Jakarta, CNN Indonesia -- Desainer busana Harry Halim identik dengan rancangan busana wanita yang didominasi hitam, tapi elegan. Ada sisi
rebel juga di dalamnya, yang kental dalam setiap rancangan.
Setelah hampir satu dekade berkiprah di Paris, Perancis, Harry kini ingin menawarkan sesuatu yang beda dan berani untuk Jakarta. Lulusan Lasalle College of The Arts, Singapura itu membuka butik perdananya di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, pada akhir pekan lalu dengan tema sesuai koleksinya. Kata dia, orang-orang di sekitarnya sering memberikan nasehat perihal selera berpakaian perempuan Indonesia.
"Mereka memberitahu saya bahwa perempuan Indonesia itu berpakaian lebih rileks, suka mengenakan
heels, dan
pretty looking. Namun, saya ingin membawa sesuatu yang beda,
fresh,
maybe 'dangerous' or fierce," ujar Harry dalam campuran bahasa Indonesia dan Inggris pada
CNNIndonesia.com, Jumat (9/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesan 'dangerous and fierce' yang disampaikan Harry memang langsung terasa saat memasuki butik. Selain itu, mungkin pengunjung akan merasakan kesan
dark karena tata lampu yang tak begitu terang dan pilihan lampu warna merah.
Sebanyak 24 looks ia tawarkan di sini. Harry mengakui bahwa dirinya menyukai
dark color juga monokrom, maka tak heran dalam koleksi bertajuk
'Les Fleus du mal' yang berarti '
flower of evil', semuanya mengambil warna hitam sebagai warna dominan. 'Les Fleus du mal' sendiri merupakan judul buku puisi milik Charles Baudelaire.
"Puisinya sangat menarik, bahwa keindahan itu bisa ditemukan dalam kegelapan. Banyak orang berpikir kegelapan itu sesuatu yang negatif, sesuatu yang tak mau Anda sentuh, rasakan. Padahal ada banyak hal yang dapat ditemukan dalam kegelapan, ketidaksempurnaan," jelasnya.
 Koleksi yang diusung Harry Halim ke Jakarta. (Foto: CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari) |
Sebagian besar koleksinya berupa busana transparan berkat paduan bahan lace. Meski tampak miskin detail, tapi Harry banyak bermain dengan tekstur. Jika dilihat, busana hanya tampak berwarna hitam, tapi saat disentuh, terasa tekstur yang berbeda dari motif 3D dari permainan bahan kulit.
"Saya pikir perempuan Indonesia bisa bereksplorasi, tak selalu dengan gaya klasik dan membosankan," tambahnya.
Ia menawarkan atasan, jaket lace, bawahan baik celana maupun rok, juga
dress. Sekilas, beberapa busana tampak seperti
couture dan beberapa
ready to wear. Namun, Harry menjelaskan busana menggunakan detail layaknya
couture tapi dengan
finishing ready to wear."Anda dapat mengenakannya untuk bekerja, atau ke pesta. Beberapa busana berpotongan
sharp edgy, mungkin sulit untuk dikenakan di acara santai," ujarnya.
Harry yang sejak 2010 rutin bergabung dalam agenda Paris Fashion Week optimistis koleksinya bakal diterima penikmat fashion tanah air. Ia mengaku tak mau mengikuti pasar dan tetap dengan gaya yang diusungnya. Menurutnya, perempuan Indonesia berbeda dengan perempuan Eropa.
"Perempuan Indonesia itu dress to impress, mereka perhatikan dari busana sampai sepatu. Sedangkan perempuan Eropa enggak terlalu care soal sepatu, rambut. (Perempuan) Indonesia suka sesuatu yang limited edition," katanya.
(rah)