-- Dua klub sepak bola, AS Roma dan Lazio menjadi nama yang terlintas dalam benak saya ketika pertama kali menyebut kota Roma. Selain menjadi 'kandang' bagi kedua klub besar di Liga Italia, Roma sebenarnya menyimpan keindahannya tersendiri.
Bangunan-bangunan yang masih tegak berdiri sejak zaman Kekaisaran Romawi masih terasa kental di berbagai sudut kota Roma.
Setelah mengantongi visa Schengen, saya berangkat dari Jakarta menuju Roma dengan menumpang pesawat Turkish Airlines.
Dua pertiga perjalanan ke Roma, saya singgah di Istanbul selama tiga jam untuk meneruskan terbang kembali selama dua jam ke
, Roma.
Ketika tiba pada pukul 10.30 waktu setempat, hawa dingin langsung terasa menembus tulang dan matahari hanya sedikit menampakkan sinarnya. Maklum, saat itu masih musim dingin meski salju tidak turun dan hujan sesekali membasahi kota.
Suhu di Roma pada bulan Februari berkisar 4 derajat Celcius pada pagi hari, beranjak naik hingga 12 derajat Celcius di siang hari dan kembali dingin di sore dan malam hari.
Berbeda dengan bandara di kota besar pada umumnya, suasana di Fiumicino terhitung sangat sepi untuk menerima kedatangan wisatawan.
Tak mengherankan, lantaran Roma kerap sebatas jadi kota transit bagi wisatawan untuk menjelajah belahan Italia lainnya seperti Venice dan kota fashion, Milan.
Hari pertama12.00 - 13.00: Restoran ZeusSetelah menempuh perjalanan panjang, adil rasanya jika langsung memanjakan lidah dengan makanan khas Italia.Ya, apalagi kalau bukan pizza dan 'kroni-kroninya' untuk mengisi ruang kosong di perut sekaligus menghangatkan badan.
Menuju pusat kota, akan semakin banyak tempat makan yang menawarkan menu wajib ala Italia.
Pilihan jatuh pada Restoran Zeus yang berada di Via Nazionale, sekitar 30 menit ditempuh dari bandara.
Ada yang menarik dengan cara restoran di Italia menyajikan makanan. Pramusaji akan langsung menghidangkan makanan utama tanpa makanan pembuka.
14.00-14.45: La fontana delle NaiadiSetelah perut terisi, sayang rasanya jika tenaga tak langsung dipakai. Tempat yang pertama saya kunjungi sebuah air mancur Fontana delle Naiadi yang tepatnya tak jauh dari Restoran Zeus.
 Fontana delle Naiadi. (CNN Indonesia/Ervina Anggraini) |
Letaknya cukup strategis berada tepat di alun-alun Piazza della Repubblica.
Dari tempat saya melahap makan siang, jaraknya hanya 140 meter dan cukup berjalan kaki selama 5 menit. Lokasinya yang berada tepat di tengah-tengah alun-alun kota mengharuskan pengunjung untuk selalu waspada terhadap kondisi lalu lintas yang ramai.
14.45-15.05: Rehat sejenak di The Inn at Spanish Steps HotelSelesai mengabadikan sejumlah bangunan eksotis di sekitar Fontana delle Naiadi, saatnya saya beristirahat sejenak. Mengingat kondisi jalan yang cukup ramai- namun tidak padat- jarak tempuh ke tempat saya menginap sekitar 4,5 km selama 20 menit.
Hotel yang berada di Piazza di Spagna diwarnai jajaran butik ternama di kiri dan kanan jalan hotel. Meskipun begitu, tempat saya menginap justru terkesan biasa saja.
Sebuah pintu kecil yang 'tersembunyi' di antara butik-butik mewah menjadi akses masuk bagi para tamu. Orang awam mungkin tak mengetahui ada hotel di balik pintu hijau berukuran besar tersebut.
Kejutan tak cukup sampai disitu, saat hendak naik ke kamar pengunjung akan mendapati hal antik lainnya. Sebuah 'lift' kuno yang hanya bisa menampung dua orang dan dua koper berukuran sedang membuatnya terasa sesak.
Hanya tamu hotel yang bisa menggunakannya karena untuk mengoperasukan elevator ini harus memakai kunci khusus. Konsep 'boutique hotel' membuatnya terasa lebih privat bagi pengunjung yang lelah usai menempuh perjalanan panjang.
Tepat di ujung jalan, sebuah bangunan tua The Spanish Steps kerap dijadikan sebagai tempat 'nongkrong' anak muda di Roma.
