LANCONG SEMALAM

Selayang Pandang Bersama Bus Wisata TransJakarta

els | CNN Indonesia
Minggu, 08 Okt 2017 11:58 WIB
Siapa bilang berwisata di Jakarta selalu bayar dan mahal? Silakan coba naik Bus Wisata TransJakarta dan rasakan pengalaman wisata di antara rutenya.
Bus Wisata TransJakarta dibuat bertingkat dan berkaca besar. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Berkeliling Jakarta gratis? Siapa mampu menolak tawaran ini, termasuk saya. Beberapa bulan yang lalu, Pemda DKI Jakarta bersama PT TransJakarta meluncurkan Bus Wisata dengan model double decker (tingkat) untuk melayani turis yang ingin berkeliling Jakarta tanpa kepanasan. 

Tak seperti naik bus TransJakarta reguler, Bus Wisata melaju perlahan, memberikan kesempatan turis untuk menikmati pemandangan kota Jakarta melalui jendelanya yang besar. 

Bus beroperasi pada Senin-Jumat mulai pukul 10.00 WIB dan berakhir pukul 18.00 WIB. Ada yang sampai pukul 23.00 WIB, namun hanya saat akhir pekan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terdapat enam rute, yakni BW 1 (Sejarah Jakarta), BW 2 (Jakarta Baru), BW 3 (Seni dan Kuliner), BW 4 (Pencakar Langit Jakarta), BW 5 (Ruang Terbuka Jakarta) dan BW 6 (Cagar Budaya).  Rute BW 3 dan BW 6 hanya beroperasi pada akhir pekan. 

Karena berkeliling pada hari Jumat, maka saya hanya bisa menjajal empat rute.

10.24 WIB - Semua Bermula dari Istiqlal

Titik memulai perjalanan dengan Bus Wisata adalah dari Halte Masjid Istiqlal. Dari kejauhan, bus-bus sudah mengantre menunggu ditumpangi turis. 

Saya naik BW 1 dengan tujuan Kota Tua. Pemandu wisata yang ikut dalam perjalanan, Alif Yassin, berkata bus akan berhenti di halte-halte tujuan wisata sejarah. 

Bus Wisata terasa lengang karena mungkin masih hari kerja. Tak hanya turis dalam negeri, ada juga beberapa turis asing yang ikut menumpang. Saya menyapa Etsuo, turis asal Jepang yang mengaku baru pertama kali berkunjung ke Indonesia, tepatnya Jakarta.

"Di sini memang macet, seperti kata kawan saya. Dia pernah ke sini dan katanya ogah ke sini lagi karena sangat macet," kata Etsuo sambil tersenyum.  Ia pun turun di Halte Monumen Nasional (Monas) , karena ingin melihat-lihat Museum Nasional. Bus lalu kembali melaju. 

Mengetahui ada wartawan yang ikut menumpang, dengan ramah sang supir bus memanggil saya, mengajak mengobrol.

Emi Suhartati, atau akrab disapa Emong, adalah perempuan di balik kemudi bus berukuran besar ini. Ia sudah 13 tahun menjadi supir bus TransJakarta. Begitu diminta mengemudikan Bus Wisata, ia merasa bisa lebih santai.

Selayang Pandang Bersama Bus Wisata TransJakartaEmi Suhartati, supir Bus Wisata TransJakarta. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

"Kalau TransJakarta biasa itu kan mengutamakan waktu, kalau ini bisa dibilang buang-buang waktu. Lebih asyik, lebih santai jadinya," ujar Emong sambil tertawa.

Jelas bus melaju santai. Sesuai peraturannya, bus hanya dibolehkan melaju sekitar 20 sampai 30 kilometer per jam. Kecepatan yang memang pas untuk menikmati pemandangan sekeliling. 

Menjadi supir Bus Wisata juga membuat Emong jadi sedikit mahir berbahasa Inggris. Ia mempelajarinya dari percakapan singkat dengan turis asing yang menumpang. 

Menurut Emong, interaksi dengan penumpang jelas lebih sering dirasakannya di Bus Wisata.

"Saya kadang inisiatif saja menjelaskan ke turis mengenai tempat-tempat wisata yang bisa mereka kunjungi di Indonesia. Kita kalau di negara orang juga kalau ada yang jelasin kan seneng. Untuk apa jauh-jauh ke sini kalau nggak tahu mau ke mana," kata Emong. 

Jika Emong tak punya kewajiban untuk menjelaskan pemandangan, Alif sebaliknya. Tugasnya paling sibuk saat akhir pekan, di mana bus akan sangat padat oleh turis. 

“Sabtu dan Minggu ramai penumpang. Kalau hari biasa malah banyak yang hanya numpang tidur,” kata Alif. 

Tak terasa Bus Wisata yang saya tumpangi hampir tiba di Kota Tua. Emong merekomendasikan untuk makan siang di Soto Gerobak depan Gedung BNI 46 dan jajan di kawasan Pecenongan.

"Kulineran ya di Pecenongan. Ada itu martabak enak, namanya saya lupa, pokoknya ada angka enamnya," ujar Emong dengan nada keibuan sambil melambaikan tangan kepada saya.

12.00 WIB - Semangkuk Soto Tangkar dan Es Potong

Turun dari bus di Halte BNI 46, saya langsung mencari soto sesuai petunjuk Emong. Rupanya soto yang dimaksud adalah Soto Tangkar khas Bogor. Gerobak penjual tampak ramai dikerumuni pelanggan, mungkin semuanya disarankan Emong untuk datang ke sini.

Tak seperti soto yang biasanya menggunakan daging ayam atau sapi, Soto Tangkar menggunakan bagian tubuh sapi di luar dagingnya, seperti paru, kikil atau kulit, tulang muda dan babat atau perut. 

Selayang Pandang Bersama Bus Wisata TransJakartaPenampakan Soto Tangkar yang dicicipi. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Selain itu, juga terdapat potongan kentang, daun bawang serta bawang goreng plus guyuran kuah santan. Mantap!

Semangkuk soto dan nasi hangat seharga Rp 15 ribu cukup mengembalikan tenaga saya. Rasanya ingin segera bergegas ke kawasan museum, tapi terik matahari memang tak tertahankan.

Gerobak Es Potong di seberang gerobak seakan melambai. Sepotong es rasa cokelat pun saya santap. Murah meriah, hanya Rp4 ribu. 

12.30 WIB - Museum Fatahillah 'Plus-Plus'

Tak lebih dari 200 meter saya berjalan, pemandangan meriam peninggalan Belanda sudah tampak. Suasana begitu lengang. Barisan sepeda dan setumpuk topi seakan bersabar menunggu disewa turis yang datang. 

Harga sewanya tak begitu mahal, hanya Rp20 ribu per setengah jam. Tapi masih begitu terik kalau mau bersepeda. Saya memilih mengintip Museum Sejarah Jakarta atau biasa disebut Museum Fatahillah dengan tiket masuk seharga Rp5.000.

Museum yang dulu digunakan sebagai gedung Balai Kota zaman kompeni ini masih terawat dengan baik. Dekorasi dan interior kayunya masih terlihat apik. 

Selayang Pandang Bersama Bus Wisata TransJakartaTuris asyik berkeliling di Museum Fatahillah. (CNN Indonesia/Andry Novelino)


Bagian yang paling menarik dari bangunan ini ialah penjara bagi mereka yang menunggu putusan hakim. Setidaknya, ada dua pejuang Indonesia yang pernah menyicipi penjara ini, yakni Untung Suropati dan Pangeran Diponegoro. 

Sel penjara tak terlalu besar, ditambah bola semen berbagai ukuran yang semakin membuat sesak ruangan. Bola-bola berat ini diikatkan pada tahanan agar tidak kabur. Penderitaan para tahanan langsung terasa di pikiran saya.

Selayang Pandang Bersama Bus Wisata TransJakartaEs Selendang Mayang. (Midori via Wikimedia Commons (CC-BY-3.0))

Bagian belakang museum terdapat beberapa bangku untuk sekadar bersantai atau beristirahat. Pohon besar menaungi sehingga suasana terasa semakin teduh.

Terlihat ada penjual Es Selendang Mayang dan Kerak Telor. Wisata ke sini memang jadi jawaban untuk wawasan dan perut.

Es Selendang Mayang seharga Rp8.000 dan Kerak Telor seharga Rp20 ribu sukses menyelamatkan saya dari hawa panas. 

Selayang Pandang Bersama Bus Wisata TransJakarta

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER