Kepunahan Es Mengancam Populasi Anjing Greenland

CNN Indonesia
Senin, 09 Sep 2019 14:14 WIB
Anjing-anjing Greenland menjadi teman sejati para penduduk, mulai dari bermain sampai berburu di musim dingin.
Penduduk Greenland dan anjing peliharaannya. (Jonathan NACKSTRAND / AFP)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penduduk di Desa Kulusuk, Greenland, punya tradisi berburu menggunakan kereta luncur anjing. Namun pemanasan global membuat tradisi itu semakin memudar.

Kereta luncur anjing digunakan untuk transportasi sampai perburuan di Greenland, terutama di musim dingin yang bisa bersuhu hingga minus 35 derajat Celcius.

Beberapa tahun belakangan ini, lapisan es di Greenland menjadi lebih susah terbentuk akibat pemanasan global.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tahun ini hingga menjelang musim panas berakhir, negara otonom Denmark ini masih belum sepenuhnya dingin. Padahal awalnya sebanyak 85 persen wilayah Greenland berupa lapisan es.


"Lapisan es banyak berubah," kata Moses Bajare (59), salah satu penduduk desa pemilik kereta luncur anjing.

Mobil salju juga digunakan penduduk Greenland untuk berkendara di tengah es, namun tak seefektif kereta luncur anjing untuk berburu anjing laut dan paus.

Di musim dingin ketika es laut membeku, tim Bajare yang terdiri dari 12 anjing menarik kereta luncur kayu ke tepi lautan es. Dari sana, ia memulai berkayak dengan senapan untuk berburu anjing laut.

Namun, katanya, dalam 35 tahun terakhir, pola terbentuknya es menjadi kurang dapat diprediksi.

Es dulu menebal mulai Februari hingga Juni atau Juli. Sekarang, es membeku lebih awal dan menipis sebelum waktunya, dan area-area yang aman untuk kereta luncur ikut berubah.

Naik kereta luncur anjing adalah cara untuk kembali ke alam, kata Bajare.

"Ketika saya memiliki masalah, dengan keluarga, atau kehidupan, saya pergi bersama anjing-anjing saya untuk menyendiri sesaat di tengah alam.

"Kini es lebih cepat hilang," ujarnya.

Bergantung dengan alam

Seperti sebagian besar dari 250 penduduk desa, Bajare adalah Inuit, penduduk asli yang merupakan 90 persen dari populasi Greenland.

Dikenal karena mampu beradaptasi dengan lingkungannya, orang Inuit bergantung dengan alam untuk hidup, berburu hewan untuk makanan, pakaian, bahan bakar, dan membangun alat.

Sebuah museum kecil di Desa Kulusuk memajang alat-alat yang terbuat dari tulang, kayak yang terbuat dari kayu apung dan pakaian yang terbuat dari kulit samak, memperlihatkan bagaimana para pemburu terus menyempurnakan barang-barang ini untuk beradaptasi dengan kebutuhan mereka yang terus berubah.

Selama berabad-abad, para pemburu seperti Bajare telah memelihara anjing-anjing Greenland, jenis yang mirip dengan husky Alaska.


[Gambas:Instagram]

Kehilangan budaya

Dengan wilayah Arktik yang memanas dua kali lebih cepat belakangan ini, kekhawatiran Bajare sama dengan sebagian besar masyarakat di Kulusuk: 79 persen populasi pulau itu berpikir lautan es menjadi lebih berbahaya untuk dilalui.

Dan menurut survei Greenlandic Perspectives, yang dilakukan oleh universitas-universitas Kopenhagen dan Greenland, sekitar 67 persen mengatakan mereka berpikir perubahan iklim akan merugikan pengelompokan anjing.

Kunuk Abelsen adalah pemburu muda yang memiliki dengan 22 anjing.

Baginya, anjing adalah sumber hiburan yang tak ternilai.

"Kami tidak memiliki lapangan sepak bola, kami tidak memiliki kolam renang. Anda dapat menjelajah ke alam untuk rekreasi," katanya.

"Jika kami berhenti menggunakan kereta luncur anjing, kami kehilangan sebagian besar dari budaya kita."

Seperti penduduk lainnya, Abelsen juga menghasilkan uang dengan membawa turis naik kereta luncur anjing.

Bertarif 1.000 kroner Denmark (sekitar Rp1,5 juta), wahana itu membantu menutupi biaya memberi makan anjing-anjing selama musim panas.

Tapi Abelsen mengatakan dirinya mulai ragu untuk tetap memelihara anjing, pasalnya banyak kawannya yang mulai mengurangi jumlah anjing peliharaan karena mahalnya biaya perawatan.

Data tahun 2016 dari Statistics Greenland mengatakan jumlah anjing telah turun menjadi 15 ribu dari sekitar 25 ribu pada tahun 2002.

Tapi Abelsen mengatakan dia juga melihat orang beradaptasi dengan perubahan.

"Perubahan iklim jelas bukan hal yang baik untuk naik kereta luncur anjing," katanya.

"Tapi itu memberi kita kemungkinan untuk memancing, pergi berburu dengan kapal sepanjang tahun. Ada lebih banyak orang melakukan hal baru."

[Gambas:Instagram]

Ada dalam darah

Peneliti Italia Andrea Fiocca mengatakan kalau penduduk Kulusuk mampu beradaptasi dengan perubahan iklim.

Fiocca menghabiskan empat bulan di desa itu, mempelajari bagaimana mereka memahami perubahan iklim.

"Ada banyak adaptasi dan ketahanan yang khas dari orang Inuit, yang benar-benar tercermin dalam cara mereka melihat anjing (dan) menggunakan anjing."

Turun di pelabuhan Kulusuk, para nelayan menurunkan hasil tangkapan mereka di dermaga kecil.

Ayah Abelsen, Bendt, yang juga seorang pemburu yang rajin, dengan penuh semangat mengingat perburuan panjang dengan anjing-anjing di lautan dan berharap putranya akan dapat melanjutkan tradisi itu di masa depan.

"Tradisi berburu dengan kereta luncur anjing ada dalam darah saya dan anak saya. Jadi jika tidak ada es lagi, apa yang akan kami lakukan?"

(afp/ard)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER