Jakarta, CNN Indonesia -- Tren 'Art Deco' kerap jadi inspirasi bagi para desainer busana dan juga arsitek. Tren yang mewakili modernisme ini di satu sisi bisa diproduksi dalam bentuk karya yang bersifat eksklusif, bisa juga dalam skala besar.
Sederhananya, tren ini menimbulkan kesan akan sesuatu yang trendi, elegan dan sekaligus penanda suatu kemajuan. Ciri-cirinya tampak dari tampilan yang simpel, bentuk yang tegas, serta tampilan yang efisien.
Kemewahan akan 'Art Deco' ini juga kemudian yang dijadikan inspirasi rancangan busana tiga desainer Indonesia yakni Barli Asmara, Mel Ahyar dan Norma Hauri dalam menyuguhkan koleksi terbarunya di Studio Emtek City, Daan Mogot, Jakarta Barat, Rabu (2/5). Digandeng label es krim, Magnum, ketiga desainer itu merepresentasikan citra label ke dalam karya busana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eksplorasi desain bergerak di era art deco yang mengedepankan penggunaan unsur warna ungu sebagai warna tren fashion terkini.
Dimulai dari Mel Ahyar, peragaan busana menampilkan 10 busana lewat lini busana Mel Ahyar First (MAF). Meski mengusung konsep glamor dan mewah, ia menyebut busananya sebagai
ready-to-wear deluxe alias busana siap pakai tapi tidak meninggalkan konsep couture. Ini kali kedua Mel berkolaborasi dengan label es krim ini. Meski demikian, tetap saja ia merasa tertantang untuk keluar dari 'zona nyaman'.
"Saya keluar dengan warna ungu, desain saya sendiri enggak begitu ungu, enggak sering pakai ungu," paparnya.
Selain soal warna, tantangan pun ia rasakan kala harus menghadirkan sesuatu yang glamor. Selama ini, imbuh Mel, kliennya menginginkan desain yang tak begitu glamor. Kemudian ia menerjemahkan 'glamor' era art deco lewat kerumitan
craftmanship atau detail buatan tangan dan cutting atau potongan. Menurutnya, glamor tak selalu mewujud dalam sesuatu yang 'bling-bling'.
"Di sini saya coba eksplorasi dengan raw cotton, ini kayak kain belacu. Tantangan banget untuk bikin dia glamor," lanjutnya.
 Raisa dan model yang mengenakan koleksi Mel Ahyar First. (Dok/Foto: Magnum) |
Eksplorasi Mel terwujud dalam berbagai bentuk busana wanita seperti long dress juga outer atau luaran berupa blazer, coat, dan sleeveless coat. Sentuhan khas art deco ia hadirkan dalam ragam motif geometris serta garis-garis yang tampak rapi membentuk lengkung serta persegi.
Pertemuan garis-garis ini mengingatkan orang akan cetak biru suatu bangunan. Tak hanya motif geometris, detail busana juga tak meninggalkan ciri khas Mel yakni print. Detail ini hadir di beberapa bagian busana seperti kerah, bagian punggung atau lengan berupa print pilar bangunan era 1920-an yang klasik.
Tak hanya pilihan detail, tema art deco tak lantas membuat Mel meninggalkan ciri khas keduanya yakni penggunaan bold colour. Busana didominasi warna cokelat serta warna lain seperti putih, krem dan ungu. Melengkapi look para model, aksesori maupun head piece dari desainer Rinaldy Yunardy pun dilibatkan. Aksesori kebanyakan berupa mutiara yang dirangkai menjadi kalung panjang dan head piece dengan sentuhan bulu.
Gebrakan Norma HauriHal berbeda diusung Norma Hauri. Desainer
modest wear ini merepresentasikan kemewahan lewat busana-busana serba 'bling-bling'. Ia pun menuturkan kolaborasi ini seolah gayung bersambut sebab telah lama ia ingin mewujudkan keindahan era art deco ke dalam rancangannya.
"Untuk koleksi ini saya beri judul 'The Noble', terinspirasi dari
private school buat
high society lady," kata Norma.
Kala itu, anak perempuan harus mempersiapkan diri terjun ke masyarakat, apalagi mereka yang lahir dari keluarga kelas atas. Mereka harus tumbuh di tengah kondisi masyarakat yang kompleks dan jauh dari hingar bingar kemewahan ala seperti di rumah.
Dilansir dari berbagai sumber, sekolah mempersiapkan mereka untuk jadi seorang yang benar-benar merepresentasikan kelas sosialnya, tak hanya soal kekayaan tapi juga secara intelegensia. Tak heran para orang tua dari kalangan kelas atas menyekolahkan anak perempuan mereka ke sekolah terbaik.
Norma seolah mewujudkan style para wanita yang berhasil 'diolah' oleh sekolah-sekolah terbaik kala itu. Ia pun menghadirkan 10
look modest wear. Unsur modern ia tunjukkan dalam siluet berupa
long dress plus belt, dress yang mirip
long shirt plus bagian bawah agak melebar serta dress dengan potongan unik yakni membentuk diagonal dari lengan kanan dan memanjang hingga menyentuh kaki.
"Untuk
shape-nya terinspirasi dari (era) 1920-an, terutama dari Jeanne Lanvin," imbuhnya.
 Foto: Magnum |
Lanvin, desainer perempuan asal Perancis, kala itu tenar di era
art deco berkat rancangannya yang indah dan 'romantis'. Dilansir dari
Bussines of Fashion, Lanvin eksis lewat desain
evening wear yang loose, pilihan bahan yang lembut, dengan detail berupa embroidery dan manik. Inspirasi pun ia dapat dari Mesir, Roma dan Yunani kuno.
