Fetal Echo, Deteksi Penyakit Jantung Bawaan Sejak Kandungan

Filani Olyvia | CNN Indonesia
Rabu, 20 Sep 2017 09:25 WIB
Tidak semua bayi dengan penyakit jantung bawaan (PJB) memperlihatkan gejala atau tanda yang khas saat baru lahir, akibatnya PJB baru terdeteksi saat dewasa.
idak semua bayi dengan PJB memperlihatkan gejala atau tanda yang khas PJB saat baru lahir, akibatnya PJB baru terdeteksi saat dewasa. (Thinkstock/yacobchuk)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sampai saat ini masih sangat sedikit kasus penyakit jantung bawaan (PJB) hanya yang sudah diketahui di awal kelahiran. Rata-rata penyakit jantung bawaan ini 'telat' terdeteksi.

Para dokter biasanya baru bisa mendeteksi adanya PJB pada bayi bila terlihat tanda kebiruan (sianosis) pada kulit, menunjukkan sejumlah gejala gagal jantung, ataupun mendengar bunyi atau bising jantung.

Masalahnya, sebagian kasus PJB hanya menimbulkan gejala minimal pascakelahiran. Artinya, tidak semua bayi dengan PJB memperlihatkan gejala atau tanda yang khas saat baru lahir, akibatnya PJB baru terdeteksi saat dewasa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Padahal, deteksi dan identifikasi PJB sejak awal sangat penting mengingat ada jenis PJB yang perlu tindakan operasi atau intervensi kateter segera setelah lahir. Oleh karena itu, perlu pemantauan yang cermat untuk mendeteksi adanya PJB.

Spesialis kardiologi pediatrik dan penyakit jantung bawaaan dari RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Dr. Oktavia Liliyasari, Sp.JP menjelaskan bahwa sebenarnya ada tahapan pemeriksaan yang memungkinkan dokter maupun orang tua melihat stuktur dan fungsi jantung anak sebelum lahir.

Pemeriksaan ini dikenal dengan istilah fetal echocardiography. Serupa dengan screening kehamilan pada umumnya, fetal echo juga dilakukan dengan bantuan alat ultrasonografi (USG).

Melalui fetal echo, kata Oktavia, dokter dapat melihat apakah jantung janin bekerja dengan benar atau tidak, bahkan melihat aliran darah melalui jantung. Biasanya baru bisa dilakukan pada trimester kedua kehamilan, yakni pada minggu ke-18 hingga ke-24.


"Masalahnya, tidak semua dokter kandungan dan kebidanan punya kemampuan untuk mendeteksi kelainan pada jantung," kata Oktavia kepada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

Belum lagi, lanjut Oktavia, tak banyak spesialis obstetri dan ginekologi di Indonesia yang mau, maupun berani melakukan intervensi intrauterine untuk menangani kelainan maupun cacat bawaan pada janin, termasuk PJB, karena tingkat risiko yang tinggi.

Oleh karena itu, saat menemui gejala maupun kelainan pada jantung janin, ada baiknya untuk langsung memeriksakan kondisis janin pada dokter spesialis kardiologi pediatrik. Sehingga, dengan pemeriksaan lebih lanjut, kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi pada masing-masing kelainan PJB pasca kelahiran dapat ditangani dengan cepat.

"Biasanya, untuk kasus bayi dengan PJB kami akan anjurkan orang tuanya untuk melahirkan di rumah sakit dengan fasilitas lengkap, yang punya sarana penanganan penyakit jantung bawaan," ujarnya. (chs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER