Les Avanchers-Valmorel, Perancis, CNN Indonesia -- Nama saya Temmy Satrio, pemuda berusia 42 tahun asal Jakarta yang kini bekerja sebagai General Employee di resor bintang lima di Perancis, Club Med Valmorel.
Bekerja di luar negeri sudah lama menjadi cita-cita saya, karena saya terinspirasi dari ayah saya yang dulu anggota militer dan sering melanglangbuana, bahkan sampai ke benua Amerika.
Sedari dulu, saya memang tertarik bekerja dan berinteraksi dengan warga dunia. Saya terinspirasi dari sosok ayah yang dulu anggota tentara dan sering melanglang buana hingga ke Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walau bukan menjadi anggota militer, saya berhasil mewujudkan mimpi ini dengan bekerja di industri pariwisata. Perancis juga sudah lama menjadi mimpi saya.
Saya baru empat bulan bekerja di sini. Tapi butuh waktu 11 tahun untuk bisa mantap menjejakkan kaki di sini. Selain mencari pekerjaan yang pas, saya juga sempat mengikuti kursus bahasa Perancis selama lima tahun.
Saya memang baru empat bulan menjejakkan kaki di Perancis, namun untuk mendapatkan posisi ini saya perlu berjuang 11 tahun lamanya. Nasehat orangtua yang berkata bahwa usaha tak akan mengkhianati hasil ternyata benar adanya.
Saya sangat senang diberi rezeki untuk hidup dan bekerja di Perancis. Sempat ada rasa gentar karena banyak mendengar bahwa penduduknya rasis, tapi itu tak sepenuhnya benar.
Saya masih ingat betul momen pertama kali saya berkawan dengan penduduk asli Perancis. Ketika itu saya duduk sendiri saat makan siang. Kebetulan saya memang pendiam, sekaligus tak tahu cara mendekati orang baru. Lagipula kulit saya hitam, pikiran mengenai rasisme membuat saya urung membuka diri di tempat kerja baru.
Tak saya duga, sekawanan rekan kerja saya yang asli Perancis menghampiri saya dan mengajak berbincang. Setelah perbincangan menghangat, sambil tertawa mereka berkata kalau mereka iba melihat saya yang duduk sendirian. Begitu tahu saya fasih berbahasa Perancis, mereka sangat kagum.
Semenjak saat itu saya jadi percaya diri untuk berinteraksi dengan penduduk di sini. Hal tersebut juga menjadi modal saya beramahtamah dengan tamu yang datang.
[Gambas:Instagram]Pikiran mengenai penduduk Perancis yang rasis lama-lama menguap. Di antara teman sepermainan, sikap jaim sama sekali tak mereka tampilkan. Mereka itu lucu dan terkadang melontarkan candaan yang tak masuk akal. Jika yang dicandai sekiranya tersinggung, mereka tak segan langsung meminta maaf.
Empat bulan berada di Perancis tak membuat rasa Indonesia saya luntur. Kulit saya masih sawo matang. Islam masih jadi agama saya. Tapi mereka tak memandang itu. Mereka memandang saya sebagai teman yang bisa diajak bercanda dan curhat. Bhinneka Tunggal Ika dalam ribuan kilometer jauhnya.
[Gambas:Instagram]Pertemanan yang saya temukan di ribuan kilometer ini sebenarnya membuat saya semakin rindu dengan Tanah Air. Rindu dengan sebutan bahwa penduduk Indonesia itu ramah terhadap semua. Nyatanya, di ribuan kilometer ini saya masih mendengar banyaknya kasus SARA yang terjadi.
Teman-teman saya selalu tertarik dengan cerita saya mengenai Indonesia. Selain soal destinasi wisata, mereka juga sering bertanya mengenai adat dan perilaku orang kita. Sebisa mungkin saya menceritakan hal-hal yang baik kepada mereka.
Promo sekaligus doa, agar Indonesia selalu rukun dan berbahagia, sehingga mereka yang nantinya sebagai turis dari luar negeri mau datang dan kembali lagi.
---Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, sila hubungi surel berikut: [email protected], [email protected], [email protected].Kami tunggu! (ard)