Tak heran kala melihat look busana, orang akan teringat pada dewi-dewi Yunani atau wanita Mesir. Hal ini disebabkan penggunaan kain secara menyilang di dada serta head piece berupa manik-manik. Salah satu look menggunakan motif ala Lanvin, yakni pertemuan garis-garis secara diagonal membentuk belah ketupat.
Kesan mewah terwujud dalam pilihan warna yang didominasi ungu dan emas. Selain itu, pilihan bahan yang digunakan Norma pun mencerminkan suasana glamor seperti perpaduan tafeta, jaquard serta satin. Bahan-bahan yang menampakkan kilau, tak sekadar warna blok.
Keunikan koleksi Norma terletak pada penggunaan penutup kepala. Ia tak menggunakan kerudung layaknya tampilan modest wear di Indonesia pada umumnya. Penutup kepala begitu simpel seolah model hanya menggunakan keciput atau inner sebelum mengenakan kerudung tapi warna tetap sesuai dengan busananya.
Cerita Barli AsmaraBeranjak ke koleksi Barli Asmara, ia menampilkan sesuatu yang benar-benar terlihat mewah dan glamor. Pada awak media ia mengaku tak asing dengan tema
art deco. Sebelum kolaborasi dengan Magnum, ia pernah mengangkat tema ini saat Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) Trend Show 2013. Pada gelaran yang dihelat pada Oktober 2012 silam, ia mengusung tema
'The Fringe'. Saat itu ia menghadirkan busana yang menonjolkan detail seperti embroidery, fringe serta payet.
"Di sini saya keluarkan
fringe-nya (material busana mirip jerami kaku) dipadu dengan bahan rajut," kata Barli.
Benar saja, total 10 look seluruhnya menggunakan
fringe. Seiring para model berlenggak-lenggok, fringe pun turut mengayun dan memberikan kesan lembut, anggun tapi kuat. Bahan ini pun mampu memantulkan cahaya lampu sehingga busana-busana ini benar-benar haus akan perhatian para penikmat fashion.
Inspirasi art deco juga ia tuangkan dalam tata letak fringe. Fringe membentuk atap bangunan, bentuk garis maupun lengkung. Seluruh look didominasi warna emas dengan sedikit sentuhan ungu pada bagian pinggang. Untuk cutting, Barli memilih
cutting loose yang seolah menyesuaikan dengan lekuk tubuh model.
 Barli Asmara dengan koleksi ala 'Great Gatsby'. (Dok/Foto: Magnum) |
Konsep tampilan ala Great Gasby diperkuat dengan tata rambut yang sleek dan simpel. Barli pun juga menggandeng label aksesori Le Ciel Design untuk mempercantik dan menambah kesan mewah look.
Secara keseluruhan, masing-masing desainer punya 'bahasa' tersendiri untuk menyampaikan konsep art deco nan glamor lewat busana mereka. Mel Ahyar tak ingin kehilangan kekhasannya meski dituntut untuk mengikuti tema dan permintaan kolaborator. Bahkan ia justru menggunakan bahan yang tak tampak mewah. Namun, ia cukup berhasil membuat 'si kain belacu' naik kelas berkat sentuhan detail dan motif.
Sedangkan Norma, meski dibilang pemain barunya IPMI, ia cukup berhasil membuat modest wear rancangannya tampil mewah dan futuristik. Padahal tema yang diambil adalah tema 'jadul'. Ia pun tak menggunakan kerudung yang biasa ditemui pada modest wear Indonesia melainkan penutup kepala yang simpel.
Sementara itu, penikmat fashion kemungkinan bisa langsung tahu bahwa koleksi gaun serba gold plus detail fringe adalah milik Barli Asmara. Ia tampak 'menyatu' dengan konsep art deco yang mewah dan glamor.
"Saya nyaman dengan konsep ini, sesuatu yang
timeless," tegasnya.
Akan tetapi, justru kekurangan dirasakan pada kemasan acara. Gagasan menggabungkan
fashion show dengan aksi panggung sederet penyanyi papan atas Indonesia cukup berisiko. Busana Mel Ahyar yang dinamis bisa jadi menyatu dengan penampilan Raisa yang membawakan lagu '
Could It Be Love', berhubung lagu ini berirama sedang dan sesuai dengan konsep busana Mel.
Namun, untuk busana milik Norma, rasanya kurang pas ketika diringi Afgan yang menyanyikan lagu 'Heaven'. Lagu ini berirama lembut seolah berlawanan dengan konsep '
high society lady' yang ingin diusung Norma. Justru akan lebih pas jika lagu memiliki irama cukup kuat sehingga aura kelas atas para wanita ini semakin tegas.
Hal berbeda dialami busana-busana Barli. Busana miliknya sesuai untuk pesta. Busana seolah mengayun mengikuti gerakan pemakainya sehingga pas jika lagu sebagai pengiringnya adalah lagu beraliran jaz. Namun, yang terjadi justru lagu '
Sweet Talk' dari Sheryl Sheinafia dan Rizky Febian menjadi pengiring. Lagu ini memiliki tempo cepat bahkan di dalamnya terdapat bagian rap.
Secara keseluruhan, dengan dekorasi kilau, dan koleksi busana yang memiliki benang merah sama, nuansa kemewahan dan anggun yang diusung sebagai tema besar cukup pas dan tak mengecewakan.
(rah)