Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam dunia bisnis fesyen, setiap orang bebas berkreasi, hanya saja ini tak berarti orang-orang bisa dengan seenaknya tak taat aturan.
Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu baru-baru ini melontarkan kritikan melalui akun Twitter pribadinya soal gambar desain baju komersial yang terpampang dalam papan reklame.
Bukan tanpa alasan puteri keempat Sultan Hamengku Buwono X ini mengkritik gambar baju tersebut. Pasalnya, dalam baju kaos berwarna cokelat tersebut tergambar lambang keraton Yogyakarta atau lazim disebut Praja Cihna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam unggahannya dia mengungkapkan bahwa penjual dan pendesain kaus tak mengerti makna sesungguhnya dari lambang yang digambarkannya dalam kaus tersebut.
"Selamat siang
sedulur sekalian, kali ini mari kita belajar tentang lambang HaBa atau praja cihna. Terutama kalau sedulur sekalian jualan lambang ini. Cobalah untuk mengerti dan
ngrumangsani (menyadari -red),
sakjane (sebenarnya -red) yang kalian jual itu apa," cuitnya lewat akun @GKRHayu.
Dalam rangkaian 'kicauannya', GKR Hayu mengatakan bahwa lambang ini tak berbeda jauh dengan lambang Garuda milik Indonesia.
"Jadi tolong itu dipertimbangkan sebelum kalian jual atau modif untuk lambang kalian sendiri," imbuhnya.
Lalu, apa sebenarnya makna dari Praja Cihna ini?
Dilansir dari laman resmi Karaton Yogyakarta Hadiningrat, elemen-elemen pada lambang masing-masing memiliki makna. Pada bagian atas terdapat bentuk songkok atau mahkota. Ini merupakan penutup kepala yang dikenakan prajurit. Ia melambangkan watak ksatria yang merupakan sifat raja.
Elemen berikutnya adalah sumping atau hiasan telinga berupa giwang berbentuk bunga matahari sebagai lambang kehidupan. Daun kluwih berasal dari kata 'luwih' atau lebih. Sedangkan makara melambangkan keselamatan kraton.
Pada lambang juga terdapat sorot cahaya atau disebut praba. Ia melambangkan pribadi yang dapat menegakkan kehormatan Jawa Mataram.
Pada kiri dan kanan lambang terdapat gambar sayap burung sebagai simbol cita-cita setinggi langit.
Tameng berwarna merah melambangkan keberanian tanpa meninggalkan kewaspadaan untuk membela kebenaran.
Pada bagian tengah tameng terdapat tulisan Jawa dengan bunyi 'Ha Ba'. Ini merupakan singkatan dari gelar sultan yang bertahta. Ada harapan di balik gelar ini yakni agar sultan mampu melindungi, membela, serta mewujudkan kemakmuran rakyat. Huruf berwarna kuning keemasan melambangkan keagungan.
Bentuk tameng yang menyerupai bunga padma atau teratai memiliki makna pula. Bunga teratai hidup mengambang di permukaan air, ia menggambarkan kehidupan dunia yang mendasari kehidupan akhirat.
Elemen terakhir adalah bentuk lengkung yang mewakili bentuk sulur. Sulur melambangkan kehidupan berkelanjutan layaknya sulur yang terus tumbuh merambat.
Dalam tulisannya, GKR Hayu menambahkan bahwa praja Cihna ada dua yakni, lambang institusi kesultanan dan Cihnaning Pribadi atau lambang pribadi Sultan.
"Dalam contoh ini, yang dijual adalah lambang pribadi Sultan HB X.
Nyuwun tulung, tolong,
please, pelajari simbol-simbol Kraton yang kalian jual/modif. Sadar dan mampu menempatkan diri ya," katanya.
(chs)