15.05 - 17.00: Jelajah butik ternamaSelesai menyimpan barang bawahan dan sejenak beritirahat, tak sabar rasanya untuk menjelajah butik-butik yang namanya sudah familiar di kalangan pecinta mode dunia.
Iming-iming diskon sampai 70 persen tentu menggoda siapa pun yang melewati toko-toko ini. Mulai dari toko Lego hingga toko aksesoris asli Ferrari lengkap dengan sebuah mobil balap bercokol di etalase toko.
 Piazza di Spagna. (CNN Indonesia/Ervina Anggraini) |
Merek-merek seperti Salvatore Feragamo, Louis Vuitton, Prada, Bvlgari, Gucci, Hermes, Chanel, hingga Pastificio seakan bersaing memikat pejalan kaki yang melintas. Jika merasa sungkan untuk masuk, Anda bisa 'mengintip' atau sekedar 'berfoto bersama' barang yang dipajang.
Berbeda dengan pusat perbelanjaan di Indonesia yang buka hingga malam, Anda harus siap-siap diusir jika belum menyelesaikan transaksi hingga pukul 5 sore.
Meski terkesan tidak sopan bagi kultur ketimuran, namun pekerja di toko-toko di Roma memang bekerja hanya sesuai jam yang ditentukan tanpa pernah mau lembur.
17.10-19.00 Menanti surya tenggelam di The Spanish StepsPuas menyalurkan hasrat belanja meski sekedar cuci mata, saatnya saya bergeser ke titik utama orang-orang berkumpul. Apalagi kalau bukan The Spanish Steps!
Sebelum menjejakkan kaki di anak tangga, sebuah air mancur akan menyambut semua pengunjung di halaman depan objek wisata ini. Tak sedikit pengunjung berfoto, membasuh muka, atau sekedar lewat di depan Fontana della Barcaccia yang berada di halaman depan The Spanish Steps.
 The Spanish Steps. (CNN Indonesia/Ervina Anggraini) |
Niat saya nampaknya sama persis dengan ratusan orang yang juga ingin mengabadikan matahari tenggelam dari lokasi ini.
The Spanish Steps merupakan bangunan klasik yang didesain pada tahun 1717 oleh arsitek Fransesco de Sanctis dan Alessandro Specchi.
Jika menyusuri dari bawah anak tangga hingga ke puncak, pengunjung akan disuguhi kantor Kedutaan Besar Spanyol di lantai atas yang mengarah ke gereja tua ala Perancis, Trinitia dei Monti yang dibangun pada 1495.
The Spanish Steps jadi tempat pertemuan seniman, penulis, pesohor, dan komunitas gipsi yang bermukim di Roma.
Sementara bagi pengunjung awam seperti saya, tempat ini terasa eksotis untuk duduk santai menanti matahari tenggelam.
19.00-19.45 Trevi FontanaPuas menikmati keindahan matahari tenggelam di tengah keramaian, saya melanjutkan 'petualangan sehari' dengan mengunjungi Trevi Fontana. Saya cukup berjalan kaki selama 10 menit untuk sampai di air mancur yang menyimpan sejuta mitos ini.
Tak mau melewatkan kesempatan, saya ikut melemparkan koin yang menjadi daya tarik utama pengunjung ke air mancur ini.
Konon bagi pengunjung yang ingin kembali ke Roma bisa melemparkan satu koin, sementara jika berharap dapat jodoh maka harus melempar dua buah koin dengan cara membelakangi sisi air mancur. Jika koin masuk ke dalam kolam, maka dipercaya keingin tersebut bisa terwujud.
Trevi Fontana merupakan air mancur bergaya Baroque terbesar di Roma yang wajib dikunjungi jika bertandang ke Italia. Seni arsitektur Eropa abad ke-17 sangat kental menghiasi air mancur ini.
Air mancur setinggi 26,3 meter dan lebar 49,5 meter ini dibandung pada 1732 berdasarkan perintah Paus Clement XII dan didesain oleh Nicola Salvi.
Banyaknya pengunjung mengharuskan saya waspada, karena Roma jadi salah satu 'kota favorit' pencopet.
20.00: Gelato di San CrispinoTak lengkap rasanya jika ke Italia tanpa menikmati gelato dari tempat asalnya. Meskipun cuaca dingin tak menghentikan langkah saya untuk mencicipinya.
Meskipun banyak tempat yang menyajikan gelato, saya menjatuhkan pilihan pada Gelato di San Crispino yang pernah dicicipi Julia Roberts saat syuting 'Eat, Pray, Love'.
 Gelato di San Crispino. (CNN Indonesia/Ervina Anggraini) |
Bersambung ke halaman berikutnya...
Hari ke-dua09.30: ColosseumMemasuki bulan Februari, hujan masih sesekali turun di kota Roma. Pagi ini saya harus mengunjungi Colosseum dalam kondisi hujan dengan intensitas sedang.
Untuk sampai di Colosseum, saya harus menempuh perjalanan dengan taksi sejauh 2,3 km dalam waktu 30 menit.
Bangunan bersejarah bekas arena gladiator terlihat kokoh dari jarak 500 meter. Di masanya, bangunan ini dirancang untuk menampung 50.000 penonton saat menyaksikan pertarungan antara manusia dan hewan.
Beragam peninggalan seperti baju besi yang pernah dipakai oleh gladiator hingga maket Colosseum tersimpan dengan apik di sini.
Meskipun terasa kurang memuaskan, namun pengunjung tetap bisa menjelajah sejarah dan sisi lain Colosseum melalui museum yang berada di lantai atas sisi dalam ruangan.
Hujan membatasi pengunjung -- termasuk saya dalam mengeksplorasi setiap sisi Colosseum.
09.30-13.30: Kota suci VatikanCuaca 'ajaib' ternyata tak hanya terjadi di Jakarta, ketika di Roma saya harus kecewa saat hujan membasahi pagi di Colosseum. Seketika hujan berhenti dan cuaca kembali cerah saat saya dan rombingan bergegas ke kota suci, Vatikan.
Jarak menuju Vatikan sekitar 4,1 km yang harus ditempuh selama nyaris satu jam.
 Pintu masuk Vatikan. (CNN Indonesia/Ervina Anggraini) |
Layaknya masuk ke dalam satu negara, setiap pengunjung harus melewati petugas keamanan untuk melalui 'metal detector'.
Meski tak harus membawa paspor, namun pengunjung tidak diizinkan mengambil foto atau video saat memasuki gerbang pemeriksaan.
Antrian pengunjung memasuki Vatikan di akhir pekan bisa sangat panjang, sekitar 30 menit untuk melewati gerbang utama. Paus dipastikan juga akan keluar menyapa pengunjung setiap hari Rabu. Sayang, saat itu saya berkunjung sehari lebih awal sehingga tak bisa bertemu Paus.
Dari semua bangunan yang ada di Vatikan, hanya Basilika Santo Petrus yang boleh dimasuki pengunjung. Bangunan megah yang menghadap alun-alun di Vatikan merupakan gereja Katolik terbesar yang pernah dibangun.
 Basilika Santo Petrus. (CNN Indonesia/Ervina Anggraini) |
Untuk menjelajah bagian dalam Basilika Santo Petrus, diperlukan waktu minimal dua jam -- belum termasuk antrian memasuki gerbang Vatikan. Tradisi menyebut bangunan ini merupakan tempat Santo Petrus, salah satu rasul Yesus yang menjadi Paus pertama disalib dan dikuburkan.
Sebagai situs warisan dunia yang ditetapkan UNESCO, Vatikan membuat saya berdecak kagum atas kekayaan arsitektur dan keindahan lukisan yang menggambarkan kisah perjalanan hidup Yesus.
 Vatikan, objek wisata yang selalu penuh turis. (CNN Indonesia/Ervina Anggraini) |
Di sisi kanan saat keluar dari Basilika Santo Petrus, saya disuguhi pemandangan petugas pengawal Vatikan yang merupakan tentara Swiss. Seragam dengan wana mencolok menjadi ciri khas utama pengawal paus Paus.
Di balik pos pengamanan, konon merupakan komplek pemukiman dan tempat Paus beraktivitas setiap hari.
13.30-16.00: Castel Sant'AngeloPuas menjelajah Vatikan, saya dan rombongan melanjutkan perjalanan ke Castel Sant'Angelo. Jaraknya yang dekat membuat pengunjung bisa berjalan kaki selama 15 hingga 30 menit.
Letaknya di tepi sungai Tiber dengan bentuk silinder terasa mencolok dari kejauhan. Bangunan yang kini menjadi museum dulunya merupakan benteng dan kastil di zaman Kaisar Romawi Hadrian.
Sebuah patung malaikat di atap kastil menggambarkan kekokohan bangunan Castel Sant'Angelo. Setiap sudut bangunan baik di dalam maupun luar ruangan terasa kental bernuansa abad-17.
Saya bisa bereksplorasi setiap sudut bagian luar dan dalam Castel Sant'Angelo. Dari sini juga, pengunjung bisa melihat suasana kota Roma dan Vatikan dari kejauhan.
 Castel Sant'Angelo. (CNN Indonesia/Ervina Anggraini) |