serta kawasan pegunungan Rainier di Washington yang rata-rata disambangi 1 juta wisatawan per tahun.
 Foto udara Yellowstone National Park. (REUTERS/Robert B. Smith, Lee J. Siegel/Handout via Reuters) |
Patricia Erfurt-Cooper, dosen mata kuliah perencanaan pariwisata di Universitas Ritsumeikan Asia Pacific Jepang menuturkan banyak pemerintah negara-negara yang memiliki potensi panas bumi secara serius mengembangkannya menjadi objek wisata.
"Tidak sedikit bahkan yang menetapkannya sebagai taman nasional dan situs warisan dunia, sehingga bisa menarik lebih banyak turis untuk datang," kata Erfurt-Cooper, dikutip dari Earth Magazine, Senin (3/7).
Perempuan penulis buku 'Volcano and Geothermal Tourism' pada 2010 silam menambahkan, jumlah wisatawan yang berkunjung semakin meningkat apabila pengelola objek tersebut memadukannya dengan wisata alam lainnya seperti mendaki gunung berapi dan sebagainya.
"Menyaksikan aktivitas gunung berapi, bisa jadi pengalaman sekali seumur hidup bagi sebagian besar orang," ujar Tobias Schorr, seorang pemandu wisata sekaligus fotografer majalah Volcano Discovery terbitan Troisdorf, Germany.
Bahaya MengintaiNamun, seperti sudah disebutkan di atas, menghabiskan waktu liburan dengan mengunjungi objek wisata panas bumi pegunungan berapi memiliki risiko besar yang mengancam jiwa para pelancong.
Menurut Schorr, belum ada organisasi internasional yang mendata jumlah korban jiwa dari setiap insiden di kawasan panas bumi yang tersebar di seluruh dunia.
Lava Kawah Kilauea di Hawaii Volcanoes National Park. (REUTERS/Hugh Gentry) |
"Hanya Hawaii yang menerapkan standar keamanan tinggi bagi wisatawan yang datang ke objek panas bumi di daerahnya," katanya.
Namun, Erfurt-Cooper mengeluhkan hanya sedikit wisatawan yang mengindahkan papan peringatan yang terpampang di sekitar kawasan wisata tersebut.
"Banyak orang tidak mendengarkan peringatan yang ada. Mereka merasa tertantang untuk menjelajah kawasan tersebut, yang sama saja memancing bahaya," tegasnya.