Jakarta, CNN Indonesia -- Palu dan Donggala 'lumpuh' pascagempa dan tsunami yang melanda wilayah di Sulawesi Selatan ini pada Jumat (28/9). Kendati demikian, usaha untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi penyintas bencana diupayakan terus dilakukan.
Selain luka-luka, korban gempa dan tsunami juga banyak yang mengalami masalah patah tulang.
Untuk menyelamatkan nyawa salah satu korban patah tulang akibat gempa dan tsunami di Palu, Donggala, dan Sigi, tim gabungan dari Public Savety Center (PSC) 119 RS Wahidin dan Sulawesi Selatan, IDI Makassar, dan UNHAS serta Persatuan Bedah Orthopedi Indonesia (PABOI) telah melakukan operasi fraktur atau patah tulang di RS Undata Palu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sakti, salah satu dokter dan koordinator PABOI menyebut tim gabungan telah tiba pada Sabtu (29/9). Sesampainya di lokasi, tim segera melakukan survei pasien-pasien yang memerlukan operasi serta kamar operasi yang bisa dipakai.
"Kondisi kamar operasi memprihatinkan terutama karena masalah listrik, dan bahan bakar, jadi kami mencoba mengaktifkan kamar operasi dengan menggunakan genset seadaanya," kata Sakti mengutip dari rilis Kementerian Kesehatan yang diterima
CNNIndonesia.com, Selasa (2/10).
Operasi harus dilakukan sesegera mungkin. Jika tidak, kata Sakti, pasien akan mengalami sepsis atau peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi bakteri dan syok hipovolemik atau kondisi darurat jantung tidak mampu memasok darah yang cukup ke seluruh tubuh. Kedua kondisi ini dapat berujung pada kematian.
"Hari pertama (30 September 2018) kami berhasil mengoperasi pasien dengan alat seadanya dan monitor anastesi," katanya.
Umumnya, pasien yang dirawat mengalami fraktur terbuka, dislokasi, perlu debriment atau tindakan membuang jaringan mati, amputasi dan
external fixasi atau mengatasi patah tulang dengan memasukkan pin ke dalam jaringan kulit, jaringan lunak dan tulang yang dihubungkan dengan
rigid external frame. Selain patah tulang, ada pula pasien yang akan melahirkan dengan operasi
sectio atau operasi sesar.
Hingga Senin (1/10) siang kemarin, sebanyak 20 pasien. Dalam kondisi seadanya, mereka banyak yang mengalami dehidrasi karena udara panas.
"Beberapa pasien dirawat pula di bawah pohon," imbuh Sakti.
(els/chs)