13.00 WIB - Menjejak Gunung Anak KrakatauKeesokan harinya, saya kembali meneruskan perjalanan ke tujuan utama, Gunung Anak Krakatau. Dengan menumpang perahu nelayan dari Pulau Sebesi. Tarifnya Rp20 ribu per orang untuk sekali jalan.
Selang satu setengah jam, saya tiba dan menginjakkan kaki di Pulau Gunung Anak Krakatau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Udara pagi yang masih segar membuat saya bersemangat mendaki hingga puncak gunung yang tingginya hanya sekitar 800 meter di atas permukaan laut (mdpl). Saya pun memulai pendakian.
Begitu memasuki jalur pendakian, seperti kebanyakan gunung lain, suasana hutan menjadi pembuka. Bedanya, bila tanah hutan kebanyakan berwarna coklat, di sini justru lebih hitam dan bertekstur kasar lantaran bercampur pasir.
Sekitar sepuluh menit mendaki, jalur pendakiannya masih landai. Namun, satu pos menuju puncak, saya dihadapkan pada jalur pendakian yang cukup terjal. Sebenarnya ada alternatif jalur lain yang bisa saya pilih. Tapi, rasanya sayang bila tak menjajal jalur utama ini. Sebab, itulah sensasinya mendaki gunung.
Begitu menaklukkan jalur terjal, pemandangan cantik langsung menyambut saya. Ialah hamparan laut lepas bernuansa biru menyegarkan yang mengelilingi Pulau Gunung Anak Krakatau, ditambah dengan pemanis gunung lain dari pulau berbeda di seberang pulau ini.
 Pemandangan Gunung Anak Krakatau dari udara. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal) |
Rasanya terbayar sudah perpaduan jalan darat dan laut yang silih berganti mewarnai liburan kali ini, hingga akhirnya bisa sampai di atas Gunung Anak Krakatau.
Gunung Anak Krakatau sendiri muncul pada 1927, sekitar 44 tahun setelah Gunung Krakatau meletus hebat. Letusannya disebut-sebut berhasil mengalahkan letusan Bom Atom yang dijatuhkan Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, saat Perang Dunia II.
Bahkan, langit dunia sempat redup selama setahun lantaran debu vulkanis yang disemburkan Krakatau menutup lapisan atmosfer bumi. Bunyi letusannya disebut mengguncang hingga Afrika, getarannya sampai ke Eropa, serta debunya terbang hingga Norwegia dan New York.
Puas melepas lelah dan menikmati udara segar, saya pun tak lupa mengabadikan momen untuk mengambil foto. Sembari menikmati sedikit kudapan yang saya bawa. Tentunya saya tak lupa membawa kembali kantong plastik dari kudapan yang saya nikmati di puncak.
Sebab, Gunung Anak Krakatau ini telah ditasbihkan sebagai salah satu cagar alam darat dan cagar alam laut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sehingga, jadi tanggung jawab para pendaki, termasuk saya, untuk menjaga kebersihan gunung ini.
Usai bertamu ke Gunung Anak Krakatau, saya pun kembali ke Pulau Sebesi dengan kembali menumpang perahu nelayan.
17.00 WIB - Bermalam di Pulau Sebesi
Sampai di Pulau Sebesi, matahari sudah hampir tenggelam. Alhasil, saya memilih untuk menginap di pulau sebelum kembali ke Jakarta pada esok pagi.
Saya menumpang di rumah warga yang disewakan sebagai penginapan. Tarifnya murah, sebesar Rp50 ribu per orang, tergantung negosiasi. Namun, ada pula penginapan resmi dengan kisaran harga Rp50-100 ribu per orang per malam.
(ard)