Les Avanchers-Valmorel, Perancis, CNN Indonesia -- Tak pernah terlintas dalam benak saya untuk mencoba bermain ski. Terang saja, olahraga musim dingin ini tentu tidak begitu populer di Indonesia karena, sudah jelas, Indonesia tidak memiliki musim dingin. Jujur, saya awalnya tak tertarik untuk melakukan olahraga ini. Namun, selayaknya manusia pada umumnya, tetap saja terbesit rasa penasaran yang menyita pikiran saya.
Akhirnya, atas undangan Club Med dan HIS Travel, saya berkesempatan untuk berkunjung ke salah satu resor mereka di Les Avanchers-Valmorel, persis terletak di sisi barat rantai pegunungan Alpen. Valmorel sendiri terletak di Perancis Barat Daya dan masuk dalam departemen Savoie serta regional Auvergne-Rhone-Alps.
Karena berlokasi di wilayah empat musim, tak heran jika lereng hingga puncaknya diselimuti salju. Sangat cocok sebagai tempat untuk bermain ski.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai orang yang tinggal di negara tropis seumur hidup, saya tak punya bayangan akan hal yang perlu dipersiapkan dalam perjalanan kali ini. Sempat bingung, mengingat ini kali pertama saya untuk mencoba bermain ski. Tak hanya itu, saya juga sedikit takut bermain ski karena perlu merogoh kocek yang dalam hanya untuk membeli harga peralatannya.
Tetapi, karena saya akan bermalam di resor ski bintang lima, saya diberi informasi bahwa seluruh peralatannya sudah disediakan. Dengan kata lain, saya hanya membawa pakaian yang diperlukan saja.
Mudahnya akses bermain ski yang diberikan Club Med Valmorel membuat saya makin semangat untuk menjajal olahraga yang digemari di benua biru tersebut.
Hari yang dinanti datang juga. Sabtu tanggal 7 April 2018 silam saya menuju bandara dengan rute Jakarta-Abu Dhabi dan Abu Dhabi-Jenewa. Seharusnya, saya bisa tiba di Valmorel pukul 07.00 keesokan harinya.
Hanya saja, ada sedikit masalah dengan penerbangan saya. Maskapai yang saya tumpangi secara mendadak mengubah rute penerbangan dari Jakarta-Abu Dhabi, Abu-Dhabi-Roma, dan Roma-Jenewa. Saya hanya bisa mengelus dada, sangat jengkel rasanya. Sebab, ini justru membuat perjalanan udara saya menjadi molor empat jam.
Namun, rasa kesal itu berangsur sirna. Saat terbang dari Roma menuju Jenewa, saya menyaksikan putihnya hamparan salju yang menyelimuti Mont Blanc dari jendela pesawat. Pegunungan Alpen sudah dekat. Tak sabar rasanya ingin mencoba meluncur dari lereng-lereng itu.
Setelah perjalan selama 20 jam dari Jakarta, akhirnya saya tiba di Jenewa, sebuah kota tersohor di belahan barat Swiss. Mungkin terbesit pertanyaan, mengapa saya perlu tiba di Swiss jika tujuan akhir adalah Perancis?
Sekadar informasi saja, Club Med Valmorel yang akan saya sambangi berlokasi di dekat perbatasan antara Swiss dan Perancis dan hanya ditempuh selama dua jam saja menggunakan perjalanan darat dari Jenewa. Jika saya turun di Paris, maka waktu yang saya butuhkan untuk sampai ke Valmorel bisa sampai delapan jam. Dengan kata lain, saya bisa menghemat waktu sampai enam jam.
[Gambas:Instagram]Selain itu, tak perlu gentar kala diperiksa petugas imigrasi begitu tiba di perbatasan Perancis. Sebab, Swiss dan Perancis masuk dalam area Schengen, yang artinya kedua negara memberlakukan kebijakan perbatasan terbuka (open border policy), sehingga tak perlu khawatir diperiksa lagi kala memasuki Perancis.
Bahkan, tidak ada pemeriksaan imigrasi sama sekali kala saya mendarat di Jenewa. Sebab, pengecekan imigrasi sudah dilakukan kala saya mendarat di Roma, yang merupakan ibukota Italia, dan juga bagian dari wilayah Schengen. Saya tak pernah menyangka urusan imigrasi akan semudah ini. Padahal sebelumnya, saya kerap mendengar keluhan ihwal sukarnya orang masuk ke tanah Eropa.
Selepas tiba di Jenewa, pihak Club Med Valmorel menjemput saya di bandara. Sepanjang perjalanan, saya disuguhi keindahan alam yang menakjubkan. Dari mulai salju-salju di puncak pegunungan Alpen hingga danau Annecy, sebuah danau tersohor di barat daya Perancis. Saking terbuainya dengan pemandangan sepanjang jalan, saya hampir tak sadar kalau ternyata saya sudah tiba di Club Med Valmorel.
Memasuki pintu hotel, saya langsung menuju kamar dan langsung mendaftar kelas ski yang disediakan Club Med Valmorel setelahnya. Bisa dibilang, resor ini sangat terbuka bagi seluruh orang yang memang ingin bermain ski. Bahkan, orang yang nihil pengalaman seperti saya bisa mendaftar untuk kelas pemula tanpa dikenakan biaya tambahan apapun.
Setelah mendaftar, saya diberitahu bahwa kelas pertama akan berlangsung pukul 10.00 keesokan harinya. Artinya masih ada waktu istrahat cukup panjang sebelum menimba ilmu meluncur di atas es. Apalagi, saya terpapar jet lag yang parah. Walhasil, 11 jam saya habiskan hanya untuk tidur saja.
[Gambas:Instagram]
08.30 - Mempersiapkan Segala Hal Untuk Bermain SkiSaya teringat peribahasa yang kerap muncul saat ujian Bahasa Indonesia di sekolah dasar dulu, bahwa ada umpan belum tentu dapat ikan. Artinya, seluruh kegiatan akan sia-sia jika tidak disertai dengan persiapan matang. Hal serupa juga berlaku dalam bermain ski, segala hal harus dipersiapkan masak-masak sebelum meluncur di atas es.
Untuk itu, saya bergegas ke lantai paling bawah Club Med Valmorel untuk mencoba perlengkapan ski setelah sarapan. Untungnya, resor ini memilki seluruh perlengkapan ski yang dibutuhkan, mulai dari sepatu ski, alat peluncur, tongkat ski, hingga helm.
Tak perlu khawatir jika nanti tidak menemukan peralatan ski yang sesuai, karena pegawai Club Med Valmorel sangat sigap membantu. Tentunya, para staf juga ahli di bidangnya, sehingga dalam sekejap saya sudah mendapatkan seluruh perlengkapan dengan ukuran sesuai.
Saya kemudian diantar menuju ruang loker khusus untuk mengenakan perlengkapan serta menyimpan seluruh barang-barang sebelum bermain ski. Perlu diingat bahwa bermain ski butuh konsentrasi yang tinggi, sehingga barang-barang yang bisa mengganggu gerakan lebih baik disimpan di dalam loker yang disediakan.
 Ruang loker di Club Med Valmorel. (CNN Indonesia/Galih Gumelar) |
Saya juga sedikit takjub dengan teknologi lokernya karena bisa dibuka dan dikunci menggunakan kartu kamar hotel saja.
Tak berselang lama, saya bergerak menuju ke lahan yang lapang tepat di depan ruangan loker. Beberapa instruktur ski sudah berjejer rapi di sana, sembari memegang bendera yang menggambarkan keahlian masing-masing peserta. Dari pelupuk mata, terlihat bendera yang menunjukkan kelas pemula dan saya hampiri instruktur tersebut.
Kali ini, instruktur saya bernama Yannick. Seorang pria Perancis berusia 42 tahun yang berobsesi ingin menjadi James Bond. Sosoknya cukup hangat dengan selera humor yang cukup garing. Menerka kepribadian Yannick, saya sudah terbayang pasti sesi belajar ski ini akan cukup menyenangkan.
Yannick lalu mengajak saya dan beberapa peserta kelas pemula lain ke sebuah tempat bernama "taman pemula" atau dalam bahasa Perancis disebut espace debutants, di mana seluruh orang yang tidak punya pengalaman bermain ski harus menjejakkan kakinya pertama kali di sini.
Namun, kami harus naik bus sekitar 5 menit untuk menuju ke sana. Mujurnya, Club Med Valmorel memiliki bus shuttle ke arah tersebut dengan harga cuma-cuma.
10.30 - Pelajaran PertamaSaya berkesempatan untuk berbincang dengan Yannick di dalam bus mengenai pengalamannya mengajar ski. Ia mengaku sudah bermain ski sejak usianya dua tahun dan gemar meluncur dari lereng terjal beberapa kali.
Bahkan, ia pernah bercerita tentang pengalamannya meluncur dari puncak yang tinggi, di mana untuk menuju ke sana ia perlu naik helikopter. "Dan saya lompat dari helikopter layaknya James Bond," kelakarnya. Obsesi Yannick untuk menjadi tokoh ciptaan Ian Fleming itu nampaknya sudah dalam tingkatan akut. Hanya saja, ia mengaku tak dikelilingi wanita cantik layaknya James Bond yang sebenarnya.
Berbagai guyonan itu harus terhenti lantaran bus sudah tiba di espace debutants. Sebetulnya, saya agak sedikit kecewa melihat kontur lapangan yang cukup rata. Sebab, saya sebetulnya tidak sabar untuk langsung meluncur dari lereng. Namun, Yannick bilang ada baiknya kami mempelajari teknik dasarnya terlebih dulu. Ia bilang, semua orang harus mulai dari nol sebelum menuju ke angka satu.
 Lokasi latihan ski. (CNN Indonesia/Galih Gumelar) |
Ia mengajari caranya memasang sepatu dan cara berjalan menggunakan peralatan ski. Kemudian, Yannick juga mencontohkan cara berselancar menggunakan sepatu ski yang sepertinya terlihat mudah. Sayangnya, saya salah besar.
Bermain ski tak sekadar menggesek-gesekkan sepatu di atas es. Ternyata dibutuhkan keseimbangan yang prima agar tak gampang jatuh. Bayangkan jika saya langsung minta turun dari lereng, saya bisa terjatuh dan menggelinding hingga desa terdekat.
Tak hanya meluncur, Yannick juga mengajari saya cara mengontrol kecepatan dan mengentikan laju sepatu. Perlu diingat bahwa permukaan es sangat licin, sehingga dibutuhkan upaya ekstra untuk bisa mengerem kaki sendiri.
Sesi pertama pelajaran ski berakhir pukul 12.00. Setelah ini, saya masih perlu menghadiri sesi kedua yang dijadwalkan pukul 14.00.
14.00 - Sesi KeduaSaya kemudian menghadiri pelajaran ski sesi kedua setelah puas melahap makan siang. Namun, kali ini saya tidak kembali ke espace debutants, melainkan ke tanjakan kecil yang ada di sampingnya. Di sana, Yannick mengajari kami caranya menuruni lereng dengan aman tanpa tergelincir.
Tak perlu khawatir untuk gagal, karena Yannick sendiri berada tepat di bawahnya mengawasi gerak-gerik kami. Saya pribadi cukup bangga dengan diri sendiri lantaran tidak jatuh dan dipuji memiliki keseimbangan tubuh yang baik.
Di tengah-tengah sesi, saya menyempatkan diri untuk bercengkerama dengan pemula lain yang berasal dari beberapa negara. Saya bertemu dengan Sean dari Israel, pemuda berkacamata yang sudah tujuh tahun lamanya tak main ski serta Suzanna, wanita kelahiran Roma yang sudah menetap selama 12 tahun di London.
Kami bertukar pengalaman dan saling memotivasi satu sama lain. Menurut saya, inilah hikmah penting dalam bermain ski, yakni memberikan energi positif bagi diri sendiri.
Selain mengalahkan rasa takut di dalam diri, saya pun dikelilingi orang yang mendorong saya untuk lebih baik. Sungguh, pelajaran ski kali ini cukup hangat di tengah suhu Valmorel yang kala itu sudah mencapai 2 derajat Celsius.
17.00 - Secangkir Cokelat Panas dari Desa TerpencilSaya tak menyangka bahwa main ski ternyata bisa bikin badan remuk. Sore hari itu, saya merasakan rasa pegal luar biasa di kaki pasca melepas sepatu yang sekiranya sangat berat itu. Sepertinya saya memang membutuhkan rehat.
Kata Yannick, cara ampuh untuk mengusir letih pasca bermain ski adalah menghangatkan diri. Makanya, kali ini saya memutuskan untuk singgah ke sebuah desa yang tak jauh dari Club Med Valmorel untuk mencicipi cokelat panas.
Saya sendiri tidak tahu apa sebetulnya nama desa ini, tapi penduduk sana lebih memilih menggunakan nama commune mereka yakni Les-Avanchers Valmorel. Untuk ke sana, saya kembali naik bus shuttle gratis dari hotel yang ternyata tersedia sampai jam 00.30.
 Pusat cokelat panas dan oleh-oleh. (CNN Indonesia/Galih Gumelar) |
Tak sampai 15 menit, saya sampai di desa tersebut dan langsung berjalan ke sebuah kafe bernama Jimbo Lolo saking tak sabar untuk menyeruput cokelat hangat. Ternyata, mereka juga menyediakan cokelat hangat yang dicampur dengan rum, sehingga saya memilih untuk memesan minuman itu saja.
Kini, cokelat panas rasa rum seharga 6 Euro itu sudah tersaji di depan mata. Minuman ini disuguhkan bersama dengan spekulas, sebuah biskuit beraroma jahe dan karamel yang terasa lezat ketika dicelupkan ke cokelat panas. Suasananya kian sempurna kala saya menengok gagahnya lereng pegunungan Alpen dari sisi jendela meja saya.
Tak puas hanya minum cokelat, saya beranjak dari Jimbo Lolo dan keliling desa untuk sekadar cuci mata. Namun apa daya, cuci mata saja tak cukup memuaskan hasrat konsumsi saya. Akhirnya, saya pun berhenti sejenak di sebuah toko yang menjual buah tangan dari Valmorel. Kebetulan, kali ini saya membeli sebotol parfum lokal dengan wangi yang cukup khas.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 19.30. Matahari sudah mulai terbenam dan kini saatnya kembali ke Club Med Valmorel untuk mengisi kembali stamina. Cukup kaget juga ternyata, bahwa saya yang sebelumnya tak tertarik untuk bermain ski kini tak sabar untuk menanti sesi baru esok hari.
 Suasana Desa di Les-Avanchers Valmorel. (CNN Indonesia/Galih Gumelar